Pengetahuan indigenous vs pengetahuan lokal
Sebelum membahas tentang perbedaan antara pengetahuan indigenous dan pengetahuan lokal, kita perlu memperjelas arti kata indigenous. Indigenous berarti asli atau pribumi. Kata indigenous dalam pengetahuan indigenous merujuk pada masyarakat indigenous. Yang dimaksud dengan masyarakat indigenous di sini adalah penduduk asli yang tinggal di lokasi geografis tertentu, yang mempunyai sistem budaya dan kepercayaan yang berbeda daripada sistem pengetahuan internasional. Beberapa ahli berpendapat bahwa batasan ini terlalu sempit, karena akan mengesampingkan pengetahuan masyarakat yang bukan penduduk asli yang sudah tinggal lama di suatu wilayah. Kenyataan ini menyebabkan banyak pihak yang berkeberatan dengan penggunaan istilah pengetahuan indigenous, dan mereka lebih menyukai penggunaan istilah pengetahuan lokal. Pengetahuan lokal merupakan konsep yang lebih luas yang merujuk pada pengetahuan yang dimiliki oleh sekelompok orang yang hidup di wilayah tertentu untuk jangka waktu yang lama. Pada pendekatan ini, kita tidak perlu mengetahui apakah masyarakat tersebut penduduk asli atau tidak. Yang jauh lebih penting adalah bagaimana suatu pandangan masyarakat dalam wilayah tertentu dan bagaimana mereka berinteraksi dengan lingkungannya, bukan apakah mereka itu penduduk asli atau tidak. Hal ini penting dalam usaha memobilisasi pengetahuan mereka untuk merancang intervensi yang lebih tepat-guna.
Dalam beberapa pustaka istilah pengetahuan indigenous sering kali dirancukan dengan pengetahuan lokal. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa kata indigenous dalam pengetahuan indigenous lebih merujuk pada sifat tempat di mana pengetahuan tersebut berkembang secara ‘in situ’, bukan pada asli atau tidaknya aktor yang mengembangan pengetahuan tersebut. Jika kita berpedoman pada konsep terakhir ini, maka pengetahuan indigenous sama dengan pengetahuan lokal, dan dalam paparan selanjutnya kedua istilah tersebut berarti sama.
Pengetahuan lokal suatu masyarakat petani yang hidup di lingkungan wilayah yang spesifik biasanya diperoleh berdasarkan pengalaman yang diwariskan secara turun-temurun. Adakalanya suatu teknologi yang dikembangkan di tempat lain dapat diselaraskan dengan kondisi lingkungannya sehingga menjadi bagian integral sistem bertani mereka. Karenanya teknologi eksternal ini akan menjadi bagian dari teknologi lokal mereka sebagaimana layaknya teknologi yang mereka kembangkan sendiri. Pengetahuan praktis petani tentang ekosistem lokal, tentang sumber daya alam dan bagaimana mereka saling berinteraksi, akan tercermin baik di dalam teknik bertani maupun ketrampilan mereka dalam mengelola sumber daya alam. Pengetahuan indigenous tidak hanya sebatas pada apa yang dicerminkan dalam metode dan teknik bertaninya saja, tetapi juga mencakup tentang pemahaman (insight), persepsi dan suara hati atau perasaan (intuition) yang berkaitan dengan lingkungan yang seringkali melibatkan perhitungan pergerakan bulan atau matahari, astrologi, kondisi geologis dan meteorologis. Pengetahuan lokal yang sudah demikian menyatu dengan sistem kepercayaan, norma dan budaya, dan diekspresikan di dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu cukup lama ada kemungkinan akan menjadi suatu ‘kearifan lokal’.
Ciri-ciri pengetahuan ekologi lokal:
a) Bersifat kualitatif: Pengetahuan petani kebanyakan berdasarkan evaluasi subyektif dengan cara membandingkan antar perlakuan secara sederhana meskipun kadang-kadang disertai dengan informasi kuantitatif. Sebaliknya pengetahuan ilmiah hampir selalu menggunakan tolok ukur kuantitatif yang dianalisis secara statistik untuk menguji suatu hipotesis.
b) Evolusioner: Seperti halnya pemahaman ilmiah, sistem pengetahuan petani berevolusi dengan bertambahnya pengalaman baru dan berkembangnya situasi baru. Pengetahuan lama akan selalu diperbarui dengan pengetahuan baru hasil pengamatan sendiri ataupun dari sumber sekunder. Pengetahuan yang kurang bermanfaat secara perlahan akan terlupakan.
