Itihāsa BAG 1
Renungan
Perdebatan panjang tentang adanya sistem pengajaran dalam Veda merupakan suatu hal yang menjadi pembicaraan yang menarik. Selanjutnya dalam arus modernitas dituntut adanya sistem pembelajaran yang bersifat komprehensif namun dilain hal adanya banyak tuntutan yang “memaksa” seseorang untuk melakukan tindakan yang biasanya disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan orang tersebut. Pada pembahasan ini akan diulas tentang sistem pendidikan Veda yang mengacu pada pembelajaran Vedic Literature yang biasanya seorang guru sering memberikan bahan pembelajaran yang berupa cerita baik itu dalam Itihāsa maupun kesusasteraan lainnya. Akan tetapi, ada juga yang memberikan arahan kepada anak didiknya untuk langsung membaca Veda itu sendiri yang biasanya adalah kitab Catur Veda maupun Bhagavadgītā tanpa diajarkan terlebih dahulu tentang konsep Itihāsa maupun Purana sebagai pondasi pengetahuan anak didik. Selanjutnya untuk pembahasan tentang pendidikan agama Hindu bahwa sejak dini sudah ada tentang materi mendongeng tentang agama Hindu yang isinya adalah cerita kepahlawanan yang ada dalam epos Itihāsa baik itu Rāmāyana dan Mahābhārata serta cerita tentang patriotisme dari Purana tentang kelahiran para dewa. Untuk itu perlu adanya pembaharuan dalam kurikulum untuk memasukan Itihāsa dan puraṇa sebagai materi pokok untuk mempermudah peserta didik memahami ajaran Veda. Karena dalam metode pendidikan adanya yang dinamakan dengan story telling yang memudahkan peserta didik dalam menyerap materi yang diajarkan oleh guru melalui metoda cerita. Karena dalam hal ini Itihāsa dan Puraṇa sebagai suhrita samhita sangat memungkinkan sekali untuk bisa dipahami oleh anak-anak dan bahkan orang awam sekalipun.Memahami Teks
Kitab Upaveda, Itihāsa ini merupakan kelompok kitab jenis epos, wiracarita atau cerita tentang kepahlawanan. Pada umumnya pengertian Itihāsa adalah nama sejenis karya sastra sejarah agama Hindu. Itihāsa adalah sebuah epos yang menceritakan sejarah perkembangan raja-raja dan kerajaan Hindu dimasa silam. Ceritanya penuh fantasi, roman, kewiraan dan di sana sini dibumbui dengan mitologi sehingga memberi sifat kekhasan sebagai sastra spiritual. Di dalamnya terdapat beberapa dialog tentang sosial politik, tentang filsafat atau idiologi, dan teori kepemimpinan yang diikuti sebagai pola oleh raja-raja Hindu. Kata Itihāsa terdiri atas tiga kata, yaitu iti-ha-asa, sesungguhnya kejadian itu begitulah nyatanya. Walaupun Itihāsa merupakan kitab sejarah agama, namun secara materiil sangat sulit untuk dijadikan pembuktian sejarah. Sebagai kitab sejarah banyak memuat hal-hal yang menurut fakta sejarah masih dapat dibuktikan, termasuk sosial politik, pertentangan berbagai suku bangsa yang ada antara berbagai kerajaan yang kontemporer pada masa itu. Oleh karena itu peranan dan fungsi Itihāsa tidak dapat diabaikan begitu saja. Ketika hendak mempelajari Veda dan perkembangannya, mempelajari sejarah agama Hindu dan kebudayaannya, berbagai konsep politik dan idiologi yang relevan, maka kitab Itihāsa sangat penting artinya untuk dipelajari. Secara tradisional jenis yang tergolong Itihāsa ada dua macam, yaitu Rāmāyana dan Mahābhārata. Kedua epos ini sangat terkenal di dunia dan memikat imajinasi masyarakat Indonesia di masa silam hingga sekarang. Kedua kitab ini telah digubah ke dalam sastra Jawa Kuno yang sangat indah.Ceritanya banyak diambil dalam bentuk drama dan pewayangan. Demikian pula dalam seni pahat dan seni lukis sangat gemar mengambil tokoh-tokoh dari cerita ini. Khusus dalam bab ini akan meninjau kedua epos yang terbesar di dalam agama Hindu, yaitu: Rāmāyana dan Mahābhārata.
