Pengkombinasian secara tata ruang
Penyebaran berbagai komponen,
khususnya komponen kehutanan dan pertanian, dalam suatu sistem
agroforestri dapat secara horizontal (bidang datar) ataupun vertikal.
Penyebaran terrsebut juga dapat bersifat merata atau tidak merata (Combe
dan Budowski, 1979).
- Penyebaran merata, apabila komponen berkayu (kehutanan) secara teratur bersebelahan dengan komponen pertanian, baik dikarenakan permudaan alam ataupun penanaman;
- Penyebaran tidak merata, apabila komponen berkayu (kehutanan) ditempatkan secara jalur di pinggir atau mengelilingi lahan pertanian.
- Setelah lahan siap, satu tahun sebelum penanaman komoditi utama kakao (Tahun -1) dilakukan penanaman pohon pelindung (dari jenis gamal atau Gliricidia sepium);
- Setelah pohon pelindung berumur satu tahun, maka dilakukan penanaman kakao (Theobroma cacao) di antara pohon-pohon gamal;
- Pada tegakan kakao umur tiga tahun, dilakukan pemangkasan/penebangan I pohon pelindung gamal sebanyak 25% (atau menyisakan 75% dari populasi yang ada);
- Pada tegakan kakao umur empat tahun, dilakukan pemangkasan/penebangan II pohon pelindung gamal sebanyak 25% (atau menyisakan 50% dari populasi awal);
- Pada tegakan kakao berumur lima tahun dilakukan pemangkasan/penebangan III (terakhir) sebanyak 25% dengan menyisakan 25% dari populasi awal. Kondisi yang ada dipertahankan hingga masa panen kakao.
a) Penyebaran secara horizontal
Penyebaran secara horizontal ditinjau dari bidang datar pada lahan yang diusahakan untuk agroforesti (dilihat dari atas, sebagaimana suatu potret udara). Penyebaran komponen penyusun agroforestri secara horizontal memiliki berbagai macam bentuk, sebagai berikut:(1) Pohon-pohon tumbuh secara merata berdampingan dengan tanaman pertanian, baik sifatnya temporer (misalkan dalam sistem tumpangsari) ataupun permanen (dalam hal ini bisa berbentuk berbagai tanaman campuran atau plantation crops and other crops). Penanaman ini yang disebut dengan istilah ‘sistem jalur berselang’ (alternate rows);
(2) Tegakan hutan alam (biasanya bekas tebangan atau logged-over area) yang ditebang jalur untuk penanaman tanaman keras komersial. Termasuk dalam kombinasi yang kedua ini adalah sistem ‘jungle shading’ yang pernah diuji coba pada perkebunan kakao (Cacao theobroma) di Jahab (Kaltim);
(3) Mirip dengan model jalur berselang (lihat butir 1), hanya saja lahan di sini digunakan lebih intensif. Pohon-pohon yang kecil dan mudah dipangkas atau dapat segera dijarangi ditanam di antara pohon-pohon komersial besar dan tanaman pertanian. Contoh antara lain penanaman lamtoro gung (Leucaena leucochepala) dalam sistem tumpangsari di hutan jati di Jawa;
(4) Beberapa jenis pohon yang cepat tumbuh dan cepat menyebar (umumnya dari suku Leguminosae atau Fabaceae) ditanam di sepanjang garis kontur pada daerahdaerah lereng untuk menghindarkan erosi (shelterbelt). Pohon ini seringkali dikombinasikan dengan rumputrumputan yang sekaligus digunakan sebagai pakan ternak;
(5) Suatu kombinasi antara agrisilvikutur dan silvopastura, di mana pohon-pohonan atau perdu-perduan berkayu ditanam di sekeliling lahan pertanian agar berfungsi sebagai pagar hidup (border tree planting);
(6) Tegakan pohon atau perdu tumbuh tersebar secara tidak merata pada lahan pertanian. Dalam hal ini, tidak ada model distribusi yang sistematis (model acak atau random). Contoh konkrit untuk ini adalah permudaan alam pada hutan sekunder selama masa bera dalam kegiatan perladangan berpindah;
(7) Pohon-pohonan (tumbuhan berkayu) dan tanaman pertanian ditanam dalam bentuk jalur/lorong. Fungsi utama pohon-pohonan (tumbuhan berkayu) adalah sebagai pelindung bagi tanaman pertanian yang ada. Contoh dari desain kombinasi ini adalah berbagai bentuk tanaman lorong (alley cropping);
(8) Tegakan pohon atau perdu berkayu tumbuh secara berkelompok (cluster) pada suatu lahan pertanian (atau lahan yang diberakan/diistirahatkan). Komponen pohon, perdu dan lain-lainnya dapat hadir secara alami (dan selanjutnya dipelihara) maupun sengaja ditanam (dibudidayakan). Contoh untuk pola ini adalah sistem kebun hutan tradisional (traditional forest gardens);
(9) Pohon atau perdu berkayu ditempatkan di sekeliling petak atau ditempatkan pada sisi-sisi petak yang disebut sebagai trees along border atau sistem kotak (box system). Contoh percobaan pada perkebunan kakao di Kalimantan Timur.
b) Penyebaran secara vertikal
Berbeda dengan penyebaran secara horizontal, maka penyebaran vertikal dilihat dari struktur kombinasi komponen penyusun agroforestri berdasarkan bidang samping atau penampang melintang (cross-section). Yang terlihat bukan hanya strata kombinasi, tetapi juga kemerataan distribusi masing-masing jenis. Keseluruhan dari penyebaran horizontal di atas juga dapat dikombinasikan dengan penyebaran vertikal, yaitu:(1) Merata dengan beberapa strata, di mana komponen kehutanan dan pertanian tersebar pada sebidang lahan dengan strata yang sistematis. Kondisi ini umumnya dijumpai pada bentuk-bentuk agroforestri yang modern dan berskala komersial.
(2) Tidak merata, di mana komponen kehutanan dan pertanian tersusun dalam strata yang tidak beraturan (acak/random) pada sebidang lahan. Struktur tidak merata lebih banyak dijumpai pada agroforestri tradisional yang lebih polikultur. Struktur ini sangat berkaitan dengan diversitas (diversity), atau aspek kelimpahan jenis (species richness) dan kemerataannya (eveness).
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Our Akuntansi
0 komentar:
Post a Comment