Mendalami Usaha Membela Hidup melalui Pengalaman Hidup Sehari-hari
a. Bacalah dan renungkan kisah hidup Bunda
Teresa berikut ini.
BUNDA TERESA
Dilahirkan di Skopje,
Albania pada 26 Agustus 1910, Bunda Teresa merupakan anak bungsu dari
pasangan Nikola dan Drane Bojaxhiu. Ketika dibaptis, ia diberi nama
Agnes Gonxha. Ia menerima pelayanan sakramen pertamanya ketika berusia lima setengah tahun dan
diteguhkan pada bulan November 1916. Ketika berusia delapan tahun,
ayahnya meninggal dunia, dan Ketika memasuki usia remaja, Gonxha bergabung dalam kelompok
pemuda jemaat lokalnya yang bernama Sodality. Melalui keikutsertaannya
dalam berbagai kegiatan yang dipandu oleh seorang pastor Jesuit, Gonxha
menjadi tertarik dalam hal misionari. Pada tanggal 28 November 1928, ia
bergabung dengan Institute of the Blessed Virgin Mary, yang dikenal juga
dengan nama Sisters of Loretto, sebuah komunitas yang dikenal dengan
pelayanannya di India. Ketika mengikrarkan komitmennya bagi Tuhan dalam
Sisters of Loretto, ia memilih nama Teresa dari Santa Theresa Lisieux.
Suster Teresa pun dikirim ke India untuk menjalani pendidikan sebagai
seorang biarawati. Setelah mengikrarkan komitmennya pada St. Mary’s High School di
Kalkuta. Pada tahun 1944, ia menjadi kepala sekolah St. Mary. Akan
tetapi, kesehatannya memburuk. Ia menderita TBC sehingga tidak bisa lagi
mengajar. Untuk memulihkan kesehatannya, ia pun dikirim ke Darjeeling.
Dalam kereta api yang tengah melaju menuju Darjeeling, Suster Teresa
mendapat panggilan yang berikut dari Tuhan; sebuah panggilan di antara
banyak panggilan lain. Kala itu, ia merasakan belas kasih bagi banyak
jiwa, sebagaimana dirasakan oleh Kristus sendiri, merasuk dalam hatinya.
Hal ini kemudian menjadi kekuatan yang mendorong segenap hidupnya.
Saat
itu, 10 September 1946, disebut sebagai “Hari Penuh Inspirasi” oleh
Bunda Teresa. Selama berbulan-bulan, ia mendapatkan sebuah visi
bagaimana Kristus menyatakan kepedihan kaum miskin yang
ditolak, bagaimana Kristus menangisi mereka
yang menolak Dia, bagaimana Ia ingin mereka mengasihi-Nya. Pada tahun
1948, pihak Vatikan mengizinkan Suster Teresa untuk meninggalkan ordonya
dan memulai pelayanannya di bawah Keuskupan Kalkuta. Dan pada 17
Agustus 1948, untuk
pertama kalinya ia memakai pakaian putih yang dilengkapi dengan kain
sari bergaris biru. Ia memulai pelayanannya dengan membuka sebuah
sekolah pada 21 Desember 1948 di lingkungan yang kumuh. Karena tidak
memiliki dana, ia membuka sekolah terbuka, di sebuah taman.
Selain itu,
berbekal pengetahuan medis, ia juga membawa anak-anak yang sakit ke
rumahnya dan merawat mereka. Segera saja mereka menemukan begitu banyak
pria, wanita, bahkan anak-anak yang sekarat. Mereka telantar di
jalan-jalan setelah ditolak oleh rumah sakit setempat. Tergerak oleh
belas kasihan, Bunda Teresa dan rekan-rekannya menyewa sebuah ruangan
untuk merawat mereka yang sekarat. Semula mereka hanya melayani dua
belas orang akhirnya dapat melayani ribuan orang. Bahkan 450 pusat
pelayanan tersebar di seluruh dunia untuk melayani orang-orang miskin
dan telantar. Ia membangun banyak rumah bagi mereka yang menderita,
sekarat, dan ditolak oleh masyarakat, dari Kalkuta hingga kampung
halamannya di Albania. Ia juga salah satu pionir yang membangun rumah
bagi penderita AIDS. Berkat baktinya bagi mereka yang tertindas, Bunda
Teresa pun mendapatkan berbagai penghargaan kemanusiaan.
Puncaknya
ialah pada tahun 1979 tatkala ia memperoleh hadiah Nobel Perdamaian.
Hadiah uang sebesar $6.000 yang diperolehnya disumbangkan kepada
masyarakat miskin di Kalkuta. Hadiah tersebut memungkinkannya untuk
memberi makan ratusan orang selama setahun penuh. Ia berkata bahwa
penghargaan duniawi menjadi penting hanya ketika penghargaan tersebut
dapat membantunya menolong dunia. Karya yang besar
tidak harus selalu diawali dengan melakukan hal-hal yang besar. Hal
inilah yang dilakukan oleh Bunda Teresa. Semula mereka hanya melayani
dua belas orang akhirnya dapat melayani ribuan orang. Bahkan 450 pusat
pelayanan tersebar di seluruh dunia untuk melayani orang-orang miskin
dan telantar. Ia membangun banyak rumah bagi mereka yang menderita,
sekarat, dan ditolak oleh masyarakat, dari Kalkuta hingga kampung
halamannya di Albania. Ia juga salah satu pionir yang membangun rumah
bagi penderita AIDS.
yang membutuhkan. Menyadari kondisi
kesehatannya yang sudah merosot, Bunda Teresa meminta Missionary of
Charity untuk memilih penggantinya. Maka, pada 13 Maret 1997, Suster
Nirmala terpilih untuk meneruskan apa yang menjadi tugas dan pelayanan
Bunda Teresa. Bunda Teresa akhirnya meninggal dunia pada tanggal 5
September 1997 dalam usia 87 tahun. Berbagai petinggi dari 23 negara
menghadiri pemakamannya. Upacara pemakaman diadakan pada 13 September
1997, di Stadion Netaji, India, yang berkapasitas 15.000 orang. Atas
kebijakan Missionary of Charity, sebagian besar yang menghadiri upacara
tersebut adalah orang-orang yang selama ini dilayani oleh Bunda Teresa.
(Sumber: Bintang Nusantara dkk, 2011, Membangun Komunitas Murid Yesus
IX, Kanisius, Yogyakarta, hal 97-99)
b. Setelah kalian membaca dan merenungkan kisah
Bunda Teresa di atas, sekarang resapkan dalam hati kisah tersebut.
Kemudian tuliskan pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan cerita
tersebut.
c. Bahaslah pertanyaan-pertanyaan yang telah kalian tulis
tersebut bersama dengan guru dan teman-temanmu.
Apa
yang telah dilakukan oleh Bunda Teresa menunjukkan karya baktinya dalam
membela kehidupan. Mereka yang sekarat, menderita dan tak punya
harapan, disapa, disentuhnya dan didekapnya penuh belas kasih. Baginya
nilai kehidupan sangatlah berharga, dibandingkan semua penghargaan yang
bersifat duniawi.
0 komentar:
Post a Comment