Seleksi Calon Induk Krustasea Bagian 1
Menurut wikipedia, yang dimaksud dengan krustasea adalah suatu
kelompok besar dari arthropoda, terdiri dari kurang lebih 52.000 spesies
yang terdeskripsikan, dan biasanya dianggap sebagai suatu subfilum.
Tubuh krustasea terdiri atas dua bagian, yaitu kepala dada yang menyatu (sefalotoraks) dan perut atau badan belakang (abdomen). Bagian sefalotoraks dilindungi oleh kulit keras yang disebut karapas dan 5 pasang kaki yang terdiri dari 1 pasang kaki capit (keliped) dan 4 pasang kaki jalan. Selain itu, di sefalotoraks juga terdapat sepasang antena, rahang atas, dan rahang bawah. Sementara pada bagian abdomen terdapat 5 pasang kaki renang dan di bagian ujungnya terdapat ekor. Pada udang betina, kaki di bagian abdomen juga berfungsi untuk menyimpan telurnya. Sistem pencernaan krustasea dimulai dari mulut, kerongkong, lambung, usus, dan anus. Sisa metabolisme akan diekskresikan melalui sel api. Sistem saraf krustasea disebut sebagai sistem saraf tangga tali, dimana ganglion kepala (otak) terhubung dengan antena (indra peraba), mata (indra penglihatan), dan statosista (indra keseimbangan). Krustasea bernapas dengan insang yang melekat pada anggota tubuhnya dan sistem peredaran darah yang dimilikinya adalah sistem peredaran darah terbuka. O2 masuk dari air ke pembuluh insang, sedangkan CO2 berdifusi dengan arah berlawanan. O2 ini akan diedarkan ke seluruh tubuh tanpa melalui pembuluh darah. Golongan krustasea ini bersifat diesis (ada jantan dan betina) dan pembuahan berlangsung di dalam tubuh betina (fertilisasi internal). Untuk dapat menjadi dewasa, larva krustasea akan mengalami pergantian kulit (moulting) berkali-kali.
Krustasea hidup di air, baik air tawar, payau maupun laut. Namun, beberapa kelompok telah beradaptasi dengan kehidupan darat, seperti kepiting darat. Kelompok krustasea mencakup hewan-hewan yang cukup dikenal seperti lobster, kepiting, udang, udang karang, serta teritip. Namun, dari jenis – jenis tersebut, terdapat beberapa jenis krustasea yang dibudidayakan, baik pembenihan maupun pembesaran, diantaranya adalah udang windu, udang vannamei, udang galah, lobster air tawar, kepiting bakau dan rajungan.
Dalam pembenihan, induk (broodstock) sangat menentukan kuantitas dan kualitas benih yang diproduksi, sehingga ketersediaan induk krustasea dengan kualitas baik serta jumlah yang cukup merupakan hal yang sangat penting bagi usaha pembenihan krustasea. Untuk mendapatkan induk yang unggul, tidak cacat, sehat dan berkualitas, sehingga fekunditas yang dicapai tinggi dan mendapatkan larva atau benih krustasea yang berkualitas, diperlukan suatu seleksi calon induk terlebih dahulu.
Terdapat beberapa hal harus diperhatikan dalam melakukan seleksi induk agar tidak terjadi penurunan mutu induk antara lain adalah :
Calon induk yang akan digunakan dapat berasal dari hasil tangkapan di alam atau dari budidaya. Calon induk yang berasal dari alam dapat langsung dipelihara dan dipijahkan, karena biasanya dipilih induk yang telah matang gonad. Sedangkan calon induk yang didapatkan dari hasil budidaya harus dipilih yang telah berumur lebih dari satu tahun.
