Desain dan Tata Letak Pembenihan Krustacea (Bagian 1)
Untuk dapat berproduksi tinggi, unit pembenihan krustasea memiliki
beberapa persyaratan, baik persyaratan lokasi, rancang bangun maupun
tata letak sarana. Mencari lokasi yang cocok untuk usaha pembenihan
krustasea merupakan langkah awal yang harus dilakukan sebelum mendirikan
bangunan untuk kegiatan pembenihan. Hal ini disebabkan karena lokasi
yang tidak sesuai dengan persyaratan dapat menyebabkan banyak kendala,
misalnya saja sumber air laut yang sulit diperoleh, tidak tersedianya
air tawar bersih untuk keperluan media pemeliharaan dan pencucian
peralatan, transportasi yang sulit dijangkau, dan sebagainya. Oleh
karena itu, pemilihan lokasi harus dilakukan secara cermat.
a. Persyaratan Lokasi
Beberapa persyaratan lokasi pembenihan krustasea antara skala kecil (HSRT) tidak jauh berbeda dengan skala besar. Kondisi lokasi yang dipersyaratkan untuk pembenihan krustasea tidak hanya berpedoman pada faktor keuntungan saja, namun harus mempertimbangkan dari berbagai faktor yaitu faktor teknis dan non teknis. Sehingga untuk menentukan lokasi usaha pembenihan krustasea perlu dilakukan studi atau analisis tentang topografi lahan, tanah, sumber air, iklim, meteorologi dan ekosistem yang dapat diperoleh dari data dan informasi yang dikumpulkan. Data dan informasi tersebut dapat diperoleh baik dari instansi terkait atau secara langsung dari lapangan. Data yang diperoleh dari instansi terkait disebut data sekunder, sedangkan data yang langsung diperoleh dari lapangan disebut data primer. Selain itu, juga diperlukan adanya informasi mengenai keadaan sosial ekonomi masyarakat dan kemudahan dalam mensuplai bahan – bahan sarana produksi atau kemudahan dalam transportasi.
1) Persyaratan teknis
a) Topografi Lahan
Secara ilmiah, topografi berarti studi tentang bentuk permukaan bumi dan objek lain seperti planet, satelit alami (bulan dan sebagainya), dan asteroid. Namun, mengidentifikasi jenis lahan juga termasuk bagian dari objek studi topografi. Dalam bidang perikanan, topografi ini penting diketahui terutama pada saat akan membangun gedung pembenihan atau lahan pertambakan. Data tentang topografi dapat digunakan untuk menentukan desain kolam dan letaknya. Dengan menggunakan peta topografi, maka akan terlukis tinggi rendahnya permukaan lahan dibanding dengan permukaan laut. Lahan untuk pembangunan hatchery krustasea sebaiknya datar, terletak dekat hulu sumber air, sehingga pengambilan air laut dapat dilakukan dengan mudah. Elevasi lahan pun harus mampu mengalirkan buangan air dengan sempurna, sehingga tidak menimbulkan genangan. Selain itu, dengan mengetahui keadaan topografi tanah, maka kedalaman tanah dan saluran dapat ditentukan secara lebih tepat, sehingga dapat memanfaatkan energi pasang surut semaksimal mungkin.
b) Iklim dan Curah hujan
Data iklim dari lokasi dapat diperoleh dari Jawatan meteorologi dan geofisika setempat. Apabila lokasi memiliki curah hujan yang tinggi dengan frekuensi diatas 100 hari/tahun, maka kurang baik untuk membangun hatchery krustasea, Karena hujan yang terus menerus akan mempengaruhi kondisi kualitas air, terutama suhu, salinitas dan keadaan plankton. Curah hujan yang tinggi juga dapat menyebabkan banjir. Selain itu, untuk kegiatan pembenihan yang dilakukan secara outdoor (misalnya kultur plankton), akan mengalami kesulitan, diakibatkan karena untuk menghindari curah hujan yang masuk ke dalam wadah kultur plankton, maka wadah harus ditutup. Sirkulasi udara wadah yang ditutup terlalu lama dapat menjadi tidak lancar dan suhu air akan terus meningkat, sehingga mengganggu proses metabolisme plankton. Daerah yang cocok untuk membangun unit pembenihan krustasea adalah daerah yang memiliki curah hujan dibawah 100 hari/tahun.
c) Dekat Pantai
Sebagian besar aktivitas utama pembenihan krustasea terkait dengan air laut, karena seluruh kegiatan yang dilakukan dalam pembenihan menggunakan air laut dan air payau (yang merupakan percampuran air tawar dan air laut), seperti pemeliharaan induk, penetasan telur, pemeliharaan larva dan benih, serta kultur pakan alami. Agar kegiatan – kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan mudah, maka lokasi yang dipilih untuk membangun unit hatchery krustasea harus dekat dengan pantai, yang mempunyai fluktuasi pasang surut 2 – 3 m, sehingga air laut bersih dapat dipompa dengan mudah. Selain itu, lokasi yang dekat dengan pantai memiliki suhu yang sesuai untuk pemeliharaan larva krustasea, yaitu berkisar antara 30 – 33 oC.
