-->

Pengujian Mutu Fisiologis Benih


Pengujian mutu fisiologis benih dimakasudkan sebagai penentuan kualitas dari metabolisme yang terjadi didalam benih. Biasanya untuk mengetahui bagaimana fisiologis dari benih digunakan indikator daya hidup dan daya kecambah. Daya hidup merupakan bentuk informasi yang berhubungan dengan peluang benih untuk hidup. Dalam hal ini yang dimaksud dengan daya hidup (viabilitas) benih kemampuan benih untuk hidup dan berkembang menjadi bibit (terbentuk akar, batang dan daun). Sedangkan daya kecambah lebih cenderung menunjukkan kemampuan benih untuk melakukan proses fisiologis mengeluarkan radiks. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa proses fisiologis viabilitas berbeda dengan proses fisiologis perkecambahan. Dalam hal ini viabilitas merupakan proses lanjutan dari perkecambahan. Dengan kata lain bahwa benih yang berkecambah belum tentu viabel. Viabilitas dan daya kecambah merupakan bentuk ekspresi dari proses fisiologis yang terjadi pada benih. Oleh karena itu, semakin baik daya hidup dan daya kecambah, maka mutu fisiologis benih semakin baik. Terdapatnya perbedaan daya hidup dan daya kecambah pada asal-usul
benih yang sama menunjukkan kualitas genetik dari benih tersebut. Dengan demikian informasi yang berhubungan dengan identitas asalusul benih harus tetap diketahui atau terdokumentasi dengan baik.

a) Uji Daya Hidup (Viabilitas) Benih

Uji viabilitas benih, maupun uji daya kecambah atau uji kekuatan tumbuh benih, penilaian dilakukan dengan membandingkan kecambah satu dengan yang lain dalam satu substrat. Karena itu, faktor subyektifitas dari sipenguji sulit untuk dihilangkan.  Dengan demikian, pada pengujian benih yang penilaiannya harus dilakukan dengan membandingkan hasil perkecambahan dari berbagai substrat misal pada penelitian pengaruh substrat dengan berbagai tekanan osmose terhadap kekuatan tumbuh benih, ”mungkin” dapat digunakan parameter seperti laju perkecambahan, berat kering/basah dari kecambah atau kotiledon, berat epikotil atau plumula. 
Umumnya sebagai parameter untuk viabilitas benih digunakan persentase perkecambahan. Dimana perkecambahan harus cepat dan pertumbuhan kecambahnya kuat dan mencerminkan kekuatan tumbuhnya yang dapat dinyatakan dengan laju perkecambahan. 
  • Persentase Perkecambahan (Germination Percentage) Persentase perkecambahan menunjukkan jumlah kecambah normal yang dapat dihasilkan oleh benih murni pada kondisi lingkungan tertentu dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.
  • Laju Perkecambahan (Germination Rate) Laju perkecambahan dapat diukur dengan menghitung jumlah hari yang diperlukan untuk munculnya radikel atau plumula.

Jumlah total benih yang berkecambah
Dimana :
N = jumlah benih yang berkecambah pada satuan waktu tertentu
T = menunjukkan jumlah waktu antara awal pengujian sampai dengan akhir dari interval tertentu suatu pengamatan
  • Nilai Perkecambahan ( Germination Value) Parameter lain yang mencakup laju dan persentase perkecambahan dan disebutnya sebagai ”nilai perkecambahan”. Untuk mendapatkan nilai perkecambahan diperlukan suatu kurva perkecambahan yang diperoleh dari pengamatan secara periodik dari munculnya radikel atau plumula. Setelah suatu penundaan awal, maka jumlah benih yang berkecambah meningkat, kemudian menurun.
T=titik dimana laju perkecambahan mulai menurun 
G=titik dimana persentase perkecambahan berakhir
Kedua titik ini membagi kurva menjadi dua bagian yakni fase cepat dan fase lambat.



b) Uji Daya Kecambah

Daya kecambah benih memberikan informasi kepada pemakai benih akan kemampuan benih tumbuh normal menjadi tanaman yang berproduksi wajar dalam keadaan biofisik lapangan yang serba optimum. Parameter yang digunakan dapat berupa persentase kecambah normal berdasarkan penilaian terhadap struktur tumbuh embrio yang diamati secara langsung atau secara tidak langsung dengan kehidupan benih. Persentase perkecambahan adalah persentase kecambah normal yang dapat dihasilkan oleh benih murni pada kondisi yang menguntungkan dalam jangka waktu yang sudah ditetapkan. Pengujian pada kondisi lapangan biasanya tidak memuaskan karena hasilnya kurang dapat dipercaya. Oleh karena itu, metode laboratorium dikembangkan sedemikian rupa, dimana beberapa atau seluruh kondisi luar/lapang dapat dikendalikan dengan teratur. Sehingga memberikan hasil perkecambahan yang lengkap dan cepat dari contoh benih yang dianalisa. 
Metode perkecambahan dengan pengujian di laboratorium hanya menentukan persentase perkecambahan total. Dibatasi pada pemunculan dan perkembangan struktur-struktur penting dari embrio, yang menunjukkan kemampuan untuk menjadi tanaman

