-->

Merangsang Kematangan Gonad Induk

Gonad adalah organ reproduksi yang berfungsi menghasilkan sel kelamin (gamet). Sebagai organ reproduksi, gonad merupakan salah satu dari tiga komponen yang terlibat dalam reproduksi, selain sinyal lingkungan dan hormon. Gonad yang terdapat ditubuh krustasea jantan disebut testis berfungsi menghasilkan spermatozoa, sedangkan gonad yang terdapat dalam krustasea betina dinamakan ovari, berfungi menghasilkan telur (ovum). Semakin meningkat kematangan gonadnya, telur dan sperma krustasea semakin berkembang. Kecepatan pematangan gonad induk dapat dilakukan melalui lingkungan, pakan dan hormonal.

Dalam proses pematangan gonad, sinyal lingkungan yang diterima oleh sistem saraf pusat krustasea akan diteruskan menuju hipothalamus, sehingga hipothalamus akan melepaskan hormon gonadotropin releasing hormone (GnRH) yang nantinya akan bekerja pada kelenjar hipofisa, yang terletak di otak belakang. Hipofisa selanjutnya akan melepaskan hormon gonadotropin I yang bekerja pada gonada, sehingga gonad dapat mensintesis testosteron dan estradiol-b.  Estradiol-b inilah yang selanjutnya akan merangsang hati untuk mensintesis vitelogenin (bakal kuning telur). Selanjutnya, vitellogenin akan diakumulasi sebagai vitellin, yang merupakan sumber nutrisi selama proses embriogenesis.

Teknik pematangan gonad mencakup tiga masalah penting, yaitu perangsangan, pemberian pakan dan pengelolaan kualitas air dan lingkungan. Pada pendekatan lingkungan, media hidup krustasea dibuat seoptimal mungkin sehingga nafsu makan induk tinggi. Lingkungan yang mempengaruhi kecepatan kematangan gonad induk antara lain suhu, cahaya, salinitas dan kepadatan. Salah satu contoh pembangkitan sinyal lingkungan adalah dalam pemijahan secara alami. Untuk merangsang induk melakukan kopulasi dan memijah, dilakukan dengan menaikkan dan menurunkan ketinggian air wadah pemeliharaan atau pemijahan. Dengan proses demikian, diharapkan terjadi perubahan suhu dan tekanan air yang dapat mempengaruhi sistem saraf pusat krustasea. Pada krustasea, keberadaan lawan jenis kelamin akan merangsang induk untuk melakukan aktivitas pemijahan. Rangsangan ini disebabkan adanya hormon feromone, yaitu hormon yang dikeluarkan oleh induk krustasea betina saat akan moulting. Oleh karena itu, beberapa hari setelah aklimatisasi, biasanya induk – induk krustasea jantan dan betina dipelihara dalam satu wadah agar terjadi kopulasi. 

Selain lingkungan, pemberian pakan bernutrisi juga akan berpengaruh terhadap kecepatan perkembangan gonad induk. Oleh karena itu, induk diberikan pakan segar yang banyak mengandung omega 3 dan omega 6. Selain itu, induk juga diberikan pakan kombinasi, misalnya cumi – cumi dengan ikan lemuru atau kombinasi antara cumi – cumi dengan cacing. Untuk memperkaya vitamin yang tidak terdapat dalam pakan, maka dapat diberikan vitamin yang pemberiannya dengan cara dicampurkan dalam pakan. Untuk pertumbuhan, dalam pakan dapat diacmpurkan dengan vitamin C, untuk meningkatkan reproduksi dapat ditambahkan dengan vitamin E, dan dalam pakan juga dapat ditambahkan minyak ikan. Minyak ikan berfungsi selain sebagai penambah nafsu makan karena baunya yang amis, juga berfungsi untuk memperkaya asam lemak pada induk.

Pada jenis ikan, manipulasi hormon ini dilakukan dengan menyuntikkan hormon tertentu ke tubuh ikan. Pada krustasea, manipulasi hormon dilakukan melalui 3 perlakuan, yaitu manipulasi hormon yang terdapat pada tangkai mata (melalui ablasi), manipulasi hormon ecdysteroids (hormon yang mempengaruhi proses molting), dan manipulasi hormon steroid. Dari ketiga teknik tersebut, teknik ablasi mata (pemotongan tangkai mata) berpengaruh terhadap perkembangan gonad, disebabkan karena hilangnya hormon yang menghambat terjadinya proses vitelogenesis (vitellogenesis inhibiting hormone/VIH), yang terletak pada tangkai mata udang. Menurut penelitian para ahli, mata pada jenis krustasea umumnya tidak hanya berfungsi sebagai penglihatan tetapi juga sebagai organ tubuh yang berfungsi dalam proses reproduksi.

