Desain dan Tata Letak Pembenihan Krustacea (Bagian 2)
e) Sumber air
Dalam kegiatan pembenihan krustasea, diperlukan air laut dan air tawar. Air tawar diperlukan untuk mencuci bak – bak pembenihan dan peralatan pembenihan. Disamping itu, diperlukan pula untuk menurunkan kadar salinitas air laut dan juga untuk keperluan sehari – hari. Oleh karena itu, lokasi pembenihan harus dekat dengan sumber air tawar yang memenuhi syarat baik kualitas maupun kuantitasnya. Sementara itu, air laut untuk pembenihan harus bersih/jernih sepanjang tahun, sedikit mengandung bahan organik yang berasal dari air sungai atau vegetasi dari pantai. Air laut untuk keperluan hatchery harus mempunyai salinitas berkisar antara 30 – 35 promil. Pada suatu pembenihan, umumnya air laut didapatkan melalui pemompaan langsung dari laut, pemompaan dari sumur, pemompaan dari sumur pantai dan pemompaan dari dasar laut dengan mempergunakan pipa PVC yang berperforasi. Kegiatan pembenihan krustasea membutuhkan air yang cukup banyak, khususnya air laut. Oleh karena itu, persediaan air perlu dirancang sedemikian rupa sehingga memadai untuk seluruh kegiatan pembenihan krustasea. Tanpa air yang memadai, maka pertumbuhan benih krustasea sulit untuk dipacu, karena untuk tumbuh dan berkembang benih – benih tersebut membutuhkan kualitas air optimal yang sesuai dengan persyaratan. Agar kualitas air tetap optimal, maka perlu dilakukan pergantian air sepanjang pemeliharaan benih. Oleh karena itu, debit air merupakan faktor penting yang menentukan pertumbuhan benih krustasea. Debit air minimal perlu diperhatikan kaitannya dengan upaya untuk menjaga kualitas air selama kegiatan pembenihan berlangsung. Misalnya, untuk kegiatan pemeliharaan larva dan benih krustasea, dibutuhkan air dengan debit 1 – 2 liter/detik.Yang dimaksud dengan debit air adalah banyaknya volume air yang lewat di saluran tertenttu yang dapat dimanfaatkan dan biasanya dinyatakan dalam satuan liter/detik. Tahukah anda bagaimana cara menghitung debit air ? Debit air dapat diukur dengan menggunakan alat yang dinamakan current meter. Namun jika alat ini tidak tersedia, maka dapat dihitung secara sederhana dan secara langsung.
f) Kualitas air
Kualitas air atau mutu air yang akan digunakan untuk pembenihan krustasea harus diperhatikan. Dengan kualitas air yang baik, maka krustasea akan tumbuh dan berkembang dengan baik. Oleh karena itu, sumber air yang dipilih untuk kegiatan pembenihan krustasea sebaiknya berasal dari perairan yang bebas dari bahan pencemaran. Terdapat beberapa parameter yang digunakan untuk mengukur kualitas air, diantaranya adalah suhu, pH, DO, salinitas, amoniak, nitrat, nitrit dan sebagainya, yang dipersyaratkan berdasarakan komoditas krustasea yang dibudidayakan. Parameter kualitas air berupa suhu, pH, kandungan oksigen terlarut dan salinitas merupakan indikator kualitas air yang paling umum diukur untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu perairan. Sedangkan indikator kualitas air lainnya biasanya diabaikan apabila keempat indikator tersebut telah memenuhi persayaratan, karena sulitnya pengukuran akibat tidak tersedianya peralatan.Suhu yang sesuai untuk kegiatan pembenihan krustasea adalah antara 24 – 34 ⁰C, tergantung pada kegiatan produksi yang dilakukan. Di Indonesia sendiri, suhu perairan tidak menjadi masalah karena perubahan suhunya relatif sangat kecil, yaitu antara 27 – 32 ⁰C. Kualitas air lain yang penting untuk mendukung keberhasilan produksi krustasea adalah salinitas, karena hampir seluruh krustasea memiliki habitat hidup pada air payau dan air laut. Misalnya saja untuk udang windu (Penaeus monodon) dan vannamei (Litopenaeus monodon), pada saat indukan membutuhkan air laut sebagai habitatnya, hingga nanti memijah dan anaknya akan beruaya menuju air payau. Sebaliknya kepiting (Scylla sp) menjalani kehidupannya dengan berupaya dari perairan pantai ke laut, untuk melakukan pemijahan. Sedangkan rajungan (Portunus pelagicus) membutuhkan air laut untuk seluruh hidupnya. Udang galah sendiri membutuhkan air payau untuk melakukan pemijahan dan setelah menetas, larva udang galah akan mencari habitat air tawar.
2) Persyaratan Non Teknis
Persyaratan non teknis juga menjadi faktor pendukung keberhasilan kegiatan pembenihan krustasea. Persyaratan non teknis yang harus diperhatikan diantaranya adalah faktor sosial dan ekonomis. Dilihat dari aspek sosial, maka lokasi pembenihan yang dipilih harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :a) Lahan yang digunakan tidak merusak lingkungan hidup dan kelestarian alam di sekitarnya, demi terjalinnya hubungan yang baik dengan masyarakat pengguna tanah di sekitarnya
b) Penggunaan sumberdaya alam sekitar, sehingga untuk menyediakan sarana dan prasarana tidak perlu mencari ke daerah lain
c) Tenaga kerja diambil dari penduduk sekitar untuk mengurangi pengangguran dan menjamin faktor keamanan atau tidak terganggu oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, serta memberikan pendapatan bagi masyarakat sekitar
Sedangkan dilihat dari sisi ekonomis, terdapat beberapa faktor yang dapat dijadikan sebagai parameter untuk mengukur kelayakan lokasi pembenihan krustasea, yaitu :
a) Dekat dengan lokasi pengembangan budidaya krustasea untuk memudahkan pemasaran larva dan benih serta pengadaan calon induk
b) Dekat dengan daerah pemasaran untuk menekan biaya transportasi dan penurunan kualitas krustasea
c) Tersedia jaringan listrik, sarana transportasi memadai dan terdapat jaringan komunikasi
d) Tidak terlalu jauh dari sumber pakan, benih, sarana produksi lainnya, serta alat dan bahan untuk membangun komplek pembenihan
e) Lokasi pembenihan jauh dari pemukiman penduduk dan industri, sehingga kualitas air tetap terjaga dan tidak mengganggu pertumbuhan krustasea
f) Sesuai dengan rencana induk pengembangan daerah setempat
g) Status kepemilikan dengan bukti sertifikat
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Our Akuntansi
0 komentar:
Post a Comment