-->

Seleksi Calon Induk Krustasea Bagian 2 - Udang Windu

1) Calon Induk Udang Windu (Penaeus monodon) 

Udang windu merupakan salah satu udang yang dibudidayakan sejak tahun 1970. Ditinjau dari morfologinya, tubuh udang windu (Penaeus monodon) terdiri dari dua bagian yaitu cephalotorax atau bagian kepala dan dada bersatu serta bagian abdomen atau perut. Bagian kepala terdiri dari antenna, antenulle, mandibula dan dua pasang maxillae. Kepala dilengkapi dengan 3 pasang maxilliped dan dua pasang kaki jalan (periopoda) atau kaki sepuluh (decapoda). Bagian perut (abdomen) terdiri dari 6 ruas. Pada bagian abdomen terdapat 5 pasang kaki renang (pleopoda) dan sepasang uropods (mirip ekor) yang membentuk kipas bersama-sama telson. Tubuh udang windu dibentuk oleh dua cabang (biramous), yaitu exopodite dan endopodite. Udang windu mempunyai tubuh berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar atau eksoskeleton secara periodik yang biasa disebut dengan istilah moulting. Udang penaeid dibedakan satu dengan lainnya oleh bentuk dan jumlah gigi pada rostrumnya. Udang windu mempunyai 2 - 4 gigi pada bagian tepi ventral rostrum dan 6 - 8 gigi pada tepi dorsal.


Habitat udang windu muda adalah air payau, misalnya muara sungai dan payau. Setelah dewasa, udang windu akan berupaya menuju laut secara berkelompok dan melakukan perkawinan.  Telur hasil perkawinan dan pemijahan selanjutnya akan menetas menjadi larva yang bersifat planktonik dan mendekati permukaan laut. Selama berada dipermukaan laut, larva akan mengalami beberapa perubahan bentuk, yaitu nauplius, zoea, mysis dan post larva. Bagi post larva udang yang dapat secara sempurna menyelesaikan fasenya akan berkembang menjadi tahap juvenile atau udang muda. Setiap stadia perkembangan udang tersebut selalu diimbangi dengan adanya pergantian kulit (moulting).  Udang windu akan mengalami kedewasaan kelamin pada umur 1,5 tahun. Dalam habitatnya, pertumbuhan udang windu betina jauh lebih cepat dibandingkan dengan udang jantan. Frekuensi pergantian kulit udang betina juga jauh lebih banyak dibandingkan dengan udang jantan.

Warna udang windu alam sangat bervariasi, mulai dari merah sampai hijau kecoklatan. Sedangkan warna udang yang dipelihara dan dibesarkan di dalam tambak, memiliki warna yang lebih cerah, yaitu hijau kebiruan. Perbedaan warna ini terjadi berhubungan erat dengan kandungan pigmen dalam makanan yang dikonsumsi, dimana semakin tinggi pigmen karotenoid atau axantin dalam makanannya, warna kulit udang akan semakin gelap.
Dalam kegiatan pembenihan, udang windu yang akan dijadikan indukan, sebaiknya bersifat SPF (Specific Pathogen Free). Untuk mendapatkan udang yang bersifat SPF, dapat dibeli dari jasa penyedia induk udang yang memiliki sertifikat SPF. Keunggulan udang tersebut adalah resistensinya terhadap beberapa penyakit yang biasa menyerang udang, seperti white spot, dan lain-lain. Selain itu, induk udang juga merupakan keturunan dari kelompok famili yang diseleksi dan memiliki sifat pertumbuhan yang cepat, resisten terhadap TSV (taura syndrome virus) dan kesintasan hidup di kolam tinggi.

Ciri – ciri udang windu yang dapat dijadikan induk dapat dilihat dari bentuk luar (fenotipe) dan genotip. Adapun syarat – syarat udang windu yang dapat dijadikan calon induk dapat dilihat pada Tabel 14.


Untuk dapat membedakan udang jantan dan betina, dapat dilihat bentuk tubuh dan alat kelaminnya. Induk betina memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan induk jantan. Alat kelamin jantan disebut petasma dan terletak pada pleopoda pertama, sedangkan udang betina mempunyai alat kelamin yang disebut thelikum serta terletak diantara pereopoda keempat dan kelima. Pada udang jantan, gonada akan menjadi testes yang berfungsi sebagai penghasil sperma, sedangkan pada udang betina, gonada akan menjadi ovarium (indung telur), yang berfungsi untuk menghasilkan telur.

Induk yang diambil dari tempat lain harus diaklimatisasi terlebih dahulu untuk disesuaikan suhu dan salinitasnya, sehingga dapat mengurangi stress pada induk akibat diperjalanan. Perbandingan induk jantan dan betina untuk pemijahan yang ideal adalah 2 : 3 tetapi ada pula yang menggunakan perbandingan 1 : 2. Sebab perbandingan 1 jantan dan 3 betina dalam bak ternyata banyak telur yang tidak dibuahi, sedangkan jika 1 jantan dan 1 betina kurang ekonomis.



Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Our Akuntansi


0 komentar:

Post a Comment