Sarana dan Prasarana Pembenihan Krustacea
Selain lokasi, diperlukan beberapa sarana dan prasarana yang dapat mendukung keberhasilan produksi pembenihan krustasea. Sarana tersebut dapat berupa wadah dan peralatan yang menunjang seluruh kegiatan produksi pembenihan krustasea.
Unit pembenihan krustasea sebaiknya mempunyai fasilitas yang lengkap, sehingga pembenihan tersebut dapat segera dioperasionalkan. Namun sebelum menentukan fasilitas yang diperlukan, sebaiknya diperhatikan jenis krustasea yang akan dibenihkan, sistem produksi, skala usaha, target produksi, dan strategi pemasaran. Secara umum, sarana dan prasarana untuk pembenihan krustasea skala rumah tangga, tidak jauh berbeda dengan skala besar.
Berdasarkan operasionalnya, sarana dan prasarana pembenihan krustasea terdiri dari sarana pokok, sarana penunjang dan sarana pelengkap. Sarana pokok adalah sarana yang harus ada dalam suatu unit pembenihan, misalnya bak pemijahan, bak pemeliharaan larva, bak kultur plankton, bak tandon/reservoir dan filter air, dan laboratorium. Sedangkan sarana penunjang adalah sarana yang digunakan untuk menunjang kelancaran produksi pembenihan, misalnya kantor, ruang mesin dan gudang. Sedangkan sarana pelengkap adalah segala sarana dan prasarana yang digunakan untuk melengkapi sarana pokok dan penunjang yang tidak mutlak harus disediakan, misalnya ruang kantor, perpustakaan, alat tulis menulis, mesin ketik, komputer, ruang serbaguna, ruang makan, ruang pertemuan, tempat tinggal staf dan karyawan.
SNI: 01 – 6144- 1999, membagi sarana produksi pembenihan krustasea seperti pada Tabel 7 di bawah ini.
Sedangkan prasarana produksi pembenihan krustasea menurut SNI: 01 – 6144- 1999, seperti pada Tabel 8 di bawah ini.
Fungsi sarana tersebut, apakah sebagai sarana pokok atau sarana penunjang, tergantung pada skala usaha pembenihan. Misalnya, untuk usaha pembenihan skala besar, laboratorium merupakan sarana pokok, namun untuk usaha pembenihan skala rumah tangga, laboratorium tidak harus ada.
Bak ini dapat berbentuk bulat atau segi empat yang dilengkapi dengan pipa pemasukan pada dindingnya dan satu pipa dibagian tengahnya untuk pembuangan. Ukuran bak berbentuk bulat sebaiknya memiliki diameter 3 – 4 meter, sedangkan untuk bak bentuk segi empat sebaiknya berukuran 5 x 6 meter dengan tinggi 1 meter dan memiliki sudut lengkung agar mudah dibersihkan serta memberikan kemudahan bagi pemeriksaan dan penangkapan induk udang yang telah matang gonad. Bak pemeliharaan induk sebaiknya dibuat lebih dari satu buah, sehingga pemeliharaan induk dapat dilakukan secara terpisah antara induk jantan dan betina untuk menghindari adanya pemijahan liar.
Bak yang digunakan biasanya berbentuk bulat dengan dasar rata, berbentuk lonjong atau segiempat dan terbuat dari fiber glas, plastik atau semen. Prinsip dalam penyediaan bak pemijahan adalah kemungkinan menciptakan kondisi wadah yang memungkinkan induk memijah secara alami. Bak pemijahan biasanya dilengkapi dengan penutup yang terbuat dari terpal yang digunakan selama proses pemijahan, agar kondisinya nyaman bagi induk. Bak pemijahan dapat digunakan hingga telur menetas, sedangkan induknya dipisahkan ke bak lain atau dikembalikan ke dalam bak pemeliharaan induk. Volume minimal bak ini adalah 1 m3 dengan kedalaman 80 – 125 cm.