d) Tekstur Tanah
Tekstur tanah memiliki peranan yang penting dalam pemilihan lokasi, karena tekstur tanah ini berkaitan erat dengan kualitas tanah. Selain itu, tanah mempunyai kemampuan dalam menyerap dan melepaskan unsur hara yang dibutuhkan oleh plankton, sehingga tanah juga merupakan faktor penting dalam menentukan produktivitas suatu kolam. Oleh sebab itu, perlu dilakukan analisis tipe dan tekstur tanah yang nantinya berpengaruh terhadap kualitas air. Tekstur tanah ditentukan oleh perbandingan relatif dari ketiga fraksi tanah yaitu pasir, liat dan debu. Fraksi pasir ukurannya lebih besar dibandingkan fraksi debu dan liat. Sedangan fraksi liat memiliki ukuran partikel yang paling kecil dibandingkan keduanya. Fraksi liat ini lah yang bertindak sebagai tempat menyimpan air dan unsur makanan yang penting bagi biota krustasea. Tekstur tanah yang semakin kompak, akan semakin baik, sehingga kolam yang dibangun di atas tanah akan menjadi kedap air, tidak akan mudah bocor. Kekedapan tanah ini berhubungan erat dengan keadaan fisik tanah. Secara umum, kriteria kualitas tanah untuk budidaya krustasea adalah seperti pada Tabel 2 berikut ini.
Untuk menjamin kolam yang dibangun mampu menahan air, maka sebaiknya dipilih lokasi dengan tekstur tanah yang kedap air, misalnya lempung berpasir dan liat, lempung liat (clay loam), lempung berpasir (sandy loam) dan lempung berdebu (silty loam). Tanah yang memiliki kandungan pasir lebih besar (> 40%), dapat dibangun kolam. Oleh karena itu, tanah yang paling baik untuk melakukan kegiatan pembenihan adalah lempung liat berpasir dengan perbandingan 7 : 3 (Rahmatun, 1984). Tanah dengan tekstur seperti ini mudah dipadatkan dan keras, sehingga selain mampu menahan air juga pematang menjadi lebih mudah dan kuat. Selain itu, tanah bertekstur lempung berpasir mempunyai permukaan yang lebih luas yang akan memudahkan terjadinya reaksi fisika dan kimia dengan udara. Selain tekstur, pH tanah juga merupakan salah satu indikator kesuburan tanah. pH tanah yang baik berkisar antara 7,0 – 8,5.
a. Persyaratan Lokasi
Beberapa persyaratan lokasi pembenihan krustasea antara skala kecil (HSRT) tidak jauh berbeda dengan skala besar. Kondisi lokasi yang dipersyaratkan untuk pembenihan krustasea tidak hanya berpedoman pada faktor keuntungan saja, namun harus mempertimbangkan dari berbagai faktor yaitu faktor teknis dan non teknis. Sehingga untuk menentukan lokasi usaha pembenihan krustasea perlu dilakukan studi atau analisis tentang topografi lahan, tanah, sumber air, iklim, meteorologi dan ekosistem yang dapat diperoleh dari data dan informasi yang dikumpulkan. Data dan informasi tersebut dapat diperoleh baik dari instansi terkait atau secara langsung dari lapangan. Data yang diperoleh dari instansi terkait disebut data sekunder, sedangkan data yang langsung diperoleh dari lapangan disebut data primer. Selain itu, juga diperlukan adanya informasi mengenai keadaan sosial ekonomi masyarakat dan kemudahan dalam mensuplai bahan – bahan sarana produksi atau kemudahan dalam transportasi.
1) Persyaratan teknis
a) Topografi Lahan
Secara ilmiah, topografi berarti studi tentang bentuk permukaan bumi dan objek lain seperti planet, satelit alami (bulan dan sebagainya), dan asteroid. Namun, mengidentifikasi jenis lahan juga termasuk bagian dari objek studi topografi. Dalam bidang perikanan, topografi ini penting diketahui terutama pada saat akan membangun gedung pembenihan atau lahan pertambakan. Data tentang topografi dapat digunakan untuk menentukan desain kolam dan letaknya. Dengan menggunakan peta topografi, maka akan terlukis tinggi rendahnya permukaan lahan dibanding dengan permukaan laut. Lahan untuk pembangunan hatchery krustasea sebaiknya datar, terletak dekat hulu sumber air, sehingga pengambilan air laut dapat dilakukan dengan mudah. Elevasi lahan pun harus mampu mengalirkan buangan air dengan sempurna, sehingga tidak menimbulkan genangan. Selain itu, dengan mengetahui keadaan topografi tanah, maka kedalaman tanah dan saluran dapat ditentukan secara lebih tepat, sehingga dapat memanfaatkan energi pasang surut semaksimal mungkin.
