-->

Persiapan Media Pembenihan Krustacea

Selain sarana dan prasarana yang menunjang dalam kegiatan pembenihan udang, penyediaan air juga merupakan faktor utama yang mendukung keberhasilan dalam kegiatan tersebut. Penyediaan air atau media meliputi suplai air laut dan air tawar.

a) Penyediaan Air Laut 

Air laut sangat penting untuk kegiatan pembenihan krustasea, baik pada kegiatan pemeliharaan induk dan pemijahan, penetasan telur dan pemeliharaan larva. Oleh karena itu, ketersediaan air laut harus cukup sepanjang waktu. Induk dan larva krustasea dapat hidup dengan baik pada air laut yang memiiki salinitas sekitar 30 ppt. Untuk memperoleh air laut dalam jumlah cukup, dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti membuat sumur di pantai, melalui pipa yang dipasang di atas dasar laut, atau melalui pipa yang ditanam dalam bak filter. Air laut yang akan digunakan tersebut harus bersih sepanjang tahun, sedikit mengandung bahan organik yang berasal dari air sungai atau vegetasi dari pantai.

Air laut untuk keperluan hatchery harus mempunyai salinitas berkisar antara 30 – 35 ppt. Umumnya air laut didapatkan melalui pemompaan langsung dari laut, sehingga untuk mendapatkan air laut yang bersih dan bebas dari bahan pencemaran, sebaiknya dilakukan treatment air laut terlebih dahulu. Treatment dapat dilakukan secara fisik dan kimia. Secara fisik, treatment air dilakukan menggunakan sistem filtrasi, dimana air dialirkan melaui filter mekanik dan kimiawi. Sedangkan treatment secara kimia dilakukan dengan mencuci air menggunakan bahan – bahan kimia, seperti kaporit dan EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acid).

Pada perlakuan secara fisik, air laut yang dipompakan sebaiknya disaring terlebih dahulu, dengan cara mengalirkan menuju ke tandon yang di lengkapi dengan bak filter (penyaring).  Air laut dipompa pada saat laut pasang sehingga diperoleh air laut dengan kondisi yang cukup jernih, dan kemudian dialirkan ke dalam bak sedimentasi yang bersekat – sekat. Sekat – sekat tersebut memiliki pintu air dengan posisi zig – zag (saling menyilang antara pintu air pada sekat yang satu ke pintu air pada sekat lainnya). Aliran air yang masuk melalui sekat – sekat tersebut berjalan lambat, sehingga lumpur atau kotoran yang ikut terbawa masuk dapat mengendap.

Setelah terisi penuh, kemudian dilakukan pemberian kapur dengan menggunakan kapur gamping (CaO) sebanyak 50 ppm dengan tujuan untuk menjernihkan air, menaikkan pH dan sebagai desinfektan. Pemberian kapur dilakukan dengan cara menebarkan larutan kapur pada tiap – tiap sekat bak sedimentasi.

Dari bak sedimentasi, selanjutnya air laut dipompakan ke dalam bak penyaringan (filtrasi). Sistem filtrasi dapat dilakukan dengan menggunakan filter gravitasi atau filter pembalikan. Filter pembalikan lebih menguntungkan dibandingkan dengan filter gravitasi, karena pada filter pembalikan, air melewati filter secara perlahan – lahan dan seluruh permukaan filter dapat digunakan. Sedangkan pada filter gravitasi, air mengalir terlalu cepat dan tidak  dapat memanfaatkan seluruh permukaan filter, kecuali apabila dilengkapi dengan pipa penyemprot keseluruh permukaan air.

Bak filter (penyaringan) memiliki penyekat didalamnya. Susunan bahan penyaring (dari bawah ke atas) pada bak filter dapat terdiri dari batu kali, batu kerikil, arang kayu, ijuk dan pasir dengan ketebalan masing-masing antara 20 – 35 cm. Batu kali dan ijuk berfungsi sebagai penyaring kotoran atau lumpur yang berukuran besar dan sebagai tempat hidup bakteri nitrifikasi. Batu kerikil berfungsi sebagai penyaring kotoran atau lumpur yang berukuran lebih kecil. Arang kayu berfungsi sebagai pengikat bahan-bahan organik dan anorganik yang merugikan dan untuk mengikat racun, seperti gas CO2. Pasir selain berfungsi sebagai penyaring partikel lumpur, juga berfungsi sebagai pengikat bahan organik dan anorganik. Setiap lapisan dilapisi dengan screen atau waring

Setelah melalui bak filter, air dapat langsung dialirkan kedalam bak – bak pembenihan, atau air dapat dilewatkan kembali melalui tratment fisik lainnya, seperti penyinaran menggunakan sinar ultra violet (UV) dan ozonisasi