Pada prinsipnya, ablasi mata berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan bobot tubuh individu krustasea dan mempercepat proses pematangan gonad induk. Pematangan gonad pada induk betina adalah proses perkembangan telur (oogenisis) didalam ovary. Sementara itu, hormon pengontrol reproduksi atau X organ yang berfungsi untuk menghasilkan hormon penghambat (Gonad Inhibiting Hormone/GIH) terletak pada tangkai mata. GIH ini, sebelum dilepaskan ke target organ, terlebih dahulu disimpan dalam Sinus Gland yang juga terletak pada tangkai mata. Fungsi GIH secara langsung akan menghambat perkembangan androgenik gland pada individu jantan atau ovari pada individu betina, sehingga pertumbuhan sperma atau telur menjadi terhambat. Dengan menghilangkan X organ yang terdapat pada tangkai mata, diharapkan kerja organ Y sebagai penghasil hormon yang merangsang perkembangan ovarium (Gonad Stimulating Hormone/GSH) tidak terhambat, sehingga merangsang perkembangan sperma pada individu jantan dan telur pada individu betina.

X organ selain menghasilkan hormon GIH, juga berperan dalam tingkah laku birahi, mengendalikan proses penyerapan air, ganti kulit, dan pembentukan zat warna. Oleh karena itu, proses ablasi mata juga dilakukan untuk merangsang percepatan pergantian kulit (moulting). Hal tersebut sesuai dengan kondisi tubuh udang yang mempunyai kulit keras dan tidak elastis akibat proses seklerotisasi dan kalsifikasi, maka untuk pertumbuhannya memerlukan pergantian kulit. Dalam tubuh udang terdapat hormon yang mempengaruhi kecepatan molting yang disebut moult accelerating hormon (MAH). Hormon ini berperan pada proses ganti kulit. Sebaliknya ada hormon yang mempunyai cara kerja antagonistik yang justru menekan kerja hormon MAH tersebut, yaitu moulting inhibiting hormone (MIH). Kedua hormon ini terdapat didalam organ X yang terletak pada tangkai mata. Dengan dipotongnya salah satu tangkai mata, maka organ-X dan kelenjar sinus yang memproduksi MIH akan hilang. Hilangnya MIH mempengaruhi penyerapan air saat ganti kulit dan memperpendek siklus ganti kulit dan dengan hilangnya pengaruh tersebut kecepatan molting menjadi dua kali lipat dibanding induk normal.

Ablasi mata hanya dilakukan pada induk betina, karena sperma jantan diharapkan dapat berkembang sempurna secara alami selama masa pemeliharaan. Ablasi juga dilakukan hanya dengan memotong salah satu tangkai mata (unilateral). Ablasi unilateral pada udang mampu mempercepat pertumbuhan hingga 2,5 kali dibandingkan dengan udang yang tidak dilakukan ablasi. Hal ini disebabkan karena hilangnya MIH mempengaruhi penyerapan air saat ganti kulit dan memperpendek siklus ganti kulit. Selain itu karena pada saat dilakukan ablasi, organ-X dan kelenjar sinus hilang pengaruhnya dan dengan hilangnya pengaruh tersebut kecepatan molting menjadi dua kali lipat dibanding udang normal. Sementara itu, ablasi bilateral justru tidak menyebabkan kecepatan perkembangan gonad dibandingkan dengan induk tanpa ablasi. Hal ini disebabkan karena proses ablasi yang dilakukan secara bilateral tidak bekerja secara maksimal dalam menghilangkan hormon yang bekerja pada proses perkembangan gonad, sehingga vitellogenesis berjalan lambat. Ablasi bilateral dengan pemotongan kedua tangkai mata juga menyebabkan keseimbangan endokrin terganggu karena hilangnya organ-X dan kelenjar sinus. Hal ini juga berpengaruh terhadap daya kelangsungan hidup, di mana induk yang diablasi secara bilateral mortalitasnya paling tinggi kemudian diikuti ablasi unilateral dan kemudian tanpa ablasi. 

