-->

BEBERAPA CARA MENENTUKAN FAKTOR PENYESUAIAN


Cara Pertama adalah cara persentase yang merupakan cara yang paling awal digunakan dalam melakukan penyesuaian, besarnya penyesuaian sepenuhnya ditentukan oleh pengukur melalui pengamatannya selama pengukuran. Jadi sesuai dengan pengukuran, pengukur menentukan harga p yang menurut pendapatnya akan menghasilkan waktu normal bila harga ini dikalikan dengan waktu

Misal :
Pengukur berpendapat bahwa p = 110 %. Jika waktu siklusnya telah terhitung sama dengan 14.6 menit, maka waktu normalnya :

Wn = 14.6 x 1.1 = 16.6 menit

Terlihat bahwa penyesuaian dilakukan dengan cara sederhana, sehingga terlihat adanya kekurangtelitian sebagai akibat dari kasarnya cara penilaian. Berdasarkan kelemahan tersebut, dikembangkanlah cara-cara lain yang dipandang lebih obyektif, yaitu cara Shumard, Westinghouse, dan Objektif.
Cara Shumard memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas performance kerja dimana setiap kelas mempunyai nilai sendiri-sendiri.

Tabel 9.1. menunjukkan hal ini :
 
Disini pengukur diberi patokan untuk rnenilai performance kerja operator menurut kelas-
kelas Superfast, Fast +, Fast, Fast —, Excellent dan seterusnya.
Seorang yang dipandang bekerja normal diberi nilai 60, dengan nama performance kerja yang lain dibandingkan untuk menghitung faktor penyesuaian. Bila performance seorang operator dinilai Excellent maka dia mendapat nilai 80, dan karenanya faktor penyesuaiannya adalah
p = 80/60 = 1,33

Jika waktu siklus rata-ratanya sama dengan 276,4 detik, maka waktu norrnalnya:
wn = 276,4 x 1,33 = 367,6 detik

Berbeda dengan cara Shumard diatas, cara Westinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu Keterampilan, Usaha, Kondisi kerja dan Konsistensi Setiap faktor terbagi kedalam kelas-kelas dengan nilainya masingmasing.
Keterampilan atau Skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai
ke tingkat tertentu saja, tingkat mana merupakan kemampuan maksimal yang dapat diberikan pekerja yang bersangkutan. Secara psikologis keterampilan merupakan aptitude pekerja untuk pekerjaan yang bersangkutan. Keterampilan dapat juga menurun yaitu bila telah terlampau lama tidak menangani pekerjaan tersebut, atau karena sebab-sebab lain seperti karena kesehatan yang terganggu, rasa fatique yang berlebihan, pengaruh lingkungan sosial dan sebagainya.
Untuk keperluan penyesuaian keterampilan dibagi menjadi enam kelas dengan ciri-ciri dari setiap kelas seperti yang dikemukakan berikut ini:

SUPER SKILL:
1.  Secara bawaan cocok sekali dengan pekerjaannya.
2. Bekerja dengan sempurna.
3. Tampak seperti telah berlatih dengan sangat balk.
4. Gerakan-gerakannya halus tapi sangat cepat sehingga sulit untuk diikuti.
5. Kadang-kadang terkesan tidak berbeda dengan gerakan-gerakan mesin.
6. Perpindahan, dari satu elemen pekerjaan ke elemen lainnya tidak terlampau terlihat karena lancarnya.
7. Tidak terkesan adanya gerakan-gerakan berpikir dan merencana tentang apa yang dikerjakan (sudah sangat otomatis).
8. Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerja yang bersangkutan adalah pekerja terbaik.

EXCELLENT SKILL :
1.  Percaya pada diri sendiri
2.   Tampak cocok dengan pekerjaannya.
3. Terlihat telah terlatih baik
4. Bekerjanya teliti dengan tidak banyak melakukan pengukuranpengukuran atau pemeriksaan-pemeriksaan.
5. Gerakan-gerakan kerjanya beserta urutan-urutannya dijalankan tanpa kesalahan.
6. Menggunikan peralatan dengan baik
7. Bekerjanya cepat tanpa mengorbankan mutu
8. Bekerjanya cepat tetapi halus.
9. Bekerja berirama dan terkoordinasi 

GOOD SKILL :
1.  Kualitas hasil baik
2. Bekerjanya tampak lebih baik daripada kebanyakan pekerja umumnya
3. Dapat memberi petunjuk-petunjuk pada pekerja lain yang keterampilannya lebih rendah.
4. Tampak jelas sebagai pekerja yang cakap
5. Tidak memerlukan banyak pengawasan
6. Tiada keragu-raguan
7. Bekerjanya "stabil"
8. Gerakan-gerakannya terkoordinasi dengan baik
9. Gerakan-gerakannya cepat.

AVERAGE   SKILL                  :
1. Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri
2.  Gerakan-gerakannya tidak cepat tetapi tidak lambat
3. Terlihat adanya pekerjaan-pekerjaan perencanaan
4. Tampak sebagai pekerja yang cakap
5. Gerakah-gerakannya cukup menunjukkan tiadanya ke raguraguan
6. Mengkoordinasi tangan dan pikiran dengan cukup baik
7. Tampak cukup terlatih dan karenanya mengetahui seluk beluk pekerjaannya
8. Bekerjanya cukup teliti
9. Secara keseluruhan cukup memuaskan.

FAIR SKILL    :
1.   Tampak terIatilih tetapi belum cukup baik
2.   Mengenai peralatan dan lingkungan secukupnya
3. Terllhat adanya perencanaan-perencanaan sebelurn melakukan gerak-. an
4. Tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup
5. Tampaknya seperti tidak cocok dengan pekerjaannya tetapi telah ditempatkan dipekerjaan itu sejak lama.
6. hiengetahui apa yang dilakukan dan harus dilakukan tetapi tampak tidak selalu yakin.
7. Sebagian waktu terbuang karena kesalahan-kesalahan sendiri.
8. Jika tidak bekerja sungguh-sungguh outputnya akan sangat rendah.
9. Biasanya tidak ragu-ragu dalam menjalankan gerakangerakannya.

POOR SKILL:
1.  Tidak bisa mengkoorinasikan tangan dan pikiran
2. Gerakan-gerakannya kaku
3. KeIihatan ketidak yakinannya pada urut-urutan gerakan
4. Seperti yang tidak terlatih untuk pekerjaan yang bersangkutan
5. Tidak terlihat adanya kecocokan dengan pekerjaannya.
6. Ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakan kerja.
7. Sering melakukan kesalahan-kesalahan
8. Tidak ada kepercayaan pada diri sendiri
9. Tidak bisa mengambil inisiatl sendiri. Secara keseluruhan tampak pada kelas-kelas diatas bahwa yang membedakan kelas keterampilan seseorang adalah keragu-raguan, ketelitian gerakan, kepercayaan diri, koordinasi, irama gerakan, "bekas bekas" latihan dan hal-haI lain yang serupa.
Dengan pembagian ini pengukur akan lebih terarah dalam menilai kewajaran pekerja dilihat dari segi keterampilannya. Karenanya faktor penyesualan yang nantinya diperoleh dapat lebih objektif.
Untuk Usaha atau Effort card Westinghouse membagi juga atas kelas-kelas dengan ciri masing-masing. Yang dimaksud dengan usaha disini adalah kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya. Berikut ini adalah enam kelas usaha dengan cirri-cirinya.

EXCESSIVE EFFORT          :
1. Kecepatannya sangat berlebihan
2.   Usahanya sangat sungguh-sungguh tetapi dapat membahayakan kesehatannya
3. Kecepatan yang ditimbulkannya tidak dapat dipertahankan sepanjang hari kerja.