Penyinaran menggunakan UV ini berfungsi untuk membunuh mikroorganisme (khususnya bakteri – bakteri merugikan) yang terbawa dalam air, sehingga didapatkan air yang steril. Selain itu, sinar UV mampu mensucihamakan air dalam waktu yang relatif singkat, sehingga setelah penyinaran selama 12 – 24 jam, air laut dapat digunakan untuk proses produksi. Air yang telah di sinari menggunakan UV, ditutup dengan terpal agar tidak terkontaminasi. 
Selain disinari dengan UV, air laut juga dapat didesinfeksi selama 6 jam dengan menggunakan proses ozonisasi, yaitu  proses eliminasi bahan-bahan organik, bakteri atau penyakit melalui pengayaan O2 menjadi O3 (ozon) dengan tujuan mematikan mikrobiologi. Ozon (O3) ini digunakan untuk mengoksidasi bahan organik dan membunuh bakteri serta patogen lainnya dalam air.

Perlu diketahui ! Ozon sangat beracun untuk ikan dan sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Tangki-tangki yang diberi perlakuan ozonisasi harus berada di ruangan terbuka (meskipun ternaungi), di area yang berventilasi baik. Ozon terdegradasi dengan cepat, waktu paruhnya sekitar 15 menit. Saat melakukan ozonasi, harus selalu menggunakan sarung tangan dan masker respirator.

Ozonasi lebih efektif dalam memberantas mikroorganisme patogen ikan dimana penggunaan sinar UV hanya efektif pada air jernih saja dan penggunaan kaporit akan menyebabkan tingginya kadar klorin di dalam air. Namun begitu, residu ozon yang tertinggal dalam air sesudah mikroorganisme diinaktifasi sangat toksik untuk ikan. Oleh karena itu, sebelum air dimasukkan kedalam unit pemeliharaan krustasea, residu tersebut harus dihilangkan hingga mencapai konsentrasi < 0,002 mg/L.

Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan residu ozon ini adalah :
  • Aerasi atau aerasi mekanik. Ozon secara alami tidak stabil dalam air dan terurai dengan waktu paruh (half-life) 10-20 menit menjadi molekul oksigen, sehingga  aerasi atau aerasi mekanik dapat mempercepat proses ini dan cukup untuk mencegah toksisitasnya terhadap ikan. 
  • Filter karbon aktif 
  • Penambahan sodium thiosulfat (Na2S2O3). Na2S2O3 sebaiknya ditambahkan pada dosis 1 mg/L untuk menetralisir konsentrasi residu sebesar 0,2 mg/L oksidan ozon. 

b) Penyediaan Air Tawar 

Air tawar pada pembenihan krustasea mutlak diperlukan untuk kegiatan pemeliharaan larva dan post larva. Selain itu, air tawar juga digunakan untuk menurunkan salinitas air laut dan sanitasi peralatan. Sistem suplai air tawar terdiri atas bak sedimentasi dan bak air tawar. Bak sedimentasi ini berfungsi untuk menampung dan mengendapkan air tawar, agar sedimennya tidak terbawa. Sedangkan bak air tawar bersih digunakan untuk menampung air tawar hasil sedimentasi. Sebelum digunakan, air tawar tersebut disterilisasi dengan menggunakan EDTA sebanyak 10 ppm dan kapur gamping (CaO) sebanyak 1 ppm. Air tawar disirkulasi selama 10 – 12 jam, dan selanjutnya dapat digunakan untuk proses produksi.

c) Penyediaan Air Payau 

Tahukah anda yang dimaksud dengan air payau ? Air payau adalah campuran air tawar dan air laut. Jika salinitas dalam air adalah 5 – 20 ppt, maka air ini disebut dengan air payau. 

Perlu diketahui !
Salinitas adalah jumlah gram garam yang terlarut dalam satu liter air.

Misalnya :
  • Salinitas 5 ppt, artinya : dalam satu liter air mengandung garam sebanyak 5 gram. 
  • Salinitas 15 ppt, artinya dalam satu liter air mengandung garam sebanyak 15 gram 
Satuan salinitas : ppt atau g/liter

Air payau dapat diperoleh melalui proses  pengenceran, yaitu dengan cara mencampur air tawar dan air laut hingga didapatkan air dengan salinitas yang sesuai untuk kegiatan pembenihan krustasea. Pengenceran air payau dihitung dengan menggunakan rumus:


d) Pengisian Air  

Bak yang telah selesai dikeringkan selanjutnya diisi air media sesuai dengan kebutuhan. Air media diperoleh dari pencampuran air tawar dan air asin. Pencampuran dilakukan secara langsung di bak tandon air media. Bak yang telah terisi air media tersebut sebelum diisi dengan biota krustasea dilakukan aerasi terlebih dahulu minimal 24 jam sebelum ditebari. Hal ini dilakukan supaya air media yang akan digunakan untuk pemeliharaan mempunyai kualitas air yang optimal, misalnya suhu dan kandungan oksigen terlarut, serta meminimalisir adanya gas-gas beracun seperti NH3 dan H2S.





Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Our Akuntansi


0 komentar:

Post a Comment