-->

Pemijahan Induk krustasea - Pemijahan Secara Alami

Sama seperti pada ikan, pemijahan terhadap krustasea dapat dilakukan secara alami dan buatan (inseminasi buatan). Pemijahan secara alami adalah proses bertemunya sel telur dan sperma secara alami, tanpa kontribusi manusia. Sedangkan pemijahan buatan yang dilakukan melalui inseminasi buatan adalah proses dimana sel sperma dimasukkan oleh manusia ke dalam telikum (alat kelamin betina).

Proses pemijahan alami biasa dilakukan pada kebanyakan hatchery udang komersial, namun tidak sedikit pula hatchery skala besar yang melakukan inseminasi buatan. Keuntungan menggunakan inseminasi buatan adalah bahwa waktu kopulasi (perkawinan) dapat terjadi lebih cepat dan sesuai dengan yang kita inginkan. Sedangkan kelemahan inseminasi buatan adalah jumlah larva yang dihasilkan tiap udang betina sekali bertelur lebih sedikit dibandingkan dengan larva yang dihasilkan dari pemijahan secara alami. Selain itu, secara alami, sel sperma yang berasal dari satu ekor induk jantan mampu untuk membuahi sel telur dari dua ekor induk betina, namun pada sistem inseminasi buatan, sperma yang berasal dari satu ekor induk jantan digunakan untuk membuahi sel telur seekor induk betina.

1) Pemijahan Secara Alami 

Pada pemijahan secara alami, sebelum melakukan pemijahan, induk akan melakukan proses perkawinan (kopulasi) terlebih dahulu. Proses perkawinan udang biasanya terjadi pada malam hari (kondisi gelap). Namun pada kepiting, perkawinan juga dilakukan pada siang hari, saat suhu air mulai naik. Tidak ada perbedaan secara mendasar antara kopulasi udang dengan kepiting. Perilaku perkawinan udang dan kepiting ini meliputi tiga proses, yaitu moulting (ganti kulit), proses kopulasi dan proses pengeluaran telur.

Sebelum terjadinya proses perkawinan, induk betina akan berganti kulit terlebih dahulu (prematting moult). Pada saat prematting moult tersebut, induk betina mengeluarkan hormon feromone yang dapat menarik induk jantan untuk melakukan kopulasi (perkawinan). Diketahui bahwa hormon feromone adalah hormon yang dimiliki oleh induk betina dan berfungsi sebagai daya tarik sexual. Hormon feromone ini terdiri dari dua macam, yaitu yang merangsang perilaku perburuan/pengejaran dan merangsang proses kawin. Hormon feromone pemacu perilaku perburuan sifatnya stabil dalam air, sedangkan feromone perangsang perkawinan sifatnya cepat rusak dan hanya akan dikeluarkan saat induk betina bersentuhan dengan induk jantan. Menurut para ahli, hormon feromone yang merangsang perkawinan  diduga hanya diproduksi oleh induk betina yang benar – benar sudah matang telur dan siap untuk kawin. Oleh karena hormon feromone inilah, satu ekor induk betina bisa saja didekati oleh lebih dari satu ekor jantan pada saat yang bersamaan, terutama untuk betina yang telah matang ovariumnya. 

Molting menyebabkan induk betina lemah, sehingga kopulasi terjadi pada fase intermolt, yaitu 3 – 6 jam setelah prematting moult. Pada kondisi intermolt  ini, tubuh induk betina sudah mulai pulih, akan tetapi telikum masih terbuka dan lunak. Periode antar ganti kulit (intermolt) pada krustasea dapat berlangsung selama kurang dari 24 jam hingga 2 atau 3 hari. Telikum yang terbuka dan lunak tersebut akan memudahkan induk jantan untuk memasukkan petasmanya dan menyemprotkan sperma pada  telikum induk betina, untuk kemudian disimpan hingga saatnya pemijahan.

