-->

Kelangkaan

 Kelangkaan flora Indonesia merupakan mimpi buruk bagi para ahli botani khususnya dan rakyat Indonesia pada umumnya.  Indonesia yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia bersama-sama Zaire dan Brazil, memiliki resiko terbesar pula dalam hal menerima kenyataan pahit akan terjadinya kelangkaan beberapa jenis genetiknya. Sementara itu, upaya perlindungan dan pengaturan secara hukum terhadap jenis-jenis yang dilindungi masih belum optimal.  Ditambah lagi dengan tidak adanya kepastian hukum terhadap masyarakat pelanggar biodiversitas Indonesia, menyebabkan semakin terpuruknya negara mega biodiversitas ini menjadi negara yang  memiliki daftar tumbuhan langka tertinggi pula. Status kelangkaan (rarity) suatu species pada umumnya dikaitkan dengan tiga kriteria, yaitu:
1)Wilayah penyebaran geografisnya
2)Jumlah populasi lokal
3)Variasi kebutuhan habitat

Bila suatu species secara keseluruhan ditemukan dalam jumlah sedikit, maka species tersebut dikatakan langka. Suatu species juga dikatakan langka jika species tersebut hanya ditemukan di suatu tempat (endemic), meskipun terdapat dalam jumlah yang banyak.

Sebaliknya, jika species ditemukan di berbagai tempat, jumlahnya sedikit, species tersebut juga disebut langka. Status kelangkaan mempunyai kaitan yang erat dengan statuskerawanan suatu species terhadap bahaya punah.  Meskipun belum benar-benar punah, namun bisa saja suatu species berada pada kondisi terancam punah.  Status keterancaman ini dirumuskan dalam konsep kelangkaan, IUCN pada tahun 1994  mengeluarkan kriteria ancaman yang menjadi bahan rujukan secara global.  Kategori keterancaman tersebut dibedakan menjadi sembilan, yaitu:

1)Punah (extinct) Suatu taksa dikategorikan punah jika individu terakhir telah dinyatakan mati

2) Punah di alam (extinct in the wild) Suatu taksa dikategorikan punah di alam jika taksa tersebut diketahui hanya ada dalam budidaya, di karantina atau sebagai suatu populasi yang telah mengalami naturalisasi di luar daerahnya.  Suatu taksa diduga punah di alam jika survey-survei sudah dilakukan pada daerah yang diduga/diketahui sebagai habitatnya, pada waktu tertentu dalam sepanjang daur hidupnya, tetapi taksa tersebut tidak ditemukan lagi.

3) Kritis (critically endangered) Suatu taksa dikategorikan kritis jika fakta terbaik yang ada masuk ke dalam salah satucriteria A sampai dengan E, dan taksa tersebut menghadapi resiko kepunahan yang sangat ekstrim di alam dalam waktu yang sangat dekat.

4) Genting (endangered) Suatu taksa dikategorikan genting jika fakta terbaik yang ada masuk ke dalam salah satu criteria A sampai dengan E, dan taksa tersebut menghadapi resiko kepunahan yang sangat tinggi di alam dalam waktu dekat.

5) Rentan (vulnerable) Suatu taksa dikategorikan rawan jika fakta terbaik yang ada masuk ke dalam salah satu criteria A sampai dengan E, dan taksa tersebut mengalami resiko kepunahan yang tinggi di alam dalam waktu dekat.

6)Nyaris terancam (Near threatened) Suatu taksa dikategorikan nyaris terancam jika taksa tersebut setelah dievaluasi tidak termasuk kategori kritis, genting atau rawan, tetapi mendekatisyarat untuk criteria terancam untuk masa yang akan dating.

7) Tidak terperhatikan (Least concern) Suatu taksa dikategorikan tidak terperhatikan jika taksa tersebut tidak termasuk kategori kritis, genting atau rawan atau nyaris terancam. Taksa-taksa yang penyebarannya luas dan keberadaannya melimpah termasuk dalam kategori ini.

8) Data belum lengkap (data deficeint) Suatu taksa termasuk criteria ini jika informasi distribusi dan atau status populasinya tidak memadai untuk membuat dugaan resiko kepunahan suatu taksa baik secara langsung atau tidak langsung

9) Belum dievaluasi (not evaluated) Suatu taksa dikategorikan belum dievaluasi jika taksa tersebut belum bisa dimasukkan



Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Our Akuntansi


0 komentar:

Post a Comment