c) Penjelasan dengan logika ekologis – yang dikembangkan melalui pengamatan dan uji coba. Para petani dapat menjelaskan bermacam-macam proses ekologi dan mengkaitkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Walaupun tidak akurat dan kurang mendalam pada banyak kasus, secara umum para petani mampu memberikan penjelasan proses alami secara logis.
d) Bersifat interdisiplin dan holistik: Para petani tidak mengklasifikasikan pengetahuannya menurut disiplin ilmiah. Sistem pengetahuan mereka sudah menyatu dengan komponen ekosistem yang relevan.
e) Dibatasi oleh kemampuan pengamatan: Para petani kebanyakan belajar dari pengamatan secara seksama. Memang mereka tidak menggunakan alat ukur yang canggih. Karenanya pengetahuan mereka sering sebatas pada apa yang dapat mereka lihat dan rasakan. Tingkat kecanggihan beragam sesuai dengan pengalaman, karena pengetahuan petani berkembang atas dasar pengalaman. Karena itu petani yang lebih berpengalaman akan mempunyai pengetahuan yang lebih. Jenis dan ke dalaman pengetahuan petani seringkali terkait dengan lingkungan dan peran sosial ekonomi mereka dalam masyarakat.
f) Tingkat kecanggihannya beragam tergantung pengalaman
g) Mungkin detail tapi masih ada celah dan kadang-kadang bertentangan: Walaupun sampai batas tertentu canggih, pengetahuan petani mempunyai kelemahan karena banyak hal juga tidak diketahui petani. Apa yang diketahui petani seringkali kurang akurat dan tidak lengkap bahkan kadangkadang bertentangan dengan pengetahuan ilmiah. Sebagai contoh, petani kurang paham terhadap interaksi yang terjadi di dalam tanah.
h) Keteraturan prinsip dan konsep dasar lintas agroekosistem yang serupa. Istilah dan interpretasi antar petani maupun antar komunitas mungkin berbeda. Akan tetapi studi lintas agroekosistem mengungkapkan bahwa dalam agroekosistem yang serupa pemahaman ekologi yang mendasar juga serupa pula, terlepas dari jauhnya jarak antar komunitas tersebut.
i) Komplemen terhadap pengetahuan ilmiah: Karena pengetahuan petani, seperti halnya pengetahuan ilmiah, kebanyakan berdasarkan pada pengamatan secara nyata, maka kedua sistem pengetahuan memnpunyai banyak kemiripan. Adanya perbedaan metode dalam menghasilkan kedua pengetahuan tersebut akan menyebabkan terjadinya perbedaan terutama dalam lingkup dan ke dalamannya.
j) Pada banyak kasus dapat dipisahkankan dari kekhususan budaya : Walaupun banyak keberatan terutama dari cabang ilmu antropologi, banyak pengetahuan petani dengan mudah dapat dipisahkan dari aspek budaya masyarakat tani. Meskipun sangat terkait erat dengan agama atau kepercayaan dan mitologi, seringkali bagi petani untuk menerangkan berbagai fenomena berdasarkan proses alam yang sebenarnya.
Menurut Richards (1988) banyak pengamat terdahulu melaporkan bahwa praktek pertanian pada masyarakat praindustri sangat sesuai dengan kondisi lokal, banyak praktekpraktek tradisional yang sudah mencapai tahapan mantap dalam proses evolusinya seringkali ditiru dari generasi ke generasi tanpa berpikir lebih lanjut. Ini akan memberikan kesan bahwa sistem pertanian tradisional bersifat statis.
Sekarang ini semakin banyak pustaka yang lebih baru menunjukkan bahwa petani adalah seorang yang inovatif. Bahkan akhir-akhir ini telah berkembang minat ilmiah terhadap sistem pertanian dan teknologi yang berkembang secara lokal. Seringkali dari sistem pertanian lokal tersebut diperoleh suatu spesies ataupun kultivar yang mampu beradaptasi pada kondisi setempat, dan praktek yang ada merupakan sumber ide yang potensial dalam pemanfaatan sumber daya setempat secara lestari sehingga menciptakan kearifan lokal.
0 komentar:
Post a Comment