1. Rāmāyana
Cerita Rāmāyana dalam sari patinya mengandung nilai-nilai pendidikan tentang moral dan etika yang mengacu nilai-nilai agama atau nilai tentang kebenaran agama yang hakiki yang artinya mengandung nilainilai kebenaran yang bersifat kekal dan abadi. Cerita Rāmāyana dapat dibedakan menjadi 7 bagian yang disebut Sapta Kanda. Rāmāyana adalah sebuah epos yang menceritakan riwayat perjalanan Rāmā dalam hidupnya di dunia ini. Rāmā adalah tokoh utama dalam epos Rāmāyana yang disebutkan sebagai awatara Visnu. Kitab Purāna menyebutkan ada sepuluh awatara Visnu, satu diantaranya adalah Rāmā. Kitab Rāmāyana adalah hasil karya besar dari Mahārṣi Vālmīki. Hasil penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa Rāmāyana tersusun atas 24.000 stansa yang dibagi atas 7 bagian yang setiap bagiannya disebut kanda. Ketujuh dari kanda Rāmāyana itu merupakan suatu cerita yang menarik dan mengasyikkan, karena ceritanya disusun dengan sangat sistematis yang isinya mengandung arti yang sangat dalam. Karena cerita yang dikandung oleh kitab Rāmāyana itu sangat mempesona dengan penuh idealisme pendidikan moral, kewiraan serta disampaikan dalam gaya bahasa yang baik, menyebabkan epos ini sangat digemari di seluruh dunia. Pengaruhnya yang sangat besar dirasakan di seluruh Asia dan ceritanya dipahatkan sebagai hiasan candi-candi atau tempat-tempat persembahyangan umat Hindu. Demikian pula nama-nama kota yang terdapat di dalamnya banyak ditiru sebagai sumber inspirasi. Dengan demikian Rāmāyana menjadi sebuah Adikavya dan Mahārṣi Vālmīki diberi gelar sebagai Adikavi. Keahlian Vālmīki dalam kemampuannya memahami perasaan manusia secara mendalam, menyebabkan kitab Rāmāyana dengan mudah dapat menguasai emosi masyarakat dan sebagai apresiasi dari kata-kata tulis baru yang mengambil tema dari Rāmāyana. Di Indonesia misalnya gubahan yang dijumpai adalah Rāmāyana kekawin yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuno. Sampai saat ini kekawi Rāmāyana oleh para peneliti dinyatakan sebagai karya sastra tertua di Indonesia. Kekawin ini adalah kekawin yang paling besar dan paling panjang dalam kesusastraan Jawa Kuno. Sumber asli dalam kekawin Rāmāyana itu adalah kitab Ravanavadha karangan Bhatti, kitab ini sering juga disebut Bhattikavya. Secara tradisional kekawin Rāmāyana dikarang oleh Empu Yogisvara. Kitab-kitab gubahan Rāmāyana sesungguhnya sangat banyak kita jumpai di India ataupun di luar India, tetapi semua kitab gubahan tersebut pada hakikatnya mengambil materi langsung maupun tidak langsung dari Rāmāyana karya Vālmīki.Adapun isi singkat dari tiap-tiap kanda dari kitab Rāmāyana dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Bala Kanda
Negeri Kosala dengan ibukotanya Ayodhyā diperintah oleh raja Daśaratha. Raja Dasaratha memiliki tiga orang istri, Kausalya yang berputra Rāmā sebagai anak tertua, Kaikeyi yang berputra Bharata, dan Sumitra yang berputra Laksmana dan Satrughna. Dalam sayembara di Wideha, Rāmā berhasil memperoleh Sītā putri raja Janaka sebagai istrinya.b. Ayodhyā Kanda