Pengaruh dari ablasi adalah rendahnya kandungan mineral dalam kutikula krustasea. Kadar kalsium yang rendah menyebabkan kulit (eksoskeleton) menjadi lemah dan tidak tahan terhadap perubahan lingkungan, sehingga memungkinkan terjadinya kanibalisme atau kematian. Kulit yang lunak setelah ganti kulit membuat pergerakan induk tidak lincah, sehingga tidak dapat menghindar jika ada individu lain yang menyerangnya. 

Ablasi mata dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
1)   Pinching, menjepit salah satu tangkai mata induk tanpa pemanasan dan tidak sampai putus.
2)   Ligation, menjepit salah satu tangkai mata induk dengan pemanasan dan mata tidak putus.
3)   Cauttery, memencet tangkai mata induk sampai putus.
4)   Cutting, memotong dengan gunting tangkai mata induk

Dari beberapa metode ablasi tersebut, penerapan dengan menggunakan metode cutting adalah yang paling efektif dan aman. Proses ini dilakukan dengan menggunakan gunting yang sebelumnya telah disterilisasi dengan cara dibakar, karena dengan cara tersebut proses pemotongan tangkai mata akan lebih cepat dan luka dapat segera tertutup, sehingga kemungkinan resiko udang stress akibat perlakuan tersebut dapat diperkecil.

Terdapat beberapa persyaratan bagi induk betina yang akan diablasi, yaitu:
  • induk sehat dan dapat beradaptasi dengan lingkungan,  
  • tidak cacat, 
  • tidak sedang dalam keadaan ganti kulit (moulting),  
  • tidak sedang dalam keadaan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) III.  
Udang yang akan diablasi dipersiapkan untuk memasuki puncak reproduktif. Jika ablasi dilakukan saat tahap premolting maka akan menyebabkan molting, ablasi segera setelah udang molting dapat menyebabkan kematian, dan ablasi selama intermolt menyebabkan perkembangan ovum.

Proses ablasi mata dapat dilakukan dengan langkah – langkah sebagai berikut :
  • Siapkan alat berupa gunting yang sebelumnya telah disterilisasi menggunakan alkohol dan dibakar diatas api 
  • Induk yang akan di ablasi di tangkap dengan seser dan dipilih induk yang berkulit keras. 
  • Induk di rendam kedalam Malachite Green 25 ppm sekitar 2-3 menit, kemudian di masukan kedalam larutan antibiotik yaitu Oxytetracyclin 25 ppm untuk mencegah infeksi. 
  • Induk dilengkungkan badannya dengan cara meletakkan ibu jari diatas karapas dan jari kelingking harus menekan ekor udang, sementara tiga jari lainnya memegang badan udang 
  • Potong salah satu tangkai mata udang dengan gunting yang telah disteril sampai terputus . 
  • Induk yang telah diablasi direndam kedalam larutan iodine 5 ppm selama ± 5 menit untuk menghindari adanya infeksi 
  • Jika udang betina hasil ablasi sudah terlihat tidak stress, maka udang diambil untuk dimasukan ke dalam bak maturasi dan dicampurkan dengan induk jantan agar melakukan perkawinan. 
Perlu diketahui
Antibiotik yang digunakan harus sesuai dengan dosis dan mengikuti prosedur. Jenis – jenis obat, bahan kimia dan zat aktif yang dilarang beredar dapat dilihat pada Kepmen No. 20 tahun 2003, tentang Klasifikasi Obat Ikan

Secara umum, keberhasilan proses pematangan gonad dan pemijahan induk sangat tergantung pada teknik ablasi. Selain itu juga ditentukan oleh jumlah dan kualitas makanan, induk dan lingkungan. Banyak kegagalan yang terjadi setelah melakukan ablasi, akibat adanya fluktuasi kualitas air (terutama suhu air), kualitas air yang kurang optimal, pemberian pakan dengan nutrisi yang tidak seimbang, serta penanganan induk yang kurang hati – hati saat ablasi. Stress terhadap induk pada waktu ablasi dapat menyebabkan aborsi telur pada TKG II, dimana telur yang dikeluarkan tidak dibuahi. Biasanya induk betina akan mulai matang gonad sekitar 3 – 5 hari pasca ablasi dan siap untuk melakukan perkawinan (kopulasi).



Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Our Akuntansi


0 komentar:

Post a Comment