-->

Kewajiban Masing-masing Varna BAG 3

 

3. Kewajiban Varna Waisya

Varna Waisya merupakan Varna yang ketiga dalam susunan Catur Varna. Kata Waisya (aslinya Vaisya) berasal dari bahasa Sansekerta dari urat kata “Vie” artinya bermukim di atas tanah tertentu. Dari urat kata tersebut lalu berkembang menjadi kata Waisya yang artinya golongan pekerja atau seorang yang mengusahakan pertanian. Demikianlah dijelaskan oleh A.A. Mac Donel dalam kamusnya. Dari keteranganketerangan berikutnya memang peranan dan fungsi Varna Waisya tidak begitu jauh menyimpang dari arti katanya. Peranan dan fungsi Waisya dijumpai dalam beberapa pustaka suci Hindu. Dalam Slokantara, 37, diuraikan kewajiban Waisya sebagai berikut:

Vaicyah krsivalah karyo gopah sasya bhrtwratah Wartayukto grhopatah ksetrapalo ‘tha Vaisyajah. Kalingannya, karyaning sang Waisya, masawahsawah rumaksa ring lembu, dhumaranang pari, maka sahaya wuluku, kahananya umunggah ringgrha kathanyan. Ksetrapala ngaranya rumaksa sawah. Yeka Waisya sasana, ling sang Hyang Aji. Terjemahan: Orang Waisya harus bekerja sebagai petani, pengembala, pengumpul hasil tanah, bekerja dalam lapangan perdagangan dan mempunyai hotel-hotel dan rumah penginapan. Orang yang lahir di keluarga Waisya itu lahir sebagai pelindung ladang. Pekerjaan seorang Waisya ialah peladang, memelihara ternak, mengumpulkan padi dan membajak, tempat dalam bertugas ialah pondok. Ksetrapala artinya pelindung ladang. Demikianlah kewajiban seo rang Waisya menurut kitab suci.

Demikian pula Bhagavadgītā XVIII, 44, menguraikan kewajiban Varna Waisya yang tidak begitu jauh dengan uraian Slokantara di atas. Uraian tersebut adalah sebagai berikut:  

kṛṣi-go-rakṣya-vāṇijya vaiśya-karma svabhāva-jam paricaryātmakaḿ karm śūdrasyāpi svabhāva-jam kṛṣi-go-rakṣya-vāṇijya vaiśya-karma svabhāva-jam... Terjemahan: Bercocok tanam, beternak sapi dan berdagang adalah karma (kewajiban) Waisya menurut bakatnya.....

Sloka ini diterjemahkan oleh Prof. Dr. Ida Bagus Mantra sebagai berikut: “Pertanian, pemeliharaan ternak, dan perdagangan adalah kewajiban Waisya yang lahir dari alamnya.”  Jadi singkatnya fungsinya di sini adalah berfungsi dalam bidang ekonomi. Dalam Manawa Dharmasastra I, 90, kewajiban Waisya adalah sebagai berikut:  

Paśūnām raksanam dānam Ijyā dhyanam eva ca Vanikpatham kusidam ca Vaiśyasya  krsin eva ca Terjemahan: Para  ditugaskan untuk memelihara ternak, memberikan hadiah, melakukan upacara korban, mempelajari Veda, berdagang, meminjamkan uang, dan bertani.

Ayat (sloka) ini merupakan lkamusan hukum untuk menentukan apakah seseorang tergolong Waisya atau bukan. Berdasarkan ayat ini kriteria seorang Waisya secara fungsional yaitu beternak, berdana, beryadnya, berguru, berdagang, membungakan uang, bertani dan sebagainya yang kesemuanya berkisar di bidang perekonomian. Hal yang perlu digarisbawahi di sini adalah bahwa Varna Waisya itu dibolehkan membungakan uang. Namun, membungakan uang terbatas untuk kepentingan yang produktif dan bukan untuk kepentingan konsumtif. Tidak pula dibenarkan meminjamkan uang dengan motif pemerasan atau yang dikenal dengan istilah riba. Selanjutnya pustaka suci Sarasamuccaya, 59, juga menguraikan tentang kewajiban Varna Waisya sebagai berikut:  