Dasaratha merasa sudah tua, maka ia hendak menyerahkan mahkotanya kepada Rāmā. Datanglah Kaikeyi yang memperingatkan bahwa ia masih berhak atas dua permintaan yang mesti dikabulkan oleh raja. Maka permintaan Kaikeyi yang pertama ialah supaya bukan Rāmā melainkan Bharatalah yang menjadi raja menggantikan Dasaratha. Permintaan kedua ialah supaya Rāmā dibuang ke hutan selama 14 tahun. Demikianlah Rāmā, Lakṣmaṇa dan Sītā istrinya meninggalkan Ayodhyā. Tak lama kemudian Dasaratha meninggal dan Bharata menolak untuk dinobatkan menjadi raja. Ia pergi ke hutan mencari Rāmā. Bagaimana pun ia membujuk kakaknya, Rāmā tetap pada pendiriannya untuk mengenbara terus sampai 14 tahun. Pulanglah Bharata ke Ayodhyā dengan membawa terompah Rāmā. Terompah inilah yang ia letakkan di atas singgasana, sebagai lambang bagi Rāmā yang seharusnya menjadi raja yang sah. Ia sendiri memerintah atas nama Rāmā.c. Aranyaka Kanda
Di dalam hutan Rāmā berkali-kali membantu para pertapa yang tidak habishabisnya diganggu oleh raksasa. Suatu ketika ia berjumpa dengan raksasa perempuan Surpanaka namanya, ia jatuh cinta padanya. Oleh Laksmana raksasa ini dipotong telinga dan hidungnya. Kemudian ia melaporkan peristiwa ini kepada kakaknya Ravana, seorang raja raksasa yang berkepala sepuluh dan memerintah di Alengka. Diceritakan pula betapa cantiknya istri Rama. Ravana pergi ke tempat Rāmā, dengan maksud menculik Sītā sebagai pembalasan terhadap penghinaan adiknya. Marica seorang raksasa teman Ravana, menjelma sebagai kijang emas, dan berlari-lari kecil di depan kemah. Rama dan Sītā sangat tertarik, dan Sita meminta kepada suaminya untuk menangkap kijang itu. Ternyata kijang itu tidak sejinak nampaknya, dan Rama makin jauh dari tempat tinggalnya. Akhirnya kijang itu dipanahnya. Seketika kijang itu menjelma menjadi raksasa dan menjerit keras. Jeritan itu dikira oleh Sītā berasal dari Rama, maka disuruhnyalah iparnya memberi pertolongan. Sītā tinggal sendirian. Datanglah seorang Brahmana kepadanya untuk berpura-pura meminta nasi. Sītā dilarikannya. Dengan sangat bersedih hati, Rama dan Laksmana mencari jejak Sītā. Dalam pengembaraan yang tidak menentu itu, mereka bertemu dengan burung Jatayu. Burung tersebut merupakan bekas kawan baik Dasaratha, dan ketika ia melihat Sītā dibawa terbang oleh Rawana, ia mencoba mencegahnya. Dalam pertempuran yang terjadi, Jatayu kalah. Setelah memberikan penjelasan itu, Jatayu mati.d. Kiskindha Kanda
Rāmā berjumpa dengan Sugriva, seorang raja kera yang kerajaan serta istrinya direbut oleh saudaranya sendiri yang bernama Walin. Rāmā bersekutu dengan Sugriwa untuk memperoleh kerajaan dan istrinya dan sebaliknya Sugriwa akan membantu Rāmā untuk mendapatkan Sītā dari negeri Alengka. Khiskinda digempur. Walin terbunuh oleh panah Rāmā. Sugriwa kembali menjadi raja Kiskinda dan Anggada, anak Walin dijadikan putra mahkota. Tentara kera berangkat ke Alengka. Di tepi pantai selatan yang memisahkan Alengka dari daratan India, tentara itu berhenti. Dicarilah akal bagaimana untuk dapat menyeberangi lautan.e. Sundara Kanda
