-->

Highlite Implementasi Undang-Undang Bantuan Hukum

Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM RI memiliki
peran sangat strategis dan penting dalam implementasi Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2011 tentang Bantuan Hukum. Bantuan Hukum untuk Orang Miskin dalam skema Undang-
Undang ini memiliki 3 (tiga) stakeholder, yakni:
1. Penerima Bantuan Hukum, yakni orang atau kelompok masyarakat miskin
2. Pemberi Bantuan Hukum, yakni Organisasi Bantuan Hukum yang lolos verifikasi/ akreditasi
3. Penyelenggara Bantuan Hukum yakni Kementerian Hukum dan HAM RI

Badan Pembinaan Hukum Nasional ditunjuk oleh Kementerian Hukum dan HAM RI
untuk melaksanakan Penyelenggaraan Bantuan Hukum. Karena itu, Badan Pembinaan
Hukum Nasional memiliki peran yang sangat penting dan strategis untuk memastikan
Implementasi Bantuan Hukum dilaksanakan sesuai dengan asas-asas yang tercantum
dalam Pasal 2 Undang-Undang nomor 16 tahun 2011 yakni:
1. Keadilan;
2. Persamaan kedudukan di dalam hukum;
3. Keterbukaan;
4. Efisiensi;
5. Efektivitas; dan
6. Akuntabilitas

Sebagai pelaksana penyelenggaraan sebuah sistem yang baru, BPHN segera
mempersiapkan segala sesuatunya agar implementasi bisa berjalan dengan baik.
Adapun beberapa aspek yang dipersiapkan meliputi:

  • Assessment Dana Bantuan Hukum di Kementerian dan Lembaga
  • Sosialisasi Undang-Undang Bantuan Hukum
  • Regulasi yang meliputi Verifikasi/Akreditasi Organisasi Bantuan Hukum, Mekanisme pemberian layanan Bantuan Hukum, Penyaluran Dana Bantuan Hukum, Standard Pemberian Bantuan Hukum, Standard Biaya, serta Pengawasan
  • Pemetaan Pra-verifikasi
  • Verifikasi/Akreditasi Organisasi Bantuan Hukum
  • Panitia Pengawas di tingkat Pusat dan Daerah
  • Pelaksanaan Program Bantuan Hukum
  • Mekanisme Pertanggungjawaban Keuangan dan Reimbursement
  • Pengembangan Program Bantuan Hukum
  • Sistem Informasi Database Bantuan Hukum
Sosialisasi dilaksanakan di tingkat Propinsi dengan mengundang stakeholder setempat.
Ada 15 Propinsi yang telah didatangi selama tahun 2012. Sosialisasi lainnya dilaksanakan
melalui media massa, yakni Talkshow di Televisi swasta, Dokudrama di TVRI, Iklan Layanan
Masyarakat yang ditayangkan di Televisi swasta dan TVRI, Talkshow di radio, Media Trip
serta Media Gathering oleh Menkumham RI yang mengundang Editor Senior beberapa
Media Massa Nasional.

Pembentukan regulasi dilaksanakan sejak Nopember 2011 (sebulan setelah Undang-undang
ini diundangkan) sampai awal tahun 2013. Karena komitmen yang kuat, maka dalam durasi
sekitar 1 (satu) tahun, dihasilkan 1 (satu) Peraturan Pemerintah, 2 Peraturan Menteri
Hukum dan HAM, 2 Keputusan Menteri, 2 Petunjuk Pelaksanaan.
Dalam pembentukan regulasi pelaksana Undang-Undang ini, BPHN selalu melibatkan para
pemangku kepentingan. Mulai dari Pembentukan Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri
Hukum dan HAM RI, hingga Pembuatan Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis (Juklak/
Juknis), para pemangku kepentingan baik dari organisasi masyarakat sipil, organisasi
Bantuan Hukum, Advokat, serta mitra pembangunan bahu membahu bersama Pemerintah.
Keterbukaan dan kerjasama antara Pemerintah dan Masyarakat Sipil ini bertujuan untuk
menjamin isi peraturan pelaksanaan dapat dilaksanakan dengan baik.
Pembahasan dalam pembentukan peraturan pelakasanaan cukup dinamis. Dari perdebatan
mengenai definisi miskin, mekanisme penyaluran dana (antara menggunakan uang muka
dengan Bank Guarantee atau mekanisme reimbursement), Mekanisme Pengawasan
(mengenai keterlibatan OBH dalam pengawasan), besaran biaya, mekanisme verifikasi,
akreditasi OBH, Standard Pemberian Bantuan Hukum, peran paralegal, dan banyak hal
teknis lainnya.

Verifikasi dan Akreditasi Organisasi Bantuan Hukum dilaksanakan pada kwartal pertama
tahun 2013. Tahapan ini diawali dengan pengumuman Verifikasi/Akreditasi melalui harian
Kompas dan 41 media cetak lokal, RRI serta website BPHN, Portal Kemenkumham dan
Portal Mitra Pembangunan. Kemudian Pelaksanaan Verifikasi faktual dan administrasi
dilaksanakan bekerjasama dengan Kantor Wilayah mulai tanggal 8 Maret sampai 14 April
2013. Hasil Verifikasi/Akreditasi Organisasi Bantuan Hukum diumumkan tanggal 30 Mei
2013 melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor M.HH-02.HN.03.03 Tahun 2013 tanggal 31 Mei 2013 tentang Pengumuman Hasil
Verifikasi/Akreditasi Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum yang ditampilkan di Website
BPHN dan Kemenkumham. Dari 593 Organisasi Bantuan Hukum yang mendaftar, terpilih
310 Organisasi Bantuan Hukum yang lolos verifikasi, yang terdiri dari 10 OBH terakreditasi
A, 21 OBH terakreditasi B serta 279 OBH terakreditasi C.

Tentu saja ada yang tidak puas dengan hasil verifikasi/akreditasi ini. BPHN sebagai
Penyelenggara Bantuan Hukum digugat oleh POSBAKUMADIN Pusat di Pengadilan Tata
Usaha Negara Jakarta Timur serta di Komisi Keterbukaan Informasi Publik. Setelah
menghabiskan waktu beberapa bulan, Putusan PTUN terhadap gugatan tersebut adalah
“tidak diterima”.
Akhirnya, implementasi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum
dimulai dengan acara Rapat Kerja Nasional Pemberian Bantuan Hukum tanggal 25-27
Juli 2013 yang dibuka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara dengan
dihadiri oleh para Pemberi Bantuan Hukum, Para Menteri dan Duta Besar. Presiden Repubik
Indonesia menjadi saksi penandatanganan Kontrak Kerja dan Pakta Integritas Pemberi
Bantuan Hukum.
Pemberi Bantuan Hukum sudah bisa melaksanakan Pemberian Bantuan Hukum terhitung
tanggal 1 Juli 2013. Namun pelaksanaan ini tidak berjalan dengan mulus. Ada beberapa
kendala yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:
  1. Sebaran OBH yang tidak merata. Ada 4 Propinsi yang masing-masing hanya memiliki 1 (satu) OBH, yakni Propinsi Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Sulawesi Barat dan Sulawesi Utara. Demikian juga, sebaran OBH secara keseluruhan hanya menjangkaukurang dari 50 % kabupaten di Indonesia;
  2. Kurangnya Sosialisasi mengenai program ini di kalangan penegak hukum dan masyarakat;
  3. Kurangnya jumlah Advokat yang ada di OBH;
  4. Minimnya waktu, yakni hanya 5 bulan terhitung dari tanggal 1 Juli hingga 9 Desember 2013;
  5. Mekanisme Reimbursement dalam Sistem Pertanggungjawaban Keuangan Negara sangat asing bagi OBH;
  6. Sebagian besar OBH tidak aktif dalam melaksanakan Pemberian Bantuan Hukum. Salah satu penyebabnya adalah belum terbiasa dengan sistem reimbursement. Saat akhir tahun tercatat hanya 172 OBH yang mengajukan Reimbursement;
  7. Banyak OBH yang belum memiliki SK Pengesahan Badan Hukum dari Ditjen Administrasi Hukum Umum; serta