Bak pemeliharaan larva harus mampu menampung sejumlah volume air yang dibutuhkan bagi larva krustasea dan sekaligus menghasilkan kondisi lingkungan yang optimal. Bak dapat terbuat dari bahan – bahan beton, semen atau fiberglass dengan ukuran yang bervariasi dan didesain agar mudah dibersihkan selama pemeliharaan larva. Berdasarkan bentuknya, bak pemeliharaan terdiri dari 4 macam, yaitu bak persegi empat, bak berbentuk lingkaran, bentuk lonjong (bulat telur), dan bak yang berbentuk kerucut yang biasa disebut dengan conicel tank. Bak berbentuk lingkaran maupun bulat telur biasanya digunakan dalam pembenihan udang skala rumah tangga. Salah satu keuntungan menggunakan bak bentuk bulat adalah sirkulasi air yang lebih baik. Bak berbentuk segi empat biasanya digunakan dalam sistem pembenihan metode Jepang, sedangkan bak berbentuk kerucut dikenal dalam sistem pembenihan metode Galveston.
Bak bentuk kerucut mempunyai konstruksi yang lebih rumit, namun memiliki keuntungan yang tidak dimiliki oleh bentuk bak lainnya, yaitu dalam hal pembersihan kotoran dan sisa pakan yang terlarut dalam media pembenihan. Dalam sistem bak ini, pembersihan kotoran dapat sekaligus dilakukan dengan pergantian air. Aliran air baru yang masuk melalui dinding bak akan mengakibatkan massa air dalam bak ikut berputar, sehingga akibat perputaran air tersebut, sisa – sisa makanan dan kotoran akan terkumpul dibagian tengah bak. Dan jika kran yang terdapat di bagian dasar dibuka, kotoran akan keluar bersama massa air. Bak berbentuk persegi empat biasanya merupakan bak besar dengan volume > 20 ton. Bak berbentuk kerucut atau biasa disebut bak kecil memiliki volume < 3 ton, sedangkan bak ukuran sedang memiliki kapasitas antara 10 – 15 ton. Pada pembenihan skala rumah tangga, ukuran bak larva adalah 10 – 12 ton dengan kedalaman 80 – 100 cm.
Bak kultur plankton terdiri dari bak kultur fitoplankton (seperti Chlorella, nannochloropsis, skeletonema) dan bak kultur zooplankton (seperti Rotifera). Perbandingan antara volume bak fitoplankton, zooplankton dan larva sebaliknya 5:5:1. Peletakan bak kultur fitoplankton tidak boleh terlalu dekat dengan zooplankton, untuk menghindari adanya kontaminasi. Bak kultur plankton dapat terbuat dari kayu berukuran? yang dilapisi plastik, fiber glass atau dari beton. Sebaiknya bak tersebut ditempatkan di luar ruangan yang langsung mendapat cahaya matahari dan tidak terlalu dalam agar penetrasi cahaya dapat menembus media kultur sampai ke dasar bak. Kedalaman air dalam bak disarankan tidak melebihi 1 meter atau 0,6 m. Bak ini dilengkapi dengan atap atau tutup plastik transparan pada bagian atasnya agar sinar dapat menembus, sedangkan bila hujan tidak terkena air. Untuk memenuhi kebutuhan pakan alami larva krustasea, maka kapasitas bak kultur pakan alami antara 10 – 20% dari kapasitas total bak larva. Sebagai contoh, untuk menyediakan makanan alami fitoplankton selama satu siklus pemeliharaan dalam bak larva berkapasitas 30 ton, maka diperlukan bak kultur alga sejumlah 2 buah dengan kapasitas 2 x 2 x 0,6 m3. Tidak semua unit pembenihan krustasea memiliki bak kultur alga, khususnya untuk skala rumah tangga. Hal ini disebabkan dari 25 hari atau lebih masa pemeliharaan larva dan post larva, hanya delapan hari memerlukan plankton. Dan biasanya, pemberian plankton dalam media pemeliharaan larva hanya 2 hari pertama pada saat stadia mencapai zoea, dan selanjutnya plankton akan tumbuh dengan sendirinya selama pemeliharaan larva. Sistem ini biasa disebut dengan green water technique.