Nilai perkecambahan=  nilai puncak x nilai rerata perkecambahan harian

normal pada kondisi lapangan yang optimum. Sedangkan kecambah yang tidak menunjukkan kemampuan tersebut dinilai sebagai kecambah yang abnormal. 
Benih yang tidak dorman tetapi tidak tumbuh setelah periode pengujian tertentu dinilai sebagai mati.

Agar hasil persentase perkecambahan yang didapat dengan metode uji daya kecambah di laboratorium mempunyai korelasi positif dengan kenyataan nantinya di lapangan, maka perlu diperhatikan faktor-faktor berikut ini :
(1) Kondisi lingkungan di laboratorium harus menguntungkan bagi perkecambahan benih dan terstandarisasi.
(2) Pengamatan dan penilaian baru dilakukan pada saat kecambah mencapai suatu fase perkembangan, dimana dapat dibedakan antara kecambah normal dan kecambah abnormal.
(3) Pertumbuhan dan perkembangan kecambah harus sedemikian sehingga dapat dinilai mempunyai kemampuan tumbuh menjadi tanaman normal dan kuat pada keadaan yang menguntungkan di lapangan. 
(4) Lama pengujian harus dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

Hal-hal yang diperlukan dalam pelaksanaan uji perkecambahan antara lain adalah : 
(1) Alat-alat: meja analisa, alat pengecambah benih, pinset, kaca pembesar dan lain-lain.
(2) Substrat: kertas, pasir, tanah.
(3) Kondisi yang serba optimum: kelembaban, aerasi, temperatur, cahaya.
(4) Evaluasi kecambah ; normal, abnormal dan mati.
(5) Perlakuan pemecahan dormansi (bila diperlukan). Alat pengecambahan benih adalah alat yang digunakan untuk mengecambahkan benih.  Dimana dapat diatur kondisi  lingkungan yang optimum untuk perkecambahan. 

Alat pengecambahan benih buatan luar negeri antara lain : 
Burrows Model 1000A (1850), Mangelsdorf dan Junior. Sedangkan buatan dalam negeri (Insitut Pertanian Bogor) adalah tipe-tipe IPB73-2A; IPB-73-2A/B; yang dapat digunakan untuk menguji daya kecambah benih. Kelembaban relatif ruang perkecambahan harus antara 90-95%. Variasi temperatur tidak boleh lebih dari 1 oC pada setiap periode 24 jam. Sumber cahaya putih (flourescent) baik untuk membantu memperlancar perkecambahan dan lebih efektif dari pada cahaya  harian atau cahaya pijar. Benih yang memerlukan cahaya butuh penerangan sekurang-kurangnya 8 jam setiap 24 jam dan memerlukan intensitas cahaya rata-rata 750 1250 lux. Untuk benih-benih yang tidak mengalami dormansi, kebutuhan tersebut mungkin hanya serendah 250 lux. 
Jenis substrat kertas yang dapat dipergunakan adalah kertas blotter, kertas kimpac, absorbent cotton , kertas towelling , kertas filter  dan kertas merang. Apabila contoh benih dengan substrat kertas tidak mau berkecambah atau menghasilkan kecambah yang tidak dapat dinilai, maka pegujian harus dilaksanakan pada media pasir atau tanah yang terlebih dahulu harus disterilkan. 
Medium pasir yang dianjurkan  adalah:
(1) Tidak mengandung bahan yang beracun
(2) Lolos dalam saringan berdiameter 0,8 mm dan tertahan dalam saringan  berdiameter 0.05 mm.
(3) pH = 6.0 -7.5 

Sedangkan untuk medium tanah yang dianjurkan adalah:
(1) Tidak bergumpal, sehingga harus disaring dulu sebelum digunakan.
(2) Untuk tanah liat harus dicampur dengan pasir.

Semua substrat, baik kertas, pasir dan tanah hanya boleh digunakan sekali saja. Substrat kertas biasanya diletakkan pada baki perkecambahan atau Petri dish. Sedangkan untuk pasir dan tanah digunakan kotak alumunium atau kotak kayu. Ukurannya tergantung pada besar kecilnya benih. Tanah dan pasir diisikan 2 cm dari tepi kotak alumunium atau 4 cm dari tepi kotak kayu. Setelah benih disemaikan bagian atas kotak dapat ditutup dengan kertas filter atau kaca sampai kecambah muncul. 