Waiśyo’ ‘dhitya brāhmanāt ksatriyādwā dhanaih kāle Sambiwhajyāśritamśca tretāpūrwan dhūmāmaghrāya punyam pretya swarge dewasukha bhinukte. Nihan ulaha Sang waiśya, mangajya sira ri sang Brāhmaṇa, ri sang Kṣatriya kuneng, mwang maweha dāna ri tekaning dānakāla, ring śubhadiwasa,dumdumana nira ta sakwehning mamaracraya ri sira mangelema amūjā ring sang hyang tryagni sang hyang apuy tiga, pratyekenira, ahawaniya,garhaspatya, citāgni. āhawanidha ngaranira apuy ning asuruhan, rumateng pinangan, Garhaspatya ngaranira apuy ri winarang, apan agni saksika kramaning-winarang i kālaning wiwāha,citāgni ngaranira apuy ning manunu cawa, nahan ta sanghyang  tryagni ngaranira, sira ta pujan  de sang waicya, ulah nira ika mangkana, ya tumekaken sira ring swarga dlaha. Terjemahan: Yang patut dilakukan oleh Sang Waisya ialah ia harus belajar pada Sang Brāhmaṇa maupun pada Sang Kṣatriya, dan hendaknya ia memberi kan sedekah pada saatnya/waktu persedekahan tiba, pada hari yang baik, hendaklah ia membagi-bagikan sedekah kepada semua orang yang meminta bantuan kepadanya dan taat mengadakan pemujaan terhadap tiga api suci yang disebut Tri Agni. Yaitu tiga api suci yang perinciannya adalah: Ahawania, Grehaspatya dan Citagni. Ahawania artinya api tukang masak untuk memasak makanan, Grehaspatya artinya api untuk upacara perkawinan, inilah api yang dipakai pada waktu perkawinan sebagai api yang berfungsi sebagai saksi dalam perkawinan, Citagni artinya api untuk membakar mayat itulah api yang disebut tri agni, ketiga api inilah yang harus dihormati dan dipuja oleh Sang Waisya, perbuatannya itu akan mengantarkan ia kelak ke surga. 

Keterangan Sarasamuccaya ini seperti berbeda dengan keterangan pustakapustaka suci Hindu di atas, namun kalau direnungkan lebih mendalam tidak ada perbedaan yang bersifat prinsip. Cuma keterangan Sarasamuccaya ini sedikit menambahkan bahwa seorang Waisya dalam fungsinya sebagai pengatur ekonomi tidak boleh lepas dengan prinsip agama dan prinsip spiritual. Dengan demikian dapat digambarkan bahwa sistem ekonomi Hindu, adalah ekonomi yang menyejajarkan antara kebutuhan jasmani dan rohani. Dari seluruh keterangan di depan, maka seluruh kewajiban Varna Waisya cukup jelas yaitu berperan dalam mewujudkan kemakmuran ekonomi. Keterangan ini sangat erat hubungannya dengan keter angan Chandra Prakash Bhambhri bahwa salah satu tugas atau lapangan Dkamuniti adalah mewujudkan kemakmuran yang disebut dengan istilah Vartta. Vartta ini meliputi tiga unsur pokok yaitu: pertanian (agricultural), peternakan (cattle breading), dan perdagangan (trade). Resi Kautilya menyebutkan istilah Krsi, Raksya, dan Wanijyam. Jadi, jika disimpulkan, tugas Varna Waisya adalah untuk kemakmu ran negara. Tugas-tugas mereka terutama mengusahakan pertanian, peternakan, dan perdagangan. Waisya harus mengetahui dan mengatur harga barang-barang terutama barang-barang yang merupakan kebutu han pokok. Mereka harus mahir bercocok tanam, harus tahu soal-soal keadaan tanah di seluruh daerah, apakah tanah itu subur atau tidak, tanaman apa yang cocok untuk ditanam di masing-masing daerah. Mereka harus mahir dalam seluk beluk timbangan dan barang-barang yang paling banyak mendatangkan keuntungan. Waisya harus mahir dalam bidang peternakan. Mereka harus selalu berdana punia pada golongan Brāhmaṇa dan membiyayai pendirian tempat-tempat ibadah. Jadi Varna Waisya adalah golongan fungsional yang setiap orang memiliki watak tekun, terampil, hemat, cermat dan keahlian serta bakat kelahirannya untuk menyelenggarakan kemakmuran masyarakat, negara, dan kemanusiaan.

4. Kewajiban Varna Śudra 

Kata Śudra berarti golongan pelayan.  Keterangan  mengenai peranan serta fungsi Varna Śudra dari sumber-sumber pustaka suci agama Hindu hampir senada dengan kata Śudra itu sendiri. Sarasamuccaya, 60, menguraikan peranan dan fungsi Varna Śudra sebagai berikut:

Brāhmaṇa ksatram waicyaVarnam ca śūdrah Kramenaitan nyāyatah pūjyamanah, tusteswateswawyatho dagdhapāstyaktwā deham sidhimistam labheta. Yapwan ulahaning śudra, bhaktya sumewāri sang brāhmana, Ri sang  ksatriya,ring waiśya, yathākrama juga, paritusta sang telun sinewakanya hilang ta papanya, siddha sakāryannya. Terjemahan: Akan halnya perilaku Śudra, setia mengabdi kepada Brāhmaṇa, Kṣatriya, dan Waisya sebagaimana mestinya, apabila puaslah ketiga golongan yang dilayani olehnya, maka terhapuslah dosanya dan berhasil 
segalanya.

Bhagavadgītā XVIII, 44 menguraikan peranan dan fungsi Śudra senada dengan uraian di atas yaitu:

kṛṣi-go-rakṣya-vāṇijya vaiśya-karma svabhāva-jam paricaryātmakaḿ karm śūdrasyāpi svabhāva-jam paricaryātmakaḿ karm śūdrasyāpi svabhāva-jam Terjemahan: Meladeni (menjual tenaga) adalah kewajiban Śudra menurut bakatnya.

Prof. Dr. Ida Bagus Mantra menerjemahkan sloka ini sebagai berikut: “Pekerjaan yang mempunyai karakter pelayanan adalah kewajiban dari Śudra yang lahir dari alamnya.” Seluruh keterangan di atas diperkuat lagi oleh kitab Manawa Dharmasastra I, 91, sebagai berikut:

Ekam eva tu śūdrasya prabhuh karma samādiśat etesām eva varnānām śuśrusām anasūyaya Terjemahan: Hanya satu tangan yang Tuhan tentukan untuk para Śudra yaitu memberikan pelayanan dengan setia terhadap ketiga golongan lainnya.

Ayat ini merupakan landasan hukum dan kriteria untuk menentukan apakah seseorang termasuk katagori Śudra atau tidak. Menurut ayat ini kehidupan pokok dari Śudra adalah kerja menjadi buruh, pekerja yang menggantungkan hidupnya kepada orang lain, dan hasil dari menjual tenaga. Seandainya seorang Śudra tidak mendapat pekerjaan sebagai buruh atau pelayan, dan hal itu akan mengancam hidupnya dan membuatnya kelaparan, maka seseorang Śudra dapat bekerja sendiri. Hal ini dapat dibenarkan oleh sloka atau ayat 99. Bab X kitab Manawa Dharmaśāstra yang bunyinya sebagai berikut:


Aśaknuvams tu śuśrūsām śūdrah karttum dvijanmanām, putradārātyayam prāpto jivet kāruka karmabhih. Terjemahan: Seorang Śudra karena tidak mempunyai dan memperoleh pekerjaan sebagai pelayan dan terancam akan kehilangan anak dan istrinya karena lapar ia dapat menunjang hidupnya dengan kerja tangan. 

Adapun pustaka Slokantara 38 menguraikan tentang kewajiban Varna Śudra sebagai berikut:

Vanigranistu bhkamukrad wanijah padajatayah, Krayavikrayakaryatha Ciidrastuvanijyakryah. Kalinganyakaryasang Śudra adagang alayar madwal awali, kawrdhyan ning artha donya, banyak akriya, yeka cudra sasana, ling sanghyang aji. Kunang ikang antyajati ngaranya, walu wilang nika sor jagatyangeng rat ling sanghyang Castra. Terjemahan: Seseorang Śudra adalah pembuat barang pecah belah dan pedagang. la melakukan pembelian dan penjualan, bekerja di lapangan jual beli. Kewajiban seorang Śudra ialah mengembara berkeliling, menjual, dan membeli. Tujuan utamanya ialah memupuk kekayaan. la bekerja di lapangan perdagangan. Inilah kewajiban seorang Śudra menurut kitab suci.

Prof. S.P. Kanal, penulis India modern, mengatakan dalam bukunya Dialogous on India Culture, bahwa kewajiban seorang Śudra yang utama ialah bekerja di bawah bimbingan dan pengawasan ketiga golongan yang lainnya. Ia menjalankan upacara keagamaan yang tidak memerlukan pembacaan mantra-mantra.

Demikian pula menurut Dr. Gangga Prasad Uphadyaya dalam bukunya Vedic Culture. Jika ada orang yang tingkat kecerdasannya rendah, yang tidak dapat menentukan pekerjaan apa yang harus dipilihnya untuk dirinya sendiri, ia tidak akan dibiarkan hidup malas berpangku tangan saja, kemalasan itu sangat berbahaya bagi masyarakat. Masyarakat memaksakan untuk mengerjakan sesuatu atas petunjuk dan pengawasan mereka yang dapat memilih dan memimpinnya. Orang yang demikian dinamai kaum Śudra, orang malang. Kemalangan ini yang menyebabkan ia diletakkan dalam tingkat yang paling rendah, bukan dipaksakan kepadanya oleh masyarakat. la menjadi Śudra bukan karena dipaksa oleh masyarakat. la menjadi demikian karena ia tidak dapat dan tidak mampu karena kelemahan-kelemahannya sendiri. Meskipun demikian iapun tidak dibuang oleh masyarakat, ia masih tetap sebagai salah seorang anggotanya.

Dari seluruh uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa Varna Śudra itu adalah mereka yang memenuhi kebutuhannya dengan menjadi pelayan, pesuruh atau pembantu orang lain. Atau golongan fungsional yang setiap orangnya hanya memiliki kekuatan jasmaniah, ketaatan, serta bakat kelahiran untuk sebagai pelaku utama dalam tugas-tugas memakmurkan masyarakat, negara, dan umat manusia atas petunjuk-petunjuk dari golongan fungsional lainnya.



Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Our Akuntansi


0 komentar:

Post a Comment