Bak penetasan Artemia sebaiknya transparan, serta bagian bawahnya berbentuk kerucut untuk memudahkan pemisahan cangkang dan nauplii Artemia. Bak dapat terbuat dari fiberglass atau plastik dengan volume antara 20 – 30 liter serta dilengkapi dengan aerasi. Di atas wadah penetasan diberi lampu dengan jarak ± 50 – 80 cm dari wadah penetasan untuk memudahkan pemanenan karena Artemia bersifat fototaksis positif.
Bak ini berfungsi untuk menampung air awal. Bak ini terbuat dari semen atau beton berbentuk persegi panjang dan sebaiknya didalamnya terdapat sekat – sekat (zig zag). Bak sedimentasi digunakan untuk mengendapkan air sebelum dipompakan ke dalam bak filter dan dilengkapi dengan pipa pembawa air dan pipa penghubung ke bak filter.
Bak filter berfungsi untuk menyaring air laut, agar kotoran yang ikut terbawa air saat pemompaan dapat tersaring. Bak filter dapat berupa filter fisika, kimia dan biologi. Filter secara fisika dapat dilakukan dengan menggunakan batu apung, pasir pantai atau ijuk. Filter kimia dapat menggunakan batu arang, sedangkan untuk filter biologi dapat menggunakan tanaman air (misalnya Enceng gondok dan Lemna minor).
Bak ini berisi air laut hasil penyaringan bak filter yang siap digunakan untuk kegiatan pembenihan. Bak ini dapat berbentuk persegi panjang dan terbuat dari semen atau beton berukuran 20 x 9 meter2 dengan kapasitas 40 – 50 ton air.
Laboratorium biasanya terbagi menjadi laboratorium kering dan basah. Laboratorium kering berfungsi untuk menganalisis kondisi dan kualitas air media budidaya, baik secara fisika, kimia maupun biologi. Laboratorium kering juga digunakan untuk menganalisis kesehatan krustasea yang dibudidayakan, memantau pertumbuhan, mortalitas, performans dan analisis penyakit. Sementara itu, laboratorium basah berfungsi sebagai tempat kultur murni plankton yang ditempatkan pada lokasi dekat hatchery yang memerlukan ruangan suhu rendah antara 22 - 25 ⁰C.
Untuk kegiatan yang berkaitan dengan pemasaran hasil pembenihan, sebaiknya unit pembenihan krustasea dilengkapi dengan fasilitas ruang pengepakan yang dilengkapii dengan sistim pemipaan air tawar dan air laut, udara serta sarana lainnya seperti peti kedap air, kardus, bak plastik, karet dan oksigen murni.
Gudang diperlukan untuk menyimpan semua bahan – bahan yang diperlukan untuk menunjang pemeliharaan krustasea, seperti cadangan alat – alat. Sedangkan untuk penyimpanan bahan – bahan berupa pakan, obat- obatan atau zat kimia lainnya, dapat dibuatkan gudang khusus.
Unit pembenihan krustasea sebaiknya mempunyai fasilitas yang lengkap, sehingga pembenihan tersebut dapat segera dioperasionalkan. Namun sebelum menentukan fasilitas yang diperlukan, sebaiknya diperhatikan jenis krustasea yang akan dibenihkan, sistem produksi, skala usaha, target produksi, dan strategi pemasaran. Secara umum, sarana dan prasarana untuk pembenihan krustasea skala rumah tangga, tidak jauh berbeda dengan skala besar.
Berdasarkan operasionalnya, sarana dan prasarana pembenihan krustasea terdiri dari sarana pokok, sarana penunjang dan sarana pelengkap. Sarana pokok adalah sarana yang harus ada dalam suatu unit pembenihan, misalnya bak pemijahan, bak pemeliharaan larva, bak kultur plankton, bak tandon/reservoir dan filter air, dan laboratorium. Sedangkan sarana penunjang adalah sarana yang digunakan untuk menunjang kelancaran produksi pembenihan, misalnya kantor, ruang mesin dan gudang. Sedangkan sarana pelengkap adalah segala sarana dan prasarana yang digunakan untuk melengkapi sarana pokok dan penunjang yang tidak mutlak harus disediakan, misalnya ruang kantor, perpustakaan, alat tulis menulis, mesin ketik, komputer, ruang serbaguna, ruang makan, ruang pertemuan, tempat tinggal staf dan karyawan.
