-->

Peranan agroforestri dalam mengurangi gas rumah kaca dan mempertahankan cadangan karbon.

 Upaya meningkatkan cadangan C di alam secara vegetatif (misalnya dengan memperbanyak penanaman pepohonan) merupakan pelayanan terhadap lingkungan yang diharapkan dapat mengurangi dampak rumah kaca. Dalam pertumbuhannya, tanaman menyelenggarakan proses fotosintesis yang memerlukan sinar matahari, CO2 dari udara, air dan hara dari dalam tanah. Dengan demikian keberadaan tanaman dapat mengurangi konsentrasi CO2 di atmosfer, dan hasilnya berupa karbohidrat diakumulasi dalam biomasa tanaman. Tinggi rendahnya serapan CO2 di atmosfer bervariasi, tergantung pada jenis tanaman penyusun dan umur lahan. Menurut Collins et al. (1999) salah satu indikator keberhasilan usaha pengelolaan tanah adalah tetap terjaganya cadangan C sehingga keseimbangan lingkungan dan biodiversitas dapat terjaga pula. Guna memahami isu lingkungan gas rumah kaca ini, diperlukan beberapa pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan gas rumah kaca, siklus C dalam skala global dan cadangan C yang ada di alam.

a) Gas rumah kaca 

Gas rumah kaca adalah gas-gas di atmosfer yang dapat menimbulkan perubahan dalam kesetimbangan radiasi sehingga mempengaruhi suhu atmosfer bumi. Gas-gas tersebut dinamakan gas rumah kaca (GRK) karena kemampuannya dalam menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang panjang yang bersifat panas seperti yang dilakukan oleh kaca, sehingga menimbulkan efek pemanasan yang disebut efek rumah kaca (ERK). Gas-gas utama yang yang telah disepakati dalam perjanjian internasional untuk dikurangi konsentrasinya adalah karbon dioksida (CO2), metana (CH4), Nitrous oksida (N2O). Konsentrasi GRK ini semakin meningkat dengan makin meningkatnya kegiatan manusia yang menggunakan bahan bakar fosil (BBF) untuk pembangkit tenaga listrik, transportasi, industri serta kegiatan yang berhubungan dengan alih-guna lahan untuk penyediaan lahan baru bagi pertanian  (termasuk perkebunan) dan pemukiman. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kegiatan manusia yang makin banyak menggunakan energi, perubahan konsentrasi CO2 menjadi makin tak terkendali hingga menyebabkan peningkatan konsentrasi CO2   yang cukup tajam dari sekitar 280 ppmv pada masa pra-industri hingga konsentrasinya sekarang menjadi 370 ppmv. Peningkatan konsentrasi yang tajam ini membawa dampak langsung terhadap perubahan iklim melalui perubahan suhu dan perubahan distribusi hujan baik dalam skala waktu maupun ruang dengan implikasi sosial-ekonomi yang luas.
Karbon dioksida (CO2) adalah GRK utama yang paling besar jumlahnya yang dihasilkan oleh kegiatan manusia dengan laju emisi yang sangat besar, maka gas ini sering dipakai sebagai standar atau acuan bagi perubahan komposisi atmosfer dan perubahan iklim global. Oleh karena itu pada bab ini, pengkajian hanya dibatasi pada isu pengurangan gas CO2 di atmosfer.

b) Siklus Karbon di tingkat global 

Dimulainya kehidupan di bumi ini menyebabkan terjadinya konversi CO2 yang sudah ada di atmosfer dan di lautan menjadi bentuk-bentuk organik maupun anorganik lain yang terdapat di lautan dan daratan. Sejak ribuan tahun yang lalu perkembangan kehidupan di berbagai ekosistem yang ada di alam ini telah membentuk suatu pola aliran karbon melalui sistem lingkungan global. Pertukaran C terjadi secara alami antara atmosfer, lautan dan daratan, namun pola pertukaran itu telah dirubah karena adanya aktivitas manusia dan alihguna lahan. Aktivitas manusia baik dalam bidang industri, transportasi maupun pertanian meningkatkan konsentrasi CO2 di atmosfer dari 285 ppmv (parts per million on a volume basis) pada jaman sebelum revolusi industri (abad ke 19) menjadi 336 ppmv di tahun 1998. Nilai ini meningkat sekitar 28% dari nilai awal yang diperoleh pada 150 tahun yang lalu. Kenaikan konsentrasi CO2 selama sepuluh tahun terakhir sekitar 3,3 Gt th-1(1 giga ton = 109 t = 1015 g). Bila kita perhatikan siklus C di tingkat global (Gambar 5), pertama kali yang harus kita perhatikan adalah cadangan C saat ini. Cadangan tertinggi adalah di lautan sekitar 39 Tt of C (1 tera ton = 1012 t = 1018 g) dibandingkan dengan jumlah total C yang ada di alam sekitar 48 Tt.  Urutan cadangan C terbesar ke dua adalah fosil, mengandung C sekitar 6 Tt.  Selanjutnya, cadangan C di hutan yang meliputi biomasa pohon dan tanah hanya sekitar 2,5 Tt, sedang di atmosfer mengandung C sekitar 0,8 Tt.

c)  Apa yang dimaksud dengan C-stock? 

Cadangan Carbon (C-stock) adalah jumlah C yang disimpan dalam komponen biomasa dan nekromasa baik di atas permukaan tanah dan di dalam tanah (Bahan organik tanah, akar tanaman dan mikroorganisma) per satuan luasan lahan. Satuannya adalah Mg ha-1 (mega gram per ha = ton per ha).
Biomasa yaitu masa (kg ha-1) bagian vegetasi yang masih hidup yang meliputi masa dari tajuