Jalan Suci dan Hukum Suci Tian
Sudah menjadi pola pemikiran umum, bahwa banyak hal yang terjadi dan dialami manusia adalah karena sudah menjadi ketetapan Tian. Bahwa Tian Yang Mahatahu itu sudah tahu dan menentukan apa yang akan dilakukan/dikerjakan manusia jauh sebelum manusia itu melakukannya. Ini berarti seluruh hidup kita sudah ditentukan sebelumnya. Jika demikian, maka jelas bahwa apapun kenyataan hidup dan bagaimana reaksi manusia terhadap kenyataan itu adalah sudah ketetapan Tian. Pemahaman ini sangat mungkin didorong oleh rasa ketakutan manusia untuk bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi, karena bila manusia memang memiliki kemampuan dan kebebasan untuk memilih tindakan, berarti ia juga bertanggung jawab atas setiap hal yang terjadi. Jika segala yang terjadi sudah ditentukan, dan manusia tinggal menjalani, maka manusia tidak bisa disalahkan atas apapun situasi dan kondisi yang ada. Manusia selalu mencari sebab-sebab dari luar dirinya untuk setiap permasalahan yang terjadi/menimpanya.
Menyalahkan pihak lain, menyalahkan keadaan, menyalahkan hukum alam, bahkan menyalahkan Tian (yang menurutnya) sebagai penentu semua keadaan yang ia lakukan dan yang ia alami. Lalu, di mana tanggung jawab manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya? Maka menjadi penting untuk kita renungi kembali, pertanyakan, dan teliti kembali, pemahaman tentang turut campur Tian terhadap situasi dan kondisi yang terjadi. Tian Mahakuasa adalah benar untuk kita yakini, tetapi menjadi tidak tepat jika semua yang terjadi pada manusia adalah mutlak ketentuan Tian. Dari sini semoga dapat tergambar sebuah pemahaman baru tentang ke-Mahakuasaan Tian dan ke-Mahatahuan Tian. Manusia telah difirmankan Tian memiliki benih Kebajikan dalam Watak Sejatinya. Bagaimana manusia melaksanakan Firman itu, di situlah yang harus ditentukan dan dipertanggung jawabkan setiap manusia kepada Tian. Tian Yang Mahakuasa dan Mahatahu telah menentukan manusia berbeda kodratnya dengan makhluk ciptaan lainnya. Berbeda dengan tumbuh-tumbuhan dan berbeda pula dengan margasatwa. Tumbuhtumbuhan tidak punya perasaan dan kesadaran instinktif (naluriah), hanya punya daya hidup vegetatif (tumbuh kembang). Margasatwa punya perasaan dan kesadaran instinktif, tetapi tidak dikaruniai benih kebajikan dan daya kehidupan rohani untuk membedakan salah dan benar. Hanya manusia yang dikaruniai daya hidup rohani yang merupakan benih kebajikan, punya hati nurani dan akal budi, sehingga manusia tahu mana yang salah dan mana yang benar. Maka setiap manusia dapat bebas menentukan cara hidupnya, dengan demikian maka manusia harus bertanggung jawab atas segala perilaku hidupnya kepada Tian Yang Maha Esa.
1. Ding
Dari sudut pandang makro, jagat raya telah ditentukan sebelumnya, atau telah ditakdirkan/ditetapkan untuk ada. Artinya, ada hal yang telah ditetapkan dan menjadi pilihan Tian untuk kita, dan terhadapnya kita tidak dapat membantah. Bahwa kita dilahirkan sebagai manusia (lakilaki atau perempuan) dari sepasang ayah ibu yang menjadi orang tua kita, kapan dan di mana kita dilahirkan, adalah bukan pilihan kita; Tian menjadikan kita manusia, menjadikan kita laki-laki atau perempuan. Kita juga tidak dapat menetapkan lebih dahulu kapan kita dilahirkan, begitu juga di mana kita akan dilahirkan kita tak bisa menentukan. Semua yang hidup (diciptakan Tian) diawali dengan kelahiran dan semua yang dilahirkan (hidup) akan diakhiri dengan kematian. Maka kematian dari sesuatu yang dilahirkan, dan kelahiran dari sesuatu yang hidup adalah sebuah ketetapan Tian (taqdir).2. Ming
Ada hal yang memang telah ditentukan sebelumnya, atau telah ditakdirkan/ditentukan untuk ada, tetapi kejadian ’tertentu’ yang dialami manusia tidak ditakdirkan (tidak ditentukan secara mutlak). Kematian adalah ketetapan Tian, artinya bahwa semua yang hidup yang diciptakan Tian akan mengalami kematian (kehendak tetap). Tetapi bagaimana kematian itu terjadi bisa menjadi ‘pilihan’ manusia. Seperti halnya kematian, kelahiran adalah juga ketetapan. Semua yang hidup diawali dengan kelahiran, tetapi bagaimana hidup itu dijalani bukanlah suatu yang telah digariskan mutlak oleh Tian. Tian Yang Maha Esa menciptakan manusia memberkahinya dengan ‘Watak Sejati’ (xing) yang menjadi ’kodrat’ suci manusia. Inilah Firman Tian atas diri manusia. Watak sejati sebagai kodrat suci ini menjadikan manusia berpotensi untuk berbuat bajik, menjadi manusia berbudi luhur yang mampu menempuh Jalan Suci sebagaimana dikehendaki Tian atas manusia. Hal ini menunjukkan bahwa Firman Tian atas diri manusia yang berupa watak sejati itu bukanlah sebuah jaminan yang pasti untuk menjadikan manusia menjadi tetap baik seperti pada awalnya. Manusia memiliki kesempatan untuk memilih, menepati ’kodrat’ nya atau mengingkari “kodrat-nya” itu. Nabi Kongzi bersabda, “Kaya dan berkedudukan mulia ialah keinginan tiap orang, tetapi bila tidak dapat dicapai dengan Jalan Suci, janganlah ditempati. Miskin dan berkedudukan rendah ialah kebencian tiap orang, tetapi bila tidak dapat disingkiri dengan Jalan Suci, janganlah ditinggalkan.” (Lunyu. IV: 5) Kehidupan dan kematian itu adalah kehendak Tian atas manusia, tetapi bagaimana kematian dan kehidupan itu akan dijalani adalah pilihan manusia. Dari sini kita ditunjukkan satu hal penting, bahwa kita (manusia) memiliki kebebasan untuk memilih yang tentunya diikuti dengan kesediaan untuk mempertanggung jawabkannya.Referensi Ayat Mengzi berkata, "Bila dunia dalam Jalan Suci, yang kecil kebajikannya tunduk kepada yang besar Kebajikannya; yang kecil Kebijaksanaannya tunduk kepada yang besar Kebijaksanaannya. Bila dunia ingkar dari Jalan Suci, yang kecil takluk kepada yang besar, yang lemah takluk kepada yang kuat. Kedua hal ini sudah menjadi hukum Tian. Siapa yang mematuhi Tian akan terpelihara, yang melawan Tian akan binasa.” (Mengzi. IVA: 7)
0 komentar:
Post a Comment