Untuk mengevaluasi kecambah, digunakan kriteria sebagai berikut:     
(1) Kecambah normal 
(a) Kecambah yang memiliki perkembangan sistem perakaran yang baik, terutama akar primer dan untuk tanaman yang secara normal menghasilkan akar seminal, maka akar ini tidak boleh kurang dari dua. Dengan kata lain kecambah normal dapat didefinisikan apabila memiliki radiks 2 kali panjang benih.
(b) Perkembangan hipokotil yang baik dan sempurna tanpa ada kerusakan pada jaringan-jaringannya. (c) Pertumbuhan plumula yang sempurna dengan daun hijau dan tumbuh baik, di dalam atau muncul dari koleoptil atau pertumbuhan epikotil yang sempurna dengan kuncup yang normal.
(d) Memiliki satu kotiledon untuk kecambah dari monokotil dan dua kotiledon kotiledon bagi dikotil. 

Kekurangan lain yang masih dapat diterima untuk dinyatakan sebagai kecambah normal adalah :
(a) Untuk kecambah tanpa akar primer atau dengan akar primer yang pendek ditambah dua akar seminal yang kuat.
(b) Hipokotil, boleh memperlihatkan sedikit kerusakan atau kebusukan yang terbatas asalkan jaringan-jaringan penting tidak terganggu fungsinya.
(c) Untuk dikotil yang kehilangan satu kotiledonnya.
(d) Untuk benih pohon-pohonan dengan tipe perkecambahan epigeal dikatakan normal apabila panjang akar 4 x panjang benih dan mempunyai perkembangan struktur yang normal.
(e) Kecambah yang busuk karena infeksi oleh kecambah lain masih dianggap normal, kalau jelas bahwa sebelumnya bagian-bagian penting dari kecambah itu semua ada.

(2) Kecambah abnormal
(a) Kecambah yang rusak, tanpa kotiledon, embrio yang pecah dan akar primer yang pendek.
(b) Kecambah yang bentuknya cacad, perkembangannya lemahatau kurang seimbang dari bagian-bagian yang penting.
(c) Kecambah yang tidak membentuk chlorophyl
(d) Kecambah yang lunak
(e) Untuk benih pohon-pohonan bila dari microphyl keluar daun dan bukannya akar.

(3) Benih Mati
Kriteria ini ditujukan untuk benih-benih yang busuk sebelum ber kecambah atau tidak tumbuh setelah jangka waktu pengujian yang ditentukan, tetapi bukan dalam keadaan dorman.

(4) Benih keras 
Benih yang pada akhir uji daya kecambah masih keras, karena tidak menyerap air disebabkan kulit yang impermeabel, dianggap sebagai benih yang berkulit keras. Persentase benih yang berkulit keras harus disebutkan tersendiri dalam analisa.

(5) Benih yang belum busuk tetapi tidak berkecambah/benih segar
Benih yang telah membengkak karena menyerap air tetapi belum berkecambah pada akhir pengujian, harus dikategorikan tersendiri. 
Untuk benih-benih pohon-pohonan sering ditemui benih yang tidak busuk, masih hidup dan sudah membengkak tetapi belum berkecambah. Untuk benih-benih yang demikian dapat diberi perlakuan tersendiri (diperpanjang waktu pengujiannya, diberi perlakuan khusus dan uji biokimia) serta harus disebut sebagai persentase tersendiri.
Perlakuan-perlakuan khusus untuk memecahkan dormansi dapat dilakukan dengan cara:

(6) Prechiling 
Benih-benih diletakkan pada substrat lembab dan disimpan pada temperatur rendah. Untuk benih tanaman pertanian dan hortikultura diperlakukan paling lama 10 hari pada temperatur 5-10 oC. Untuk benih pohon-pohonan diperlakukan selama 7 hari sampai 12 bulan pada temperatur 3 oC-5oC. Lamanya prechiling tidak termasuk dalam per hitungan  perkecambahan.

(7) Predrying 
Benih-benih yang dipanaskan paling lama 7 hari pada temperatur  tidak lebih dari 40 oC dengan sirkulasi udara bebas.

(8) Perlakuan dengan KNO3
Substrat dibasahi dengan 0.2% larutan KNO3  (2 gram dalam 1 liter air). Bila substrat perlu dilembabkan pagi ditambahkan air biasa, hal ini untuk mencegah makin tingginya konsentrasi KNO3 tersebut.

(9) Pencucian pendahuluan 
Bila perkecambahan dipengaruhi oleh suatu zat dari dalam benih yang akan menghambat perkecambahan, maka bahan tersebut sebaiknya dihilangkan dengan mencuci benih dalam air sebelum dikecambahkan.



Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Our Akuntansi


0 komentar:

Post a Comment