Pemimpin yang Damai
1. Kepemimpinan Sang Buddha
Pada pertemuan ini, proses mengamati dapat kalian lakukan dengan membaca materi tentang Kepemimpinan Sang Buddha untuk merumuskan pertanyaanpertanyaan tentang materi yang belum kalian ketahui.Pemimpin yang damai sangat didambakan bawahannya. Pemimpin yang damai dilandasi hati yang bersih dan bebas dari tiga penyakit batin, yaitu keserakahan (lobha), kebencian (dosa), dan kebodohan batin (moha). Kebanyakan pemimpin di dunia sekarang ini masih memiliki tiga penyakit itu. Tidak ada pemimpin yang tidak salah. Selama hati pemimpin masih ada tiga penyakit tadi, maka pasti ada kesalahan dalam memimpin.
Sang Buddha bebas dari keserakahan (lobha), kebencian (dosa), dan kebodohan batin (moha). Oleh karena itu, Sang Buddha tidak pernah bersalah dalam memimpin. Di mana pun Sang Buddha berada, selalu membawa damai. Kata-kata yang disampaikan oleh Sang Buddha selalu membawa kesejukan dan kedamaian bagi pendengarnya. Ajaran yang digunakan oleh Sang Buddha untuk memimpin, sangat indah pada awalnya, indah pada pertengahannya, dan indah pada akhirnya. Dalam Dhammapada 183, Sang Buddha mengajarkan kedamaian;
“Jangan membalas kebencian dengan kebencian, balaslah kebencian dengan cinta kasih”.
Sehubungan dengan hal itu, Sang Buddha juga mengajarkan tentang syarat seorang pemimpin yang baik dan damai. Dalam kitab Jataka 80, Sang Buddha mengajarkan sepuluh syarat seorang pemimpin (Dasa Raja Dhamma), yaitu:
Dasa Raja Dhamma
1. Bermurah hati (dana); bersedia mengorbankan hartanya demi kepentingan yang dipimpinnya.2. Bermoral (sila); memiliki sikap yang baik dalam pikiran, ucapan, dan perbuatan.
3. Rela berkorban (paricagga); rela mengorbankan kesenangan atau kepentingan pribadi demi kepentingan orang banyak.
4. Tulus hati dan bersih (ajjava); memiliki kejujuran, ketulusan sikap maupun pikiran.
5. Ramah, sopan dan santun (maddava); memiliki sikap ramah, simpatik, dan menjaga sopan santun melalui pikiran, ucapan, dan perbuatan.
6. Sederhana (tapa); membiasakan diri dalam hidup kesederhanaan dan tidak berlebih-lebihan dalam kebutuhan hidup.
7. Tidak berniat jahat, bermusuhan, dan membenci (akkodha); memiliki sifat pemaaf dan bersahabat, menjauhi niat jahat, permusuhan dan kebencian.
8. Tanpa kekerasan (avihimsa); tidak menyakiti hati orang lain, memelihara sikap kekeluargaan, senang pada perdamaian, menjauhi segala sikap kekerasan dan penghancuran hidup.
9. Sabar dan rendah hati (khanti); memiliki kesabaran pada saat mengalami halangan dan kesulitan. Memiliki kerendahan hati pada saat menghadapi hinaan dan celaan.
10. Tidak menimbulkan pertentangan (avirodhana); tidak menentang dan menghalangi kehendak mereka yang dipimpinnya.
Kesepuluh syarat pemimpin di atas, sebagian besar berisikan pengendalian diri sendiri. Sang Buddha mengajarkan cara menguasai diri sendiri sebagai dasar agar dapat menjadi pemimpin yang baik. Bukan cara menguasai atau memaksa orang lain yang dipimpin. Seni kepemimpinan Buddhis adalah seni memimpin diri sendiri baru kemudian orang lain. Karena keteladanan adalah cara yang paling ampuh dalam memimpin sekelompok orang atau organisasi. Dengan demikian, maka yang dipimpinya akan menjadi damai.
2. Kepemimpinan Raja Asoka
Selain kepemimpinan Sang Buddha yang membuat damai, ada raja dunia yang amat terkenal dalam kepemimpinan, yaitu raja Asoka. Awalnya ia adalah raja yang bengis dan kejam yang penuh keserakahan. Ia bahkan membunuh puluhan ribu musuh termasuk saudara-saudaranya sendiri. Namun ia berbalik 180 derajat setelah mengenal ajaran Sang Buddha. Asoka memimpin rakyatnya dengan penuh cinta kasih, bijaksana, adil, dan banyak berkorban untuk rakyatnya.Ajaran kepemimpinan damai raja Asoka tertuang dalam Prasasti Batu Kalinga No. XXII berikut:
Kepemimpinan raja Asoka yang demikian itu terbukti membuat bangsanya menjadi damai dan sejahtera. Suatu bangsa akan menjadi damai dan sejahtera jika terjalin kokohnya persatuan dan kesatuan.
Di dalam Maha Parinibbana Sutta, Sang Buddha mengemukakan tujuh syarat kesejahteraan suatu bangsa yang membuat damai, yaitu: (1) sering mengadakan pertemuan dan permusyawaratan; (2) selalu berusaha mencapai mufakat; (3) menjunjung tinggi konstitusi; (4) menghormati pemimpin; (5) menghormati kedudukan wanita; (6) kewajiban beragama; dan (7) melindungi para pemimpin agama atau orang suci.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Our Akuntansi
0 komentar:
Post a Comment