  8. Sumber Daya Manusia di Kantor Wilayah yang belum memadai baik secara kuantitas maupun kualitas.
Untuk akselerasi penyerapan dana bantuan hukum tahun 2013, sudah banyak usaha yang
ditempuh oleh BPHN, diantaranya:
  1. Capacity building mengenai standard pemberian bantuan hukum, pengawasan dan mekanisme pertanggungjawaban keuangan. Pelatihan ini menghadirkan Ketua dan Bendahara OBH. Capacity building dilakukan dengan dukungan dari UNDP di 5 propinsi yakni Aceh, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Maluku dan Maluku Utara; AIPJ di 6 Propinsi yakni NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Papua dan Papua Barat.
  2. Menerbitkan surat edaran agar Kepala Rumah Tahanan memfasilitasi OBH untuk memberikan bantuan hukum kepada tahanan;
  3. Menerbitkan surat edaran percepatan penyerapan anggaran, di mana salah satunya adalah memerintahkan panitia pengawas daerah untuk mendorong OBH agar segera melakukan reimbursement;
  4. Menerbitkan surat edaran yang menyatakan bahwa reimbursement dapat dilaksanakan tanpa membedakan litigasi dan non litigasi. Artinya OBH dapat melakukan reimbursement;
  5. Bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum untuk membuat surat pernyataan bahwa OBH bersangkutan telah mengajukan Pengesahan SK Badan Hukum ke Dirjen AHU. Surat pernyataan tersebut sangat membantu sebagian besar OBH dalam mengajukan reimbursement.
  6. Pencetakan bahan penyuluhan hukum yang didukung oleh AIPJ dan disebarkan ke 593 OBH serta kantor wilayah
  7. Sosialisasi melalui media massa
Dalam Pelaksanaan Penyelenggaraan Bantuan Hukum ini, dibentuk Panitia Pengawas Pusat
dan Daerah. Panitia Pengawas Pusat terdiri dari Perwakilan BPHN, Inspektorat Jenderal
Kemenkumham RI, Kantor Perbendaharaan Negara, dan Biro Perencanaan Sekretariat
Jenderal Kementerian Hukum dan HAM RI. Sedangkan Panitia Pengawas Daerah terdiri
dari Kepala Kantor Wilayah, Kepala Divisi Pelayanan Hukum, Kepala Bidang dan Sub Bidang
Pelayanan dan Bantuan Hukum, Kepala Rumah Tahanan serta Biro Hukum Pemerintah
Daerah. Pengawasan dilakasanakan baik secara langsung dan tidak langsung (melalui laporan
Masyarakat). Pengawasan dilakukan terhadap penerapan standard Pemberian Bantuan
Hukum, Kode Etik Advokat, dan terhadap Kondisi/keadaan Pemberi Bantuan Hukum.
Reimbursement tahun 2013 juga tidak berjalan dengan mulus. Hampir semua Organisasi
Bantuan Hukum mengirim dokumen reimbursement secara bersamaan pada deadline
tanggal 9 Desember 2013. Karena itu pula, Panitia Pengawas Daerah tidak dapat bekerja
dengan maksimal. Sebagian besar Panitia Daerah tidak memiliki waktu lagi untuk memeriksa
berkas atau dokumen reimbursement dan langsung dikirim ke BPHN. Akibatnya, terjadi
penumpukan berkas yang sangat signifikan di BPHN. Sampai pada deadline verifikasi
berkas ke Kantor Perbendaharaan Negara, masih ada banyak sekali berkas yang belum dapat
diperiksa.