Hanuman, kera kepercayaan Sugriwa, mendaki gunung Mahendra untuk melompat ke negeri Alengka. Akhirnya ia dapat menemukan Sītā. Kepada Sītā dijelaskan bahwa tak lama lagi Rāmā akan datang menjemput. Hanuman ditahan oleh tentara Lengka. Ia diikat erat-erat dan kemudian dibakar. Ia meloncat ke atas rumah dengan ekornya yang menyala menimbulkan kebakaran di kota Lengka. Kemudian Hanuman melompat kembali menghadap Rāmā untuk memberi laporan.f. Yudha Kanda
Dengan bantuan Dewa Laut tentara kera berhasil membuat jembatan ke Lengka. Rawana yang mengetahui bahwa negaranya terancam musuh menyusun pertahanannya. Adiknya, Wibisana menasihatkan untuk mengembalikan Sītā kepada Rāmā dan tidak usah berperang. Rawana bukan main marahnya. Adiknya itu diusir dari Alengka dan menggabungkan diri dengan Rāmā. Setelah itu terjadilah pertempuran yang sengit, setelah Indrajit dan Kumbakarna gugur, Rawana terjun ke dalam kancah peperangan yang diakhiri dengan kemenangan dipihak Rāmā dan Ravana terbunuh dalam peperangan tersebut. Setelah peperangan selesai Vibhisana adik Ravana yang memihak Rāmā diangkat menjadi raja di negeri Lengka serta Sītā bertemu kembali dengan Rāmā. Rāmā tidak mau menerima kembali istrinya, karena sudah sekian lamanya tinggal di Alengka dan tidak mungkin masih suci. Sītā sedih sekali kemudian ia menyuruh para abdinya membuat api unggun. Kemudian ia terjun ke dalam api. Nampaknya Dewa Agni di dalam api tersebut menyerahkan Sītā kepada Rāmā. Rāmā menjelaskan, bahwa ia sama sekali tidak sanksi dengan kesucian Sītā, akan tetapi sebagai permaisuri kesuciannya harus terbukti di depan mata rakyatnya. Diiringi oleh tentara kera Rāmā beserta istri dan adiknya kembali ke Ayodhyā. Mereka disambut oleh Bharata yang segera menyerahkan tahta kerajaan kepada Rāmā.g. Uttara Kanda
Dalam bagian ini diceritakan bahwa kepada Rāmā terdengar desas-desus bahwa rakyat menyangsikan kesucian Sītā. Maka untuk memberi contoh yang sempurna kepada rakyat diusirlah Sītā dari istana. Tibalah Sītā di pertapaan Vālmīki, yang kemudian mengubah riwayat Sītā itu wiracarita Rāmāyana. Di pertapaan itu Sītā melahirkan dua anak laki-laki kembar, Kusa dan Lava. Kedua anak ini dibesarkan oleh Vālmīki. Waktu Rāmā mengadakan Aswamedha, Kusa dan Lava hadir di istana sebagai pembawa nyanyi-nyanyian Rāmāyana yang digubah oleh Vālmīki. Segeralah Rāmā mengetahui, bahwa kedua anak laki-laki itu adalah anaknya sendiri. Maka dipanggilah Vālmīki untuk mengantarkan kembali Sītā ke istana. Setiba di istana, Sītā bersumpah, janganlah hendaknya raganya diterima oleh bumi seandainya ia memang tidak suci. Seketika itu, tanah terbelah dan muncul Dewi Pertiwi di atas singasana emas yang didukung oleh ular-ular naga. Sītā dipeluknya dan dibawanya lenyap ke dalam bumi. Rāmā sangat sedih dan menyesal, tetapi tidak dapat memperoleh istrinya kembali. Ia menyerahkan mahkotanya kepada kedua anaknya, dan kembali ia ke kahyangan sebagai Visnu.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Our Akuntansi
0 komentar:
Post a Comment