-->

TEKNIK AGROFORESTRI

Penanaman berbagai macam pohon dengan atau tanpa tanaman setahun (semusim) pada lahan yang sama sudah sejak lama dilakukan petani di Indonesia. Contoh ini dapat dilihat dengan mudah pada lahan pekarangan di sekitar tempat tinggal petani.  Praktek ini semakin meluas belakangan ini khususnya di daerah pinggiran hutan dikarenakan ketersediaan lahan yang   semakin   terbatas.      Konversi   hutan   alam   menjadi   lahan   pertanian   disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dikonversi menjadi lahan usaha lain. Maka lahirlah agroforestri sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan baru di bidang pertanian atau kehutanan.  Ilmu ini berupaya mengenali dan mengembangkan keberadaan sistem agroforestri yang telah dikembangkan petani di daerah beriklim tropis maupun beriklim subtropis sejak berabadabad yang lalu. Agroforestri merupakan gabungan ilmu kehutanan dengan agronomi, yang memadukan usaha kehutanan dengan   pembangunan   pedesaan   untuk   menciptakan   keselarasan   antara   intensifikasi pertanian dan pelestarian hutan.

Agroforestri diharapkan bermanfaat selain untuk mencegah perluasan tanah terdegradasi, melestarikan sumberdaya hutan, meningkatkan mutu pertanian serta menyempurnakan intensifikasi  dan  diversifikasi  silvikultur.  Sistem  ini  telah  dipraktekkan  oleh  petani  di berbagai tempat di Indonesia selama berabad-abad (Michon dan de Foresta, 1995), misalnya sistem ladang berpindah, kebun campuran di lahan sekitar rumah (pekarangan) dan padang penggembalaan. Contoh lain yang umum dijumpai di Jawa adalah mosaikmosaik padat dari hamparan persawahan dan tegalan produktif yang diselangselingi oleh rerumpunan pohon. Sebagian dari rerumpunan pohon tersebut
mempunyai struktur yang mendekati hutan alam dengan beraneka-ragam spesies tanaman.

Berdasarkan motivasi yang dimiliki petani, terdapat dua sistem terbentuknya agroforestri di lapangan yaitu sistem bercocok tanam "tradisional" dan sistem "modern". Sistem "tradisional"  adalah  sistem  yang  "dikembangkan  dan  diuji"  sendiri  oleh  petani,  sesuai dengan keadaan alam dan kebutuhan atau permintaan pasar, serta sejalan dengan perkembangan pengalamannya selama bertahun-tahun dari satu generasi ke generasi berikutnya.   Dalam sistem “tradisional”, pengembangan bercocok tanam biasanya hanya didasarkan  pada  usaha  coba-coba (trial  and  error),  tanpa  penelitian  formal  maupun bimbingan dari penyuluh/petugas lapangan.   Dalam sistem bercocok tanam "modern", gagasan dan teknologi berasal dari hasil-hasil penelitian.



Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Our Akuntansi


0 komentar:

Post a Comment