EXCELLENT   EFFORT             :
1.  Jelas terlihat kecepatan kerjanya yang tinggi
2.  Gerakan-gerakannya Iebih "ekonomis" daripada operator- operator biasa.
3. Penuh perhatian pada pekerjaannya
4. Banyak memberi saran-saran
5. Menerima saran-saran dan petunjuk-petunjuk dengan senang
6. Percaya kepada kebaikan maksud pengukuran waktu
7. Tidak dapat bertahan lebih dan beberapa hari..
8. Banaoa atas kelebihannya,
9. Gerakan-gerakan yang salah tezjadi sangat jarang sekaii.
10. Bekerjanya. sistematis
11. Karena lancarnya, perptndartan dari suatu elemen ke elemen lain tidak terlihat.

GOOD EFFORT:  
1.   Bekerja berirarna
2. Saat-saat menganggur sangat sedikit, bahkan kadang-kadang tidal( ada.
3. Penuh perhatian pada pekerjaannya
4. Senang pada pekerjaannya.
5. Kecepatannya baik dan dapat dipertahankan sepanjang hari.
6. Percaya pada kebaikan maksud pengukuran waktu
7. Menerima saran-saran dan petunjuk-petunjuk dengan senang.
8. Dapat memberi saran-saran untuk perbaikan kerja.
9. Tempat kerjanya diatur baik dan rapih
10. Menggunalcan alat-alat yang tepat dengan balk
11. Memellara dengan bailc kondisi peralatan.

AVERAGE  EFFORT                 :      
1.  Tidak sebailc good, tetapi lebih baik dari poor.
2.  Bekezja dengan stabil
3. Menerima saran saran tetapi tidak melaksanakannya.
4. Set up dilaksanakan dengan baik
5. Melalcukan kegiatan kegiatan perencanaan

FAIR EFFORT:.   
1.   Saran saran perbalan diterima dengan kesal.
2. Kadang kadang perhatian-tidak ditujukan pada pekerjaannya.
3. Kurang sungguh sungguh
4. Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya
5. Terjadi sedikit penyimpangan dari cara kerja baku
6. .Alat alat yang dipakainya tidak selalu yang terbaik
7. Terlihat. adanya kecenderungan kurang perhatian pada pekerjaannya
8. Terlarnpau hati hati '
9. Sistematila kerjanya sedang sedang saja
10. Gerakan gerakinnya tidak terencana.

POOR EFFORT : 
1.   Banyak membuang buang waldu
2. Tidak niemperlihafican adanya minai kerja
3. Tidak mau menerimi-saran saran
4. Tampak malas dan bekerja Iambat
5. Melakukan gerain gerakan yang tidak perlu untuk mengambil alat alat dan bahan bahan
6. Tempat kerjanya.tidakdiatur rapih,
7. Tidak perduli pada cooOk/baik tidaknya peralatan yang    dipakai
8. Mengubah ubah tafa letak temvat kerja yang telah diatur
9. Set up kerjanya terlihr.t tidak baik.

Dari uraian diatas terlihat adanya korelasi antara keterampilan dengan usaha. Dalam prakteknya banyak terjadi pekerja yang mempunyai keterampilan rendah bekerja dengan usaha yang lebih sungguh-sungguh sebagai imbangannya. Kadang-kadang usaha ini begitu besarnya sehingga tampak berlebihan dan tidak banyak menghasilkan. SebalBcnya seseorang yang mempunyai keterampilan tinggi tidak jarang bekerja dengan usaha yang tidak mendukung dihasilkannya performance yang lebih balk Iagi. Jadi walaupun hubungan antara "kelas tinggi" pada keterampilan dengan usaha tampak erat sebagaimana juga dengan kelas-kelas rendahnya (misalnya Excellent dengan Excellent, Fair dengan Fair dan sebagainya), kedua faktor ini adalah hal-hal yang dapat terjadi secara terpisah didalarn pelaksanaan pekerjaan. Karenanya cara Westinghouse memisahkan faktor keterampilan dari usaha dalam rangka penyesuaian.

