Kesultanan Aceh Darussalam
Pada 1520 Aceh berhasil memasukkan
Kerajaan Daya ke dalam kekuasaan Aceh Darussalam. Tahun 1524, Pedir dan
Samudera Pasai ditaklukkan. Kesultanan Aceh Darussalam di bawah Sultan
Ali Mughayat Syah menyerang kapal Portugis di bawah komandan Simao de
Souza Galvao di Bandar Aceh.
Pada 1529 Kesultanan Aceh
mengadakan persiapan untuk menyerang orang Portugis di Malaka, tetapi
batal karena Sultan Ali Mughayat Syah wafat pada 1530 dan dimakamkan di
Kandang XII, Banda Aceh. Di antara penggantinya yang terkenal adalah
Sultan Alauddin Riayat Syah al-Qahhar (15381571). Usaha-usahanya adalah
mengembangkan kekuatan angkatan perang, perdagangan, dan mengadakan
hubungan internasional dengan kerajaan Islam di Timur Tengah, seperti
Turki, Abessinia (Ethiopia), dan Mesir. Pada 1563 ia mengirimkan
utusannya ke Konstantinopel untuk meminta bantuan dalam usaha melawan
kekuasaan Portugis.
Dua tahun kemudian datang bantuan
dari Turki berupa teknisi-teknisi, dan dengan kekuatan tentaranya Sultan
Alauddin Riayat Syah at-Qahhar menyerang dan menaklukkan banyak
kerajaan, seperti Batak, Aru, dan Barus. Untuk menjaga keutuhan
Kesultanan Aceh, Sultan Alauddin Riayat Syah al-Qahhar menempatkan suami
saudara perempuannya di Barus dengan gelar Sultan Barus, dua orang
putra sultan diangkat menjadi Sultan Aru dan Sultan Pariaman dengan
gelar resminya Sultan Ghari dan Sultan Mughal, dan di daerahdaerah
pengaruh Kesultanan Aceh ditempatkan wakil-wakil dari Aceh.
Kemajuan
Kesultanan Aceh Darussalam pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda
mengundang perhatian para ahli sejarah. Di bidang politik Sultan
Iskandar Muda telah menundukkan daerah-daerah di sepanjang pesisir timur
dan barat. Demikian pula Johor di Semenanjung Malaya telah diserang,
dan kemudian rnengakui kekuasaan Kesultanan Aceh Darussalam. Kedudukan
Portugis di Malaka terus-menerus mengalami ancaman dan serangan,
meskipun keruntuhan Malaka sebagai pusat perdagangan di Asia Tenggara
baru terjadi sekitar tahun 1641 oleh VOC (Verenigde Oost Indische
Compagnie) Belanda. Perluasan kekuasaan politik VOC sampai Belanda pada
dekade abad ke-20 tetap menjadi ancaman bagi Kesultanan Aceh.
0 komentar:
Post a Comment