b) Iklim dan Curah hujan
Data iklim dari lokasi dapat diperoleh dari Jawatan meteorologi dan geofisika setempat. Apabila lokasi memiliki curah hujan yang tinggi dengan frekuensi diatas 100 hari/tahun, maka kurang baik untuk membangun hatchery krustasea, Karena hujan yang terus menerus akan mempengaruhi kondisi kualitas air, terutama suhu, salinitas dan keadaan plankton. Curah hujan yang tinggi juga dapat menyebabkan banjir. Selain itu, untuk kegiatan pembenihan yang dilakukan secara outdoor (misalnya kultur plankton), akan mengalami kesulitan, diakibatkan karena untuk menghindari curah hujan yang masuk ke dalam wadah kultur plankton, maka wadah harus ditutup. Sirkulasi udara wadah yang ditutup terlalu lama dapat menjadi tidak lancar dan suhu air akan terus meningkat, sehingga mengganggu proses metabolisme plankton. Daerah yang cocok untuk membangun unit pembenihan krustasea adalah daerah yang memiliki curah hujan dibawah 100 hari/tahun.
c) Dekat Pantai
Sebagian besar aktivitas utama pembenihan krustasea terkait dengan air laut, karena seluruh kegiatan yang dilakukan dalam pembenihan menggunakan air laut dan air payau (yang merupakan percampuran air tawar dan air laut), seperti pemeliharaan induk, penetasan telur, pemeliharaan larva dan benih, serta kultur pakan alami. Agar kegiatan – kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan mudah, maka lokasi yang dipilih untuk membangun unit hatchery krustasea harus dekat dengan pantai, yang mempunyai fluktuasi pasang surut 2 – 3 m, sehingga air laut bersih dapat dipompa dengan mudah. Selain itu, lokasi yang dekat dengan pantai memiliki suhu yang sesuai untuk pemeliharaan larva krustasea, yaitu berkisar antara 30 – 33 oC.
d) Tekstur Tanah
Tekstur tanah memiliki peranan yang penting dalam pemilihan lokasi, karena tekstur tanah ini berkaitan erat dengan kualitas tanah. Selain itu, tanah mempunyai kemampuan dalam menyerap dan melepaskan unsur hara yang dibutuhkan oleh plankton, sehingga tanah juga merupakan faktor penting dalam menentukan produktivitas suatu kolam. Oleh sebab itu, perlu dilakukan analisis tipe dan tekstur tanah yang nantinya berpengaruh terhadap kualitas air. Tekstur tanah ditentukan oleh perbandingan relatif dari ketiga fraksi tanah yaitu pasir, liat dan debu. Fraksi pasir ukurannya lebih besar dibandingkan fraksi debu dan liat. Sedangan fraksi liat memiliki ukuran partikel yang paling kecil dibandingkan keduanya. Fraksi liat ini lah yang bertindak sebagai tempat menyimpan air dan unsur makanan yang penting bagi biota krustasea. Tekstur tanah yang semakin kompak, akan semakin baik, sehingga kolam yang dibangun di atas tanah akan menjadi kedap air, tidak akan mudah bocor. Kekedapan tanah ini berhubungan erat dengan keadaan fisik tanah. Secara umum, kriteria kualitas tanah untuk budidaya krustasea adalah seperti pada Tabel 2 berikut ini.
Untuk menjamin kolam yang dibangun mampu menahan air, maka sebaiknya dipilih lokasi dengan tekstur tanah yang kedap air, misalnya lempung berpasir dan liat, lempung liat (clay loam), lempung berpasir (sandy loam) dan lempung berdebu (silty loam). Tanah yang memiliki kandungan pasir lebih besar (> 40%), dapat dibangun kolam. Oleh karena itu, tanah yang paling baik untuk melakukan kegiatan pembenihan adalah lempung liat berpasir dengan perbandingan 7 : 3 (Rahmatun, 1984). Tanah dengan tekstur seperti ini mudah dipadatkan dan keras, sehingga selain mampu menahan air juga pematang menjadi lebih mudah dan kuat. Selain itu, tanah bertekstur lempung berpasir mempunyai permukaan yang lebih luas yang akan memudahkan terjadinya reaksi fisika dan kimia dengan udara. Selain tekstur, pH tanah juga merupakan salah satu indikator kesuburan tanah. pH tanah yang baik berkisar antara 7,0 – 8,5.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Our Akuntansi
0 komentar:
Post a Comment