Yang dimaksud dengan kondisi kerja atau Condition pada cara Westing house adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan. Bila tiga faktor lainnya yaitu keterampilan, usaha dan konsisten merupakan apa yaag dicerminkan operator, maka kondisi kea merupakan sesuatu diluar operator yang diterirna aria adanya oleh operator tanpa banyak ke.anarnpuan merubahnya. Oleh sebab itu faktor kondi sating disebut sebagai faktor manajernen, karena pihak inilah yang dapat dan berwenang met ibah atau memperbaikinya.
Kondisi kerja dibagi menjadi enam kelas yaitu Ideal, Excellent, Good, Average, Fair dan Poor. Kondisi yang ideal tidak selalu sama bagi setiap pekerjaan karena berg asarkan karakteristiknya masing-masing pekerjaan membutuhkan kondisi ideal sendiri-sendiri Suatu kondisi yang dianggap good untuk suatu pekerjaan dapat saja dirasakan sebagai fair a:au bahkan poor bagi pekerjaa'n yang lain. Pada dasarnya kondisi ideal adalah kondisi yang paling cocok untuk pekerjaan yang bersangkutan, yaitu yang memungkinkan performance maksimal dart pekerja. Sebaliknya kondisi poor adalah kondisi lingkungan yang tidak membantu jalannya pekerjaan bahkan sangat menghambat pencapaian performance yang balk. Sudah tentu suatu pengetahuan tentang keadaan bagaimana yang disebut ideal, dan bagaimana pula yang disebut poor perlu dimiliki agar perulaian terhadap kondisi kerja dalam rangka melakukan penyesuaian dapat dilakukan dengan seteliti mungkin.
Faktor lain yang harus diperhatikan adalah konsistensi atau Consistency. Faktor ini perlu diperhatikan karena kenyataan bahwa pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah semuanya sama; waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah dari satu sikius ke sliklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan dart hari ke hari. Selama ini masih dalam batas-batas kewajaran masalah tidak timbul, tetapi jika variabilitasnya tinggi maka hal tersebut harus diperhatikan. Sebagaimana halnya dengan faktor-faktor lain, konsistensi juga dibagi mertjadi enam kelas yaitu: Perfect, Excellent, Good, Average, FAir dan Poor, Seseorang yang bekerja perfect adalah yang dapat bekerja dengan waktu penyelesaian yang boleh dikatakan tetap dart saat ke saat. Secara teoritis mesin atau pekerjaan yang waktunya dikendalikan mesin merupakan contoh &mans variasi waktu tidak diharapkan tenadi. Sebaliknya konsistensi yang poor terjadi bila wakt-n-waktu penyelesaiannya berselisai jauh dart rata-rata secara acak. Konsia tensi ratarata atau average adalah bila selisili antara waktu penyelesaian dengan rataratanya tidak besar walaupun aria satu dua yang "Ietaknya" jauh.
Angka-angka yang diberikan bagi setiap kelas dan faktor-faktor diatas diperlihatkan pada tabel 9.2. Dalarn meragbitun.g faktor penvesuaian. bassi keadaan yang dianggap wajar diberi harga
p = 1, sedangkan terhadap penyimpangan dart keadaan ini harga p nya ditambah dengan angkaangka yang sesuai dengan ke empat faktor diatas. Sebagai contoh jika waktu siklus rata-rata sama dengan 124,6 detik dan waktu ini dicapai dengan keterampilan pekerja yang dinilai fair (E 1 ), usaha good (C_,), kondisi excellent (8) dan konsistensi poor (F), maka tambahan terhadap
p = 1 adalah:
Jadi p = (1-0,03) atau p = 0,97 sehingga waktu normalnya: Wn = 124,6 x 0,97 = 120,9 detik
Agar diperhatfkal oleh pars pembaca bahwa p yang besarnya sama dengan 0,97 bukanlah sekedar hasil penjumlahan nilai dart kelas kelas yang bersangkutan tctapi juga merupakan
hasil interaksi kelas-kelas keempat falctor:tersebut. Artinya nilai-nilai tersebut hanya dapat berlaku setelah dijumlahkan (baca: diinteraksikan) satu sama lain. Jika penilaian hanya dilakukan terhadap sebagian dart 4 faktor terscbut, angka angka tersebut tidak berlaku, dan te.n:anya akar, memberikan harga p yang tidak tepat.
a 5-2rnpailah kita dengan cara penyesuaian terakhir yang akan dibahas di-
sini yaitu cara yaitu carts yang memperhatikan 2 faktor: kecepatan kerja dan ting_kat kesulitaz. pekerjaan. Kedua faktor inilah yang dipandang secara bersama-sama inars.enentukan besarnya harga p untuk mendapatkan waktu normal.
Kecepa:a7 kerja adalah kecepatan dalam melakukan pckerjaan dalam pengertian
biasa. Disini harus melakukan penilaian tentang kewajaran kecepatan kerja yang ditunjukk_a..-. oleh operator. Jika operator bekerja dengan kecepatan wajar kepadanya
diberi nilai satu: atau p = L Notasi p adalah bagian dart faktor penyesuaian yaitu untuk keccpatan kerjanya. Jikci kecepatannya dianggap terlalu tinggi maka p 1) 1 dan sebaliknya p i< jika terlalu larnbat. Cara menentukan, besarnya p, ini tidak berbcda dengan cara me nentukan faktor penyesuaian dengan cara presentase yang telah dibicarakan diatas. Perbedaannya terletak pada yang dinilainya. Pada yang ditulis terakhir Yan,g dinilai adalah keadaan keseluruhan yaitu semua keadaan yang dianggap berpengaruh pada kewajaran kerja, sedangkan pada cara objektif yang dinilai hanya kecepatannya saja.
Untuk kesulitan kerja disediakan sebuah tabel yang menunjukkan bcrhagai keadaan kesulitan kerja seperti apakah pekerjaan tersebut memerlukan banyak anggota badan, apakah ada pedal kaki dan sebagainya. Ini semua diperlihatkan pada tabel 9.3. Angka angka yang ditunjukkan disini adalah dalarn perseratus'.dan jika nilai dari setiap kondisi kesulitan kerja yang bersangkutan dengan pekerjaan yang sedang- diukur dijumlahkan akan menghasilkan p2 yaitu notasi bagi bagian penyesuaian objektif untuk tingkat kesulitan pekerjaan. Jadi jika untuk suatu pekerjaan diperlulcan gerakan-gerakan lengan bagian atas, siku, pergelangan tangan dan jari (C), tidak ada pedal kaki (F), kedua tangan bekerja bergantian (H), koordinasi mata dengan tangan sangat dekat