Beberapa keunggulan calon induk yang didapatkan dari alam dibandingkan dari hasil budidaya adalah:
Tubuh krustasea terdiri atas dua bagian, yaitu kepala dada yang menyatu (sefalotoraks) dan perut atau badan belakang (abdomen). Bagian sefalotoraks dilindungi oleh kulit keras yang disebut karapas dan 5 pasang kaki yang terdiri dari 1 pasang kaki capit (keliped) dan 4 pasang kaki jalan. Selain itu, di sefalotoraks juga terdapat sepasang antena, rahang atas, dan rahang bawah. Sementara pada bagian abdomen terdapat 5 pasang kaki renang dan di bagian ujungnya terdapat ekor. Pada udang betina, kaki di bagian abdomen juga berfungsi untuk menyimpan telurnya. Sistem pencernaan krustasea dimulai dari mulut, kerongkong, lambung, usus, dan anus. Sisa metabolisme akan diekskresikan melalui sel api. Sistem saraf krustasea disebut sebagai sistem saraf tangga tali, dimana ganglion kepala (otak) terhubung dengan antena (indra peraba), mata (indra penglihatan), dan statosista (indra keseimbangan). Krustasea bernapas dengan insang yang melekat pada anggota tubuhnya dan sistem peredaran darah yang dimilikinya adalah sistem peredaran darah terbuka. O2 masuk dari air ke pembuluh insang, sedangkan CO2 berdifusi dengan arah berlawanan. O2 ini akan diedarkan ke seluruh tubuh tanpa melalui pembuluh darah. Golongan krustasea ini bersifat diesis (ada jantan dan betina) dan pembuahan berlangsung di dalam tubuh betina (fertilisasi internal). Untuk dapat menjadi dewasa, larva krustasea akan mengalami pergantian kulit (moulting) berkali-kali.
Krustasea hidup di air, baik air tawar, payau maupun laut. Namun, beberapa kelompok telah beradaptasi dengan kehidupan darat, seperti kepiting darat. Kelompok krustasea mencakup hewan-hewan yang cukup dikenal seperti lobster, kepiting, udang, udang karang, serta teritip. Namun, dari jenis – jenis tersebut, terdapat beberapa jenis krustasea yang dibudidayakan, baik pembenihan maupun pembesaran, diantaranya adalah udang windu, udang vannamei, udang galah, lobster air tawar, kepiting bakau dan rajungan.
Dalam pembenihan, induk (broodstock) sangat menentukan kuantitas dan kualitas benih yang diproduksi, sehingga ketersediaan induk krustasea dengan kualitas baik serta jumlah yang cukup merupakan hal yang sangat penting bagi usaha pembenihan krustasea. Untuk mendapatkan induk yang unggul, tidak cacat, sehat dan berkualitas, sehingga fekunditas yang dicapai tinggi dan mendapatkan larva atau benih krustasea yang berkualitas, diperlukan suatu seleksi calon induk terlebih dahulu.
Terdapat beberapa hal harus diperhatikan dalam melakukan seleksi induk agar tidak terjadi penurunan mutu induk antara lain adalah :
- Mengetahui asal usul induk
- Melakukan pencatatan data tentang umur induk, masa reproduksi dan waktu pertama kali dilakukan pemijahan sampai usia produktif.
- Melakukan seleksi induk berdasarkan kaidah genetik
- Melakukan pemeliharaan calon induk sesuai dengan proses budidaya sehingga kebutuhan nutrisi induk terpenuhi
Calon induk yang akan digunakan dapat berasal dari hasil tangkapan di alam atau dari budidaya. Calon induk yang berasal dari alam dapat langsung dipelihara dan dipijahkan, karena biasanya dipilih induk yang telah matang gonad. Sedangkan calon induk yang didapatkan dari hasil budidaya harus dipilih yang telah berumur lebih dari satu tahun.
Beberapa keunggulan calon induk yang didapatkan dari alam dibandingkan dari hasil budidaya adalah:
- Memberikan fekunditas yang tinggi
- Kualitas telur dan tingkat penetasan yang tinggi
- Tingkat kematian rendah jika di ablasi
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Our Akuntansi
0 komentar:
Post a Comment