Pada udang galah dan lobster, proses kopulasi diawali dengan fore play. Induk udang jantan akan mencumbu betina, mengangkat kepalanya, menaikkan badannya, melambai - lambaikan dan mengulurkan capitnya seperti isyarat memeluk induk betina, diiringi dengan gerakan – gerakan hentakan. Proses fore play ini dapat berlangsung selama 10 – 20 menit, sampai akhirnya induk udang betina akan mendatangi induk jantan. Setelah induk jantan berhasil memeluk induk betina dengan capitnya, maka secara bersamaan induk jantan akan membersihkan kulit bagian ventral induk betina menggunakan kaki jalannya. Proses ini berlangsung selama 10 – 15 menit. Selanjutnya induk jantan membalikkan tubuh induk betina hingga bagian ventral kepala-dada keduanya saling berhadapan, sehingga induk jantan dapat memasukkan petasmanya dari atas kedalam telikum induk betina. Udang jantan akan mengeluarkan spermanya dan sperma tersebut akan ditampung pada spermatheca diantara kaki jalan betina. Selama kopulasi, keadaan ini tetap dipertahankan.


Tidak jauh berbeda dengan udang galah, udang vannamei dan udang windu melakukan kopulasi pada senja hari, dengan durasi perkawinan hanya sekitar 3 – 16 detik. Kopulasi dimulai saat udang jantan mendekati udang betina dengan berjalan di dasar bak, dari arah belakang udang betina dan mendekatkan kepalanya ke ekor betina. Adakalanya induk betina belum siap untuk melakukan kopulasi sehingga akan lari menghindari induk jantan. Namun apabila induk betina telah siap kawin, maka secara parallel udang akan berenang bersama – sama (berkejaran) dengan posisi induk betina di atas dan induk jantan di bawah. Setelah jantan dan betina berkejaran, maka induk jantan akan membalikkan tubuhnya sehingga bagian perut keduanya berhadapan dan saling menempel, dan dengan kaki jalannya, induk jantan akan memeluk induk betina. Pada posisi ini, induk jantan akan mengeluarkan cairan mani (spermatophora) yang kental dari petasma dan memasukannya ke dalam telichum udang betina. Sperma tersebut akan disimpan dan dikeluarkan untuk membuahi sel telur apabila sel telur dikeluarkan dari ovarium induk betina yang telah matang. Posisi ini hanya berlangsung selama 1 – 2 detik saja. Apabila spermatophora tidak dapat tersalurkan, maka  dengan segera induk jantan akan berbalik ke posisi tertelungkup dan berenang berdampingan dengan induk betina. Dalam waktu singkat, induk jantan berbalik telentang dengan posisi di bawah betina dan menempelkan petasmanya kembali untuk memasukkan spermatophora ke dalam telikum induk betina. Proses ini bisa terjadi selama 2 – 3 kali. Namun apabila induk betina telah benar – benar matang gonad, perkawinan akan selalu berhasil. 



Secara ringkas, perkawinan udang terjadi melalui beberapa fase  yang terbagi menjadi 4 tahapan, yaitu :
1)   Udang secara parallel berenang bersama – sama dengan posisi betina diatas dan jantan di bawah.
2)   Udang jantan berputar keatas, sehingga bagian perutnya saling menempel.
3)   Udang jantan berputar tegak lurus terhadap tubuh udang betinanya.
4)   Udang jantan melingkari tubuh udang betina dan membentuk huruf “U” serta menghentakan kepala dan ekor secara bersamaan. 

kepiting jantan menemukan sumber feromone, maka induk jantan akan naik ke atas karapas kepiting betina yang akan melakukan ganti kulit (moulting). Selama kepiting betina mengalami proses pergantian kulit, kepiting jantan akan melindunginya sampai cangkang terlepas dari tubuh kepiting induk betina. Kondisi seperti itu disebut  “doubler formation” atau “ premating embrace” dan berlangsung selama 2 – 4 hari. Selanjutnya, saat tubuh kepiting betina lunak, kepiting jantan akan membalikkan tubuh kepiting betina untuk melakukan kopulasi. Proses pengeluaran sperma oleh induk jantan biasanya akan terjadi selama 7 – 12 jam setelah proses ganti kulit selesai. Spermatofor yang telah dikeluarkan oleh kepiting jantan akan disimpan di dalam spermateka kepiting betina sampai telur siap dibuahi. Proses pembuahan sel telur oleh sperma biasanya akan terjadi setelah beberapa minggu atau bulan kemudian.