Cara Shumard, Westinghouse dan obyektif dirnaksudkan untuk lebih mengobyektifkan penyesuaian karena cara presentase sangat dipengaruhi oleh subyektifitas pengukur. Memang pada cara yang disebut terakhir, seorang pengukur melakukan penilaian keseluruhan, yaitu menilai semua faktor yang dianggap berpengaruh sekaligus. Dengan eara ini pengukur tidak mempunyai sistematika yang jelas sehingga jika dia memberi harga p = 1,20, dan kepadanya ditanyakan seberapa misalnya besar faktor kondisi telah diperhitungkan dal= angka tersebut, is akan sulit menjawabnya.
 
 

 

Bila pekerjaan yang sama dinilai secara Westinghouse misalnya, pengukur diarahkan penilaiannya melalui faktor-faktor yang berpengaruh dan melalui kelaskelas dari setiap faktor. Dengan cara seperti ini mungkin saja diperoleh p = 1,28 atau p = 1,16 yang berbeda dengan p yang diperoleh dengan cara presentase.

Tidaklah mudah untuk menyatakan yang mana yang lebih baik karena keduanya diperoleh dari penilaian pribadi pengukur. Namun bagaimanapun perbedaan pendapat diantara cara-cara diatas jelas kiranya bahwa cara-cara seperti Shumard, Westinghouse, objektif dan lain-lainnya (seperti Bedaux dan sintesis yang tidak dibahas dalam buku ini) dimaksudkan lebih mengobjektifkan cara, dan memang dirasakan lebih objektif.



Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Our Akuntansi


0 komentar:

Post a Comment