SNI: 01 – 6144- 1999, membagi sarana produksi pembenihan krustasea seperti pada Tabel 7 di bawah ini.
Sedangkan prasarana produksi pembenihan krustasea menurut SNI: 01 – 6144- 1999, seperti pada Tabel 8 di bawah ini.
Fungsi sarana tersebut, apakah sebagai sarana pokok atau sarana penunjang, tergantung pada skala usaha pembenihan. Misalnya, untuk usaha pembenihan skala besar, laboratorium merupakan sarana pokok, namun untuk usaha pembenihan skala rumah tangga, laboratorium tidak harus ada.
1) Sarana Pokok
Sarana pokok yang digunakan dalam kegiatan usaha pembenihan krutasea, meliputi:- Bak penampungan induk
- Bak pemeliharaan dan pematangan induk
Bak ini dapat berbentuk bulat atau segi empat yang dilengkapi dengan pipa pemasukan pada dindingnya dan satu pipa dibagian tengahnya untuk pembuangan. Ukuran bak berbentuk bulat sebaiknya memiliki diameter 3 – 4 meter, sedangkan untuk bak bentuk segi empat sebaiknya berukuran 5 x 6 meter dengan tinggi 1 meter dan memiliki sudut lengkung agar mudah dibersihkan serta memberikan kemudahan bagi pemeriksaan dan penangkapan induk udang yang telah matang gonad. Bak pemeliharaan induk sebaiknya dibuat lebih dari satu buah, sehingga pemeliharaan induk dapat dilakukan secara terpisah antara induk jantan dan betina untuk menghindari adanya pemijahan liar.
- Bak pemijahan dan penetasan telur
Bak yang digunakan biasanya berbentuk bulat dengan dasar rata, berbentuk lonjong atau segiempat dan terbuat dari fiber glas, plastik atau semen. Prinsip dalam penyediaan bak pemijahan adalah kemungkinan menciptakan kondisi wadah yang memungkinkan induk memijah secara alami. Bak pemijahan biasanya dilengkapi dengan penutup yang terbuat dari terpal yang digunakan selama proses pemijahan, agar kondisinya nyaman bagi induk. Bak pemijahan dapat digunakan hingga telur menetas, sedangkan induknya dipisahkan ke bak lain atau dikembalikan ke dalam bak pemeliharaan induk. Volume minimal bak ini adalah 1 m3 dengan kedalaman 80 – 125 cm.
- Bak pemeliharaan larva
Bak pemeliharaan larva harus mampu menampung sejumlah volume air yang dibutuhkan bagi larva krustasea dan sekaligus menghasilkan kondisi lingkungan yang optimal. Bak dapat terbuat dari bahan – bahan beton, semen atau fiberglass dengan ukuran yang bervariasi dan didesain agar mudah dibersihkan selama pemeliharaan larva. Berdasarkan bentuknya, bak pemeliharaan terdiri dari 4 macam, yaitu bak persegi empat, bak berbentuk lingkaran, bentuk lonjong (bulat telur), dan bak yang berbentuk kerucut yang biasa disebut dengan conicel tank. Bak berbentuk lingkaran maupun bulat telur biasanya digunakan dalam pembenihan udang skala rumah tangga. Salah satu keuntungan menggunakan bak bentuk bulat adalah sirkulasi air yang lebih baik. Bak berbentuk segi empat biasanya digunakan dalam sistem pembenihan metode Jepang, sedangkan bak berbentuk kerucut dikenal dalam sistem pembenihan metode Galveston.
Bak bentuk kerucut mempunyai konstruksi yang lebih rumit, namun memiliki keuntungan yang tidak dimiliki oleh bentuk bak lainnya, yaitu dalam hal pembersihan kotoran dan sisa pakan yang terlarut dalam media pembenihan. Dalam sistem bak ini, pembersihan kotoran dapat sekaligus dilakukan dengan pergantian air. Aliran air baru yang masuk melalui dinding bak akan mengakibatkan massa air dalam bak ikut berputar, sehingga akibat perputaran air tersebut, sisa – sisa makanan dan kotoran akan terkumpul dibagian tengah bak. Dan jika kran yang terdapat di bagian dasar dibuka, kotoran akan keluar bersama massa air. Bak berbentuk persegi empat biasanya merupakan bak besar dengan volume > 20 ton. Bak berbentuk kerucut atau biasa disebut bak kecil memiliki volume < 3 ton, sedangkan bak ukuran sedang memiliki kapasitas antara 10 – 15 ton. Pada pembenihan skala rumah tangga, ukuran bak larva adalah 10 – 12 ton dengan kedalaman 80 – 100 cm.
- Bak kultur plankton.
Bak kultur plankton terdiri dari bak kultur fitoplankton (seperti Chlorella, nannochloropsis, skeletonema) dan bak kultur zooplankton (seperti Rotifera). Perbandingan antara volume bak fitoplankton, zooplankton dan larva sebaliknya 5:5:1. Peletakan bak kultur fitoplankton tidak boleh terlalu dekat dengan zooplankton, untuk menghindari adanya kontaminasi. Bak kultur plankton dapat terbuat dari kayu berukuran? yang dilapisi plastik, fiber glass atau dari beton. Sebaiknya bak tersebut ditempatkan di luar ruangan yang langsung mendapat cahaya matahari dan tidak terlalu dalam agar penetrasi cahaya dapat menembus media kultur sampai ke dasar bak. Kedalaman air dalam bak disarankan tidak melebihi 1 meter atau 0,6 m. Bak ini dilengkapi dengan atap atau tutup plastik transparan pada bagian atasnya agar sinar dapat menembus, sedangkan bila hujan tidak terkena air. Untuk memenuhi kebutuhan pakan alami larva krustasea, maka kapasitas bak kultur pakan alami antara 10 – 20% dari kapasitas total bak larva. Sebagai contoh, untuk menyediakan makanan alami fitoplankton selama satu siklus pemeliharaan dalam bak larva berkapasitas 30 ton, maka diperlukan bak kultur alga sejumlah 2 buah dengan kapasitas 2 x 2 x 0,6 m3. Tidak semua unit pembenihan krustasea memiliki bak kultur alga, khususnya untuk skala rumah tangga. Hal ini disebabkan dari 25 hari atau lebih masa pemeliharaan larva dan post larva, hanya delapan hari memerlukan plankton. Dan biasanya, pemberian plankton dalam media pemeliharaan larva hanya 2 hari pertama pada saat stadia mencapai zoea, dan selanjutnya plankton akan tumbuh dengan sendirinya selama pemeliharaan larva. Sistem ini biasa disebut dengan green water technique.
- Bak penetasan Artemia.
Bak penetasan Artemia sebaiknya transparan, serta bagian bawahnya berbentuk kerucut untuk memudahkan pemisahan cangkang dan nauplii Artemia. Bak dapat terbuat dari fiberglass atau plastik dengan volume antara 20 – 30 liter serta dilengkapi dengan aerasi. Di atas wadah penetasan diberi lampu dengan jarak ± 50 – 80 cm dari wadah penetasan untuk memudahkan pemanenan karena Artemia bersifat fototaksis positif.
2) Sarana penunjang
- Bak sedimentasi.
Bak ini berfungsi untuk menampung air awal. Bak ini terbuat dari semen atau beton berbentuk persegi panjang dan sebaiknya didalamnya terdapat sekat – sekat (zig zag). Bak sedimentasi digunakan untuk mengendapkan air sebelum dipompakan ke dalam bak filter dan dilengkapi dengan pipa pembawa air dan pipa penghubung ke bak filter.
- Bak filter.
Bak filter berfungsi untuk menyaring air laut, agar kotoran yang ikut terbawa air saat pemompaan dapat tersaring. Bak filter dapat berupa filter fisika, kimia dan biologi. Filter secara fisika dapat dilakukan dengan menggunakan batu apung, pasir pantai atau ijuk. Filter kimia dapat menggunakan batu arang, sedangkan untuk filter biologi dapat menggunakan tanaman air (misalnya Enceng gondok dan Lemna minor).
- Bak air laut bersih.
Bak ini berisi air laut hasil penyaringan bak filter yang siap digunakan untuk kegiatan pembenihan. Bak ini dapat berbentuk persegi panjang dan terbuat dari semen atau beton berukuran 20 x 9 meter2 dengan kapasitas 40 – 50 ton air.
- Laboratorium
Laboratorium biasanya terbagi menjadi laboratorium kering dan basah. Laboratorium kering berfungsi untuk menganalisis kondisi dan kualitas air media budidaya, baik secara fisika, kimia maupun biologi. Laboratorium kering juga digunakan untuk menganalisis kesehatan krustasea yang dibudidayakan, memantau pertumbuhan, mortalitas, performans dan analisis penyakit. Sementara itu, laboratorium basah berfungsi sebagai tempat kultur murni plankton yang ditempatkan pada lokasi dekat hatchery yang memerlukan ruangan suhu rendah antara 22 - 25 ⁰C.
- Ruang pemanenan dan pengepakan
Untuk kegiatan yang berkaitan dengan pemasaran hasil pembenihan, sebaiknya unit pembenihan krustasea dilengkapi dengan fasilitas ruang pengepakan yang dilengkapii dengan sistim pemipaan air tawar dan air laut, udara serta sarana lainnya seperti peti kedap air, kardus, bak plastik, karet dan oksigen murni.
- Gudang
Gudang diperlukan untuk menyimpan semua bahan – bahan yang diperlukan untuk menunjang pemeliharaan krustasea, seperti cadangan alat – alat. Sedangkan untuk penyimpanan bahan – bahan berupa pakan, obat- obatan atau zat kimia lainnya, dapat dibuatkan gudang khusus.
3) Sarana Pelengkap
Sarana pelengkap dapat berupa kantor, perumahan staf dan karyawan, dapur, lapangan olahraga, mushola, bengkel, pos penjagaan, kendaraan roda empat, perpustakaan, alat tulis menulis, mesin ketik, komputer, ruang serbaguna, ruang makan, ruang pertemuan, dan lain- lain.4) Prasarana pembenihan
Beberapa prasarana yang harus ada dalam kegiatan pembenihan krustasea adalah sebagai berikut:- Generator lengkap dengan instalasinya. Peralatan ini sangat dibutuhkan sebagaipembangkit tenaga listrik, meskipun unit pembenihan tersebut menggunakan sumber listrik PLN. Generator dapat digunakan jika terjadi gangguan listrik.
- Pompa air. Peralatan ini terdiri dari pompa penyedot air laut yang dipakai untuk mengambil air laut langsung dari laut, pompa yang dipakai untuk memindahkan air dari bak penampungan satu ke bak penampungan lainnya dan pompa yang dipakai untuk menyalurkan air dari bak penampungan ke bak produksi krustasea.
- Instalasi aerasi atau blower Aerasi berfungsi sebagai sumber oksigen dan untuk mempertahankan larva krustasea dan pakan alami tetap dalam keadaan tersuspensi. Oksigen dapat dihasilkan dengan memompakan udara dari luar dengan menggunakan alat seperti blower, kompresor atau aerator. Untuk memasok aerasi dapat digunakan blower berkapasitas 1 – 2 PK. Udara dari blower disalurkan melalui jaringan pipa – pipa ke dalam semua bak pemeliharaan. Untuk memasok oksigen selama masa pemeliharaan, maka di setiap bak pemeliharaan larva dipasang batu aerasi sebanyak beberapa puluh buah dengan jarak 0,5 m satu sama lain.
- Peralatan Kualitas Air Peralatan ini digunakan untuk mengukur dan mengetahui nilai kualitas air pembenihan. Beberapa peralatan kualitas air yang dibutuhkan adalah refraktometer (untuk mengukur salinitas), kertas lakmus atau pH meter (untuk mengukur pH), DO meter (untuk mengukur oksigen), termometer (untuk mengukur suhu), dan peralatan pendukung lainnya.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Our Akuntansi
0 komentar:
Post a Comment