Pemijahan terjadi apabila sel sperma yang disimpan di dalam telikum induk betina dikeluarkan untuk membuahi sel telur saat sel telur yang telah matang dikeluarkan oleh induk betina. Proses ini disebut dengan ovulasi, yaitu proses keluarnya sel telur (oosit) yang telah matang dari folikel dan masuk ke dalam rongga ovarium atau rongga perut

Sel telur sebelum dibuahi memiliki 2 kutub, yaitu kutub anima dan kutub vegetal. Kutub anima adalah kutub dimana terdapat sitoplasma dan berkumpul di sebelah telur bagian atas, sedangkan kutub vegetal adalah bagian kutub yang terdapat banyak kuning telur dan berada berlawanan dengan kutub anima. Kuning telur yang ada di bagian tengah keadaannya lebih pekat daripada kuning telur yang ada pada bagian pinggir karena adanya sitoplasma yang banyak terdapat di sekeliling inti telur. Telur pun memiliki tiga selaput yang satu sama lain saling menempel dan tidak ada ruang diantaranya, yaitu selaput kapsul (chorion), adalah selaput terluar yang melingkupi sitoplasma telur, dan pada selaput ini terdapat sebuah mikrofil, yaitu suatu lubang kecil tempat masuknya sperma ke dalam telur saat terjadi pemijahan dan pembuahan. Selaput yang kedua adalah selaput vitelin terletak di bawah selaput kapsul (chorion), berfungsi sebagai penghalang masuknya air jangan sampai merembes ke dalam telur. Selaput yang ketiga adalah selaput plasma yang mengelilingi plasma telur.  
Sesaat setelah sperma masuk ke dalam mikrofil, maka chorion akan mengeras dan mencegah masuknya sperma lain dalam satu telur yang telah berhasil dibuahi. Saat inilah, selaput chorion juga akan terlepas dengan selaput vitelline dan membentuk ruang yang dinamakan ruang perivitelline. Adanya ruang perivitelline ini, maka telur dapat bergerak lebih bebas selama dalam perkembangannya, selain itu dapat juga mereduksi pengaruh gelombang terhadap posisi embrio yang sedang berkembang. Sperma yang bergerak menuju lubang mikrofil sebenarnya distimulasi oleh adanya Gimnogamon I yang dieksresikan oleh telur. Setelah sperma menempel pada telur, telur akan mengeluarkan Androgamon I untuk menekan motilitas sperma dan Gymnogamon II untuk menggumpalkan sperma. 

Berjuta-juta sperma menempel pada sel telur tetapi hanya satu sperma yang bisa masuk melalui microfil. Kepala sperma masuk dan ekornya tertinggal diluar, sebagai sumbat microfil sehingga yang lain tidak bisa masuk. Berjuta-juta sperma yang menempel pada telur disingkirkan oleh telur dengan reaksi kortek. Karena apabila tidak disingkirkan akan mengganggu metabolisme zigot

Perlu diketahui Sekali induk udang atau  kepiting melakukan kopulasi, sperma yang disimpan dalam tubuh induk betina dapat digunakan untuk membuahi sel telur sebanyak dua periode atau lebih.
Pemijahan secara alami biasanya terjadi antara pukul 02.00 dan pukul 03.00 pagi hari. Pada udang windu dan vannamei, induk udang yang memijah dapat diketahui dari air media yang menjadi kotor dan keruh, banyak telur berada di dasar bak serta pada permukaan air terlihat adanya buih berwarna merah muda. Jika telur sudah disemburkan secara sempurna, induk udang harus segera dikembalikan ke bak pemeliharaan induk dan dipelihara lagi sampai mencapai TKG III tanpa dilakukan ablasi mata kembali. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah agar telur yang sudah dikeluarkan tidak dimakan lagi oleh induk udang.

Sedangkan untuk kepiting, udang galah dan lobster, induk udang yang telah memijah terlihat dari adanya telur yang menempel pada kotak pengeram (broodchamber) di bagian perut (udang galah dan lobster) atau melekat pada rambut – rambut pleopoda (kepiting). Lima sampai tujuh hari setelah terjadinya kopulasi, biasanya udang galah betina akan mengeluarkan telur (mengalami TKG 4). Telur yang dikeluarkan oleh induk betina tersebut akan keluar dan dibuahi oleh sperma. Sewaktu proses pengeluaran telur berlangsung, induk bertina berdiri di atas kaki jalannya, kaki renang bergerak dengan gerakan mendayung, ekor menekuk ke arah dalam dan luar serta tubuhnya bergerak miring ke kiri dan kanan. Telur yang terdapat pada spermatheca akan dibuahi oleh sperma. Setelah pembuahan berlangsung, telur akan mengalir dari lubang genitalia ke ruang pengeraman (brood chamber) yang terdapat diantara kaki renang induk betina hingga saatnya menetas.




Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Our Akuntansi


0 komentar:

Post a Comment