Pemodelan Agroforestri
Pengelolaan sistem agroforestri cukup kompleks karena merupakan gabungan antara bidang kajian ilmu kehutanan dengan pertanian dan bahkan peternakan, serta memadukan usaha kehutanan dengan pembangunan pedesaan untuk menciptakan keselarasan antara intensifikasi pertanian dan pelestarian hutan. Dengan demikian diperlukan pengetahuan yang cukup rinci mengenai setiap komponen yang terlibat dalam sistem tersebut. Salah satu aspek yang menentukan keberhasilan penerapan agroforestri adalah interaksi antara pohon dengan tanaman semusim atau dengan pohon lainnya, yang tidak mudah untuk dikaji. Pengkajian proses interaksi melalui percobaan lapangan membutuhkan biaya besar dan waktu yang lama. Cakupan studi atau percobaan seringkali sangat terbatas serta keragaman lingkungan yang tinggi mengakibatkan hasil suatu penelitian tidak selalu dapat diterapkan di tempat yang berbeda.
Penggunaan model simulasi (peniruan) merupakan salah satu pilihan untuk memahami sistem agroforestri secara efisien dan ekonomis. Pemodelan agroforestri telah terbukti mampu memperhitungkan pengaruh kondisi lokasi yang beragam dan menghasilkan keluaran yang mendekati kenyataan. Pendekatan langsung secara empiris seperti yang dilakukan petani yaitu langsung mencoba, mengamati dan membuktikannya di lahan sendiri, memang dapat memberi hasil yang lebih akurat. Apabila hal ini diterapkan pada penelitian (formal) akan membutuhkan jumlah pengukuran yang sangat banyak sehingga sulit untuk dilaksanakan dan tidak efisien. Tersedianya model simulasi dapat mempermudah petani dalam mengambil keputusan dan memperbaiki strategi pengelolaan lahannya di masa yang akan datang.
Model merupakan penjabaran sederhana dari berbagai bentuk hubungan dan interaksi antar komponen dalam suatu sistem. Bila bentuk hubungan ini dipahami dengan baik maka dapat disusun persamaan matematis untuk menjabarkan berbagai hubungan dan asumsi yang ada. Hasil pendugaan dengan model masih berupa ‘hipotesis’ yang harus diuji kebenarannya pada ‘dunia yang nyata’. Hasil yang diperoleh melalui pendugaan model tidak selalu sama dengan kenyataan di lapangan. Bila terjadi perbedaan, maka ada dua hal yang harus dilakukan:
- Periksa ulang struktur model, termasuk nilai setiap parameter yang dipakai untuk mengawali pemodelan dan konsistensi model secara internal (apakah keluaran yang dihasilkan sejalan dengan asumsiasumsi yang ada), atau
- Periksa cara pengukurannya di lapangan, perhatikan dengan seksama faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Komponen Tanaman.
Pada prinsipnya semua tanaman itu sama: tanaman dapat tumbuh dan memiliki batang, daun, akar dan sebagainya, tetapi mereka mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Ada tanaman yang berdaun lebar dan ada yang berdaun sempit, ada yang merambat ada yang tumbuh tegak lurus, ada yang merontokkan daunnya pada musim kemarau dan ada yang hijau sepanjang tahun. Distribusi daun dalam tajukpun berbeda-beda. Untuk pertumbuhannya tanaman memerlukan air, hara dan cahaya yang berbeda, baik ditinjau dari jumlah, jenis dan waktu membutuhkannya. Untuk itu diperlukan pengetahuan tentang :1) besarnya biomasa tanaman yang dapat diduga melalui pengembangan persamaan allometrik berdasarkan pengukuran diameter batang dan tinggi tanaman,
2) arsitektur tanaman yang berhubungan dengan distribusi daun secara spasial dalam tajuk yang ditopang oleh batang dan cabang. Hal ini juga berlaku juga untuk bagian tanaman dalam tanah (akar);
3) fisiologi tanaman yang berhubungan dengan respon tanaman terhadap cekaman internal maupun eksternal; alokasi karbohidrat dalam tanaman;
4) fenologi yang berhubungan dengan respon pertumbuhan tanaman terhadap perubahan lingkungan external dan internal. Misalnya daun gugur, pembentukan tunas baru dan sebagainya.
Cara pengelolaan. Semua sistem pertanian mempunyai tujuan yang sama yaitu memperoleh produksi tanaman yang optimum, namun cara pengelolaannya bermacam-macam. Perbedaan pengelolaan itu meliputi perbedaan teknik penyediaan lahan, sifat tanaman yang ditanam, posisi/pengaturannya di dalam petak, pemupukan, pemangkasan dan kalender tanamnya. Untuk itu diperlukan dasar pengetahuan tentang :
1) tanaman penyusunnya : jenis pohon, tanaman semusim dan gulma yang tumbuh,
2) pemupukan : penggunaan pupuk organik atau anorganik,
3) kompleksitas secara spasial : heterogenitas lahan,
4) pengambilan keputusan : berdasarkan aturan baku dan disesuaikan dengan kondisi lapangan,
5) Jadwal kegiatan yang meliputi : tanggal tanam, pengolahan tanah, pemupukan, penyiangan, panen dan sebagainya.
Produksi Tanaman. Semua sistem pertanian mempunyai produk, tetapi berbeda dalam: pengelolaan dan keuntungan yang diperoleh, kepekaan terhadap hama dan lingkungan. Pengetahuan dasar yang diperlukan adalah :
1) kepekaan terhadap variabilitas iklim dan hama,
2) kepekaan terhadap fluktuasi harga,
3) macam produk,
4) dampak lingkungan seperti aliran air dan hara dalam tanah, emisi gas rumah kaca, cadangan karbon,
5) ketersediaan modal dan tenaga kerja untuk melaksanakan keputusan yang diambil.
Dari uraian di atas ada hal-hal yang menarik untuk dipelajari, yaitu bahwa pada dasarnya semua sistem agroforestri mempunyai sifat yang sama bila dikelola berdasarkan masukan yang sama. Dengan demikian semua sistem agroforestri dapat disederhanakan dalam satu model. Pada saat ini tersedia banyak model simulasi agroforestri yang telah dikembangkan oleh berbagai ilmuwan. Dalam memilih model harus disesuaikan dengan keperluan dan tujuannya. Salah satu ciri dari model simulasi yang baik adalah ‘user friendliness’ (kemudahan bagi para pemakainya). Beberapa kriterianya disajikan pada Tabel 2 di bawah ini.
Setiap model tentu saja dapat diperlakukan sebagai ‘kotak hitam’ dan setiap orang dapat mencoba untuk mempelajari perilakunya seperti seorang petani yang sering mencoba-coba teknik pengelolaan di lahannya. Salah satu model yang menggunakan dasar pendekatan sebagaimana yang diuraikan dalam teks ini adalah model WaNuLCAS. WaNuLCAS merupakan singkatan dari ‘Water, Nutrients and Light Captured in Agroforestry Systems’, yakni sebuah model yang meniru (simulasi) penggunaan air, unsur hara dan cahaya dalam sistem agroforestri. Model ini dikembangkan terutama untuk mempelajari prinsip-prinsip dasar yang umumnya terjadi pada aneka sistem tumpangsari pepohonan dengan tanaman semusim (sistem agroforestri). Tanaman semusim yang dimaksud termasuk tanaman pangan dan gulma.
0 komentar:
Post a Comment