-->

Damai Bersama Sang Buddha

 Lanjutkan proses pengamatan gambar dengan membaca dan mencermati uraian materi berikut. Selanjutnya, ungkapkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang belum kalian ketahui. Suku Koliya dan Suku Sakya bertikai memperebutkan air Sungai Rohini untuk mengairi ladang mereka. Sang Buddha menghentikan pertikaian kedua suku itu. Pada saat kedua suku itu sedang menuai hasil ladang mereka. Suku Koliya yang sedang bekerja, berkata:
“Apabila air sungai ini dibagi dua, tentu saja tidak cukup untuk mengairi ladang-ladang kita. Sedangkan ladang-ladang kita ini menggunakan sistem pengairan tunggal. Seharusnya, kitalah yang menguasai air sungai ini.”
Penduduk Suku Sakya yang mendengar kata-kata mereka, lalu menjawab:
“Hai, kalian jangan berkata begitu! Ladang-ladang kami juga menggunakan sistem pengairan tunggal, seharusnya kamilah yang memiliki air sungai ini.”
“Enak saja! Kami tidak akan berikan air sungai ini kepadamu!”

Pembicaraan kedua suku itu semakin sengit. Mereka saling mengejek dan menjelek-jelekkan sehingga timbul pertikaian dan mulai saling memukul. Pertikaian itu menjadi semakin sengit. Akhirnya, masingmasing pihak lalu melaporkan pertikaian itu kepada pimpinan mereka hingga sampai ke istana Raja. Kedua pihak kerajaan ini segera menyiapkan bala tentara perangnya untuk menyerang pihak lainnya. Suku Sakya yang datang bersama bala tentaranya masing-masing.
Melalui kekuatan batin, Sang Buddha melihat peristiwa pertikaian itu. Sang Buddha berpikir:
“Kalau Aku tidak pergi kepada mereka, mereka akan saling menghancurkan. Adalah tugas-Ku untuk menghentikan pertempuran mereka.”

Sang Buddha dengan kekuatan kesaktiannya, terbang di udara dan melesat menuju tempat kedua suku yang sedang bertikai itu. Sang Buddha lalu duduk dengan posisi meditasi, mengambang di udara di tengah-tengah Sungai Rohini. Ketika Raja dari kedua pihak itu melihat Sang Buddha berada di udara, di tengah-tengah Sungai Rohini, dengan segera mereka membuang senjatanya dan langsung bersujud kepada Sang Buddha, diikuti oleh seluruh bala tentaranya.
“Ananda, Sang Bhagava haus, tolong ambilkan air  sungai Kakuttha, Ananda!”
“Pertengkaran ini hanya karena air sungai Rohini, Yang Mulia.”

Sang Buddha melakukan tanya-jawab kepada kedua Raja pimpinan kedua suku itu:
“Apa yang kalian pertengkarkan, O Raja Mulia?”
“Pertengkaran ini hanya karena air sungai Rohini, Yang Mulia.”
“Berapakah nilai air sungai itu, Raja Mulia?”
“Sangat kecil nilainya, Yang Mulia.”
“Berapa besarkah nilai negeri ini, Raja Mulia?”
“Negeri ini tidak ternilai, Yang Mulia.”
“Bukanlah hal yang baik dan pantas apabila hanya karena air yang sedikit ini kalian menghancurkan negeri yang tidak ternilai ini.”

Kedua pihak itu diam seribu bahasa. Sang Buddha berkata lagi:
“O, Raja Mulia, mengapa kalian bertindak seperti ini? Apabila Aku tidak ada di sini sekarang, kalian akan bertempur, membuat sungai ini berlimbah darah. Kalian tidak pantas bertindak demikian. Kalian hidup bermusuhan, menuruti hati yang diliputi kebencian, kejahatan, dan keserahakan. Aku telah bebas dari semua itu...”
Setelah bersabda demikian, Sang Buddha mengucapkan syair-syair
ini:
“Sungguh bahagia jika kita hidup tanpa membenci di antara orang-orang yang membenci, di antara orang-orang yang membenci kita hidup tanpa membenci.”(Dhammapada, Sukha Vagga no. 1)
“Sungguh bahagia jika kita hidup tanpa penyakit di antara orang-orang yang berpenyakit, di antara orang-orang yang berpenyakit kita hidup tanpa penyakit.” (Dhammapada, Sukha Vagga: 2)
“Sungguh bahagia kita hidup tanpa keserakahan di antara orang-orang yang serakah, di antara orang-orang yang serakah kita hidup tanpa keserakahan.” (Dhammapada, Sukha Vagga: 3)

Setelah menerima nasihat Sang Buddha, kedua belah pihak merasa malu dan akhirnya berdamai. Mereka membagi air sungai Rohini itu dengan adil untuk mengairi ladang kedua belah pihak. Mereka lalu hidup berdampingan dengan damai, karena kebencian dan iri hati sudah lenyap dari hati mereka.
Selain kisah di atas, masih banyak lagi kisah perdamaian yang dipelopori oleh Sang Buddha. Misalnya, kisah dalam Dhammapada tentang “Kalayyakkhini”, yaitu dendam istri tua dan istri muda yang hingga berlangsung dalam tiga kehidupan berturut-turut. 



Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Our Akuntansi


0 komentar:

Post a Comment