-->

Panen pada ternak penghasil daging

Kondisi yang perlu mendapat perhatian sebelum melakukan pemanenan pada ternak penghasil daging (broiler, ruminanisa, dan aneka ternak pedaging) adalah segera menghentikan segala macam pemberian obatobatan dan antibiotik minimal 5-14 hari sebelum hari pelaksanaan panen, tergantung jenis obat dan antibiotiknya.  Penghentian pemberian obat-obatan dilakukan agar dalam tubuh ternak yang dipanen hanya mengandung residu atau sisa obat-obatan serendah mungkin. Dengan demikian, ternak hasil panen yang merupakan  sumber pangan hewani sudah aman dikonsumsi, dapat dikategorikan terbebas dari sisa bahan kimia obat-obatan dan antibiotik.  Proses pemanenan baik berupa ternak, daging telur, maupun susu harus dilakukan sesuai dengan SOP pemanenan jenis produk yang akan dipanen.
Dalam hal pemanenan dan pemotongan ternak, Indonesia mempunyai standar dan cara yang sudah ditetapkan menurut Islam dan UndangUndang.

Undang-Undang yang mengatur dalam hal perlakuan terhadap ternak ini antara lain:

1) UU Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2009 Bab I Pasal 1 ayat 42. 

Kesejahteraan hewan adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang damanfaatkan manusia.

2) UU Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2009 Bab IV Bagian keempat  Pasal 34. 

a) Peternak dan perusahaan peternakan melakukan tata cara panen yang baik untuk mendapatkan hasil produksi dengan jumlah dan mutu yang tinggi.
b) Pelaksanaan panen hasil budi daya harus mengikuti syarat kesehatan hewan, keamanan hayati, dan kaidah agama, etika, serta estetika.

3) UU Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2009 Bab VI Bagian kesatu Pasal 56.

Kesehatan masyarakat veteriner merupakan penyelenggaraan kesehatan hewan dalam bentuk:
a) Pengendalian dan penanggulangan zoonosis;
b) Penjaminan keamanan, kesehatan, keutuhan, dan kehalalan produk hewan;
c) Penjaminan higiene dan sanitasi;
d) Penegmbangan kedokteran perbandingan; dan
e) Penanganan bencana.

4) UU Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2009 Bab VI Bagian kesatu Pasal 58. 

a) Dalam rangka menjamin produk hewan yang aman, sehat, utuh, dan halal, Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya melaksanakan pengawasan, pemeriksaan, pegujian, standardisasi, sertifikasi, dan registrasi produk hewan.
b) Pengawasan dan pemeriksaan produk hewan berturut-turut dilakukan ditempat produksi, pada waktu pemotongan, penampungan, dan pengumpulan, pada waktu dalam keadaan segar, sebelum pengawetan, dan pada waktu peredaran setelah pengawetan.
c) Standardisasi, sertifikasi, dan registrasi produk hewan dilakukan terhadap produk hewan yang diproduksi di dan/atau dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk diedarkan dan/atau dikeluarkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d) Produk hewan yang diproduksi di dan/atau dimasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk diedarkan wajib disertai sertifikat veteriner dan sertifikat halal.
e) Produk hewan yang dikeluarkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib disertai sertifikat veteriner dan sertifikat halal jika dipersyaratkan oleh negara pengimpor.
f) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.
g) Untuk pangan olahan asal hewan, selain wajib memenuhi ketentuan sabagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pangan.

5) UU Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2009 Bab VI Bagian kesatu Pasal 61. 

a) Pemotongan hewan yang dagingnya diedarkan harus:
  • Dilakukan di rumah potong; dan 
  • Mengikuti cara penyembelihan yang memenuhi kaidah kesehatan masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan.
b) Dalam rangka menjamin ketenteraman batin masyarakat, pemotongan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus memerhatikan kaidah agama dan unsur kepercayaan yang dianut masyarakat.
c) Menteri menetapkan persyaratan rumah potong dan tata cara pemotongan hewan yang baik.
d) (4)  Ketentuan mengenai pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikecualikan bagi pemotongan untuk kepentingan hari besar keagamaan, upacara adat, dan pemotongan darurat.

6) UU Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2009 Bab VI Bagian kedua Pasal 66. 

a) Untuk kepentingan kesejahteraan hewan dilakukan tindakan yang berkaitan dengan penangkapan dan penanganan; penempatan dan pengandangan; pemeliharaan dan perawatan; pengangkutan; pemotongan dan pembunuhan; serta perlakuan dan pengayoman yang wajar terhadap hewan.
b) Ketentuan mengenai kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara manusiawi yang meliputi:
c) Penangkapan dan penanganan satwa dari habitatnya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang konservasi;
d) Penempatan dan pengandangan dilakukan dengan sebaikbaiknya sehingga memungkinkan hewan dapat mengekspresikan perilaku alaminya;
e) Pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, penganiayaan dan penyalahgunaan, serta rasa takut dan tertekan;
f) Pengangkutan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa takut, dan tertekan serta bebas dari penganiayaan;
g) Penggunaan dan pemanfaatan hewan dilakukan dengan sebaikbaiknya sehingga hewan bebas dari penganiayaan dan penyalahgunaan;
h) Pemotongan dan pembunuhan hewan dilakukan dengan sebaikbaiknya sehingga hewan bebas dari rasa sakit, rasa takut, dan tertekan, penganiayaan, dan penyalahgunaan; dan
i) Perlakuan terhadap hewan harus dihindari dari tindakan penganiayaan dan penyalahgunaan.
j) Ketentuan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kesejahteraan hewan diberlakukan bagi semua jenis hewan bertulang belakang dan sebagian dari hewan yang tidak bertulang belakang yang dapat merasa sakit.
k) Ketentuan lebih lanjut mengenai kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.



Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Our Akuntansi


0 komentar:

Post a Comment