Konsekuensinya, berkas-berkas reimbursement tersebut menjadi hutang yang harus dibayar
dengan anggaran tahun 2014. Tentu ini juga memiliki implikasi yang tidak mudah dalam
perencanaan penganggaran di BPHN. Terlebih setelah direkapitulasi, tagihan tersebut
mencapai angka di atas Rp 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah), sehingga membutuhkan
verifikasi dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Implikasi berikutnya
adalah, setelah verifikasi dari BPKP mendapatkan angka definitif, barulah anggaran BPHN
direvisi, termasuk untuk kontrak 2014.

Untuk tahun 2014, tidak ada dispensasi status Badan Hukum lagi bagi Organisasi
Bantuan Hukum sebagai syarat reimbursement. Dari 310 Organisasi Bantuan Hukum,
tercatat 150 OBH sudah berbadan hukum dan 145 OBH sedang pengurusan. Karena
itu, dibutuhkan percepatan SK Badan Hukum supaya pelaksanaan reimbursement tahun
2014 tidak mendapatkan kendala. Untuk itu, BPHN bekerjasama dengan Direktorat
Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) dan Ikatan Notaris Indonesia (INI) Pusat
pada tanggal 17-27 Februari 2014 melakukan Program Percepatan SK AHU. Program ini
dilaksanakan dengan mengumpulkan OBH pada sebuah kluster kemudian mengirim staff
dari Subdirektorat Badan Hukum, DITJEN AHU yang membawa serta notaris yang ditunjuk
oleh INI Pusat dan Daerah bersangkutan untuk menyelesaikan SK Badan Hukum secepatnya
dengan biaya jasa notaris seminimal mungkin atau malah gratis sama sekali (kecuali PNBP).
Pembagian Kluster berdasarkan dari banyaknya OBH. 1 (satu) Kluster akan melayani sekitar
10 (sepuluh) Organisasi Bantuan Hukum, kecuali Jakarta yang akan melayani 24 (dua puluh
empat) OBH.

Adapun kluster-kluster tersebut ialah:
  • Medan yang meliputi OBH dari Propinsi Sumatera Utara,
  • Pekanbaru, yang meliputi OBH dari Propinsi Pekanbaru, Jambi, Sumatera Barat,
  • Palembang, yang meliputi OBH dari Propinsi Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Bengkulu dan Lampung,
  • Jakarta, yang meliputi OBH dari Propinsi DKI Jakarta, Banten dan Kalimantan Barat,
  • Bandung yang meliputi OBH dari Propinsi Jawa Barat,
  • Semarang yang meliputi OBH dari Propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta,
  • Denpasar yang meliputi OBH dari Propinsi Bali, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat,
  • Banda Aceh yang meliputi OBH dari Propinsi Aceh,
  • Surabaya yang meliputi OBH dari Propinsi Jawa Timur,
  • Banjarmasin yang meliputi OBH dari Propinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan,
  • Makasar yang meliputi OBH dari Propinsi di seluruh Pulau Sulawesi, Maluku dan Papua
Dari hasil program percepatan tersebut akhirnya terdapat 259 OBH yang Berbadan Hukum,
39 OBH dalam proses, dan 12 OBH sama sekali tidak mengurus. Artinya untuk tahun 2014,
hanya ada 298 OBH yang akan menandatangani kontrak, dengan catatan bahwa 39 OBH
yang dalam proses pengurusan tersebut akan menyelesaikan paling lambat tanggal 31 Mei
2014.
Dalam Pelaksanaan Penyelenggaraan Bantuan Hukum, Badan Pembinaan Hukum Nasional
dibantu oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Direktorat Jenderal Administrasi
Hukum Umum, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan serta Kantor Wilayah,
terutama Divisi Pelayanan Hukum.
Implementasi Undang-Undang Bantuan Hukum ini mendapat dukungan yang sangat kuat
dari para Mitra Pembangunan yakni Australian Aid melalui Program AIPJ, UNDP melalui
program SAJI, Yayasan TIFA serta World Bank melalui program Justice for The Poor.

Sumber : Implementasi Undang-Undang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum



Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Our Akuntansi


0 komentar:

Post a Comment