-->

Metode Akuntansi Penilaian Persediaan

Menurut Smith (1995, dalam Abdullah dan Djalil, 2004) persediaan merupakan salah
satu unsur aktiva yang paling aktif dalam perusahaan dan nilai investasi sumberdaya
perusahaan ke dalamnya sangat besar. Sehingga dapat dikatakan bahwa persediaan
merupakan aktiva yang penting dalam kegiatan operasi perusahaan, oleh karena itu
perusahaan harus menentukan nilai persediaan memadai guna memenuhi kelancaran kegiatan
operasi perusahaan. Menurut Lee dan Hsieh (1985, dalam Anissa, 2004) metode akuntansi
persediaan adalah kebijakan pengukuran yang digunakan sebagai media kontrak antar-
economic agent yang berkaitan dengan persediaan. Pemilihan metode akuntansi persediaan
yang berbeda akan menghasilkan laba yang berbeda juga. Menurut Kirkpatrick dan Speer
(1998, dalam Anissa, 2004) menyatakan bahwa perubahan metode akuntansi persediaan
dipengaruhi oleh faktor konsistensi pelaporan, pengaruh pelaporan laba pada tahun perubahan
metode, dan pengaruh pajak.

Perusahaan dalam melakukan pemilihan metode akuntansi di Indonesia mengacu pada
PSAK No.14 yang memberi 3 alternatif metode akuntansi persediaan, yaitu metode First In
First Out (FIFO), metode rata-rata tertimbang (weighted average), serta metode Last In First
Out (LIFO). Metode-metode tersebut masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan metode FIFO seiring dengan kondisi normal, dengan harga barang yang
mengalami kenaikan dari waktu ke waktu adalah (1) laba menggambarkan arus fisik
persediaan, (2) nilai persediaan akhir lebih mendekati current cost, dan (3) memberikan suatu
nilai aproksimasi yang lebih tepat. Selain mempunyai kelebihan, metode FIFO juga
mempunyai kelemahan, yakni laba yang dihasilkan dari penggunaan metode FIFO tidak
mencerminkan keadaan sebenarnya karena current cost tidak dibandingkan current revenue
dalam perhitungan laba-rugi. Menurut Bernstein & Wild (1998, dalam Abdullah dan Djalil,
2004) hal ini mengakibatkan terjadinya distorsi dalam laba kotor dan laba bersih sehingga
timbul tambahan laba yang berasal dari perubahan harga yang disebut inflation profit.

Penggunaan metode LIFO juga mempunyai kelebihan yaitu: (1) adanya keuntungan
pajak, (2) pengukuran laba yang lebih baik, (3) memperbaiki aliran kas, (4) adanya future
earnings hedge, yaitu laba perusahaan pada masa yang akan datang tidak terpengaruh oleh
penurunan harga. Sedangkan kelemahan metode LIFO yaitu (1) memperkecil laba, (2)
penyajian persediaan di neraca terlalu rendah, (3) tidak mencerminkan arus fisik persediaan,
(4) tidak mengukur laba berdasarkan berdasarkan current cost, (5) adanya involuntary
liguidation (likuidasi terpaksa) yaitu jika terjadi penurunan persediaan saat kemampuan
perusahaan rendah, maka akan menyebabkan laba yang dilaporkan tinggi, sehingga
perusahaan juga harus membayar pajak yang tinggi, dan (6) poor buying habits yaitu
kebiasaan pembelian yang buruk, misal sebuah perusahaan bisa membeli lebih banyak barang
dan menandingkan pembelian tersebut dengan pendapatan untuk memastikan bahwa biaya
lama tidak dicatat sebagai beban (Kieso et al., 2002). Menurut Cushing dan LeCLere (1992,
dalam Syukriy dan Muslim, 2004), alasan utama perusahaan memilih LIFO adalah adanya
penghematan pajak yang diestimasi. Perusahaan yang tidak menggunakan LIFO pada
dasarnya disebabkan oleh adanya faktor lain yang tidak terlalu jelas, bahkan sebagian besar
sama sekali mengabaikan kemungkinan penghematan pajak.

Sedangkan pendekatan dengan metode rata-rata tertimbang menurut Ali dan Hartono
(2000, dalam Anissa, 2004) pendekatan ini merupakan suatu pendekatan yang realitis dan
paralel dengan arus barang, khususnya jika unit-unit ternyata bercampur-baur. Metode harga
perolehan rata-rata menetapkan harga persediaan berdasarkan harga perolehan rata-rata atas
semua barang yang sama yang tersedia selama satu periode. Pada sistem periodik, metode ini
disebut teknik rata-rata tertimbang (weighted average technique) dan pada sistem perpetual
dikenal dengan nama teknik rata-rata bergerak (moving average technique). Penggunaan
metode rata-rata biasanya didasarkan pada alasan kepraktisannya daripada alasan konseptual
(Abdullah dan Djalil, 2004). Menurut Smith (1995, dalam Abdullah dan Djalil, 2004)
keterbatasan dari metode ini yaitu nilai persediaan secara terus-menerus mengandung
pengaruh dari cost paling awal dan nilai-nilai tersebut dapat mempunyai lag yang signifikan
di belakang current price dalam periode yang mengalami perubahan harga yang sangat cepat,
naik atau turun.

Namun, Undang-Undang No. 10 tahun 1994 pasal 10 ayat 6 hanya memperbolehkan
wajib pajak untuk memilih metode FIFO dan metode rata-rata. Adanya perbedaan antara
PSAK dan Undang-Undang perpajakan tersebut menyebabkan keengganan perusahaan-
perusahaan di Indonesia menggunakan metode LIFO. Menurut Abdullah (1999, dalam Ali,
2001) hal itu diduga karena perusahaan merasa tidak perlu untuk membuat perhitungan dua
kali yaitu untuk tujuan pajak dan komersial.



Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Our Akuntansi


0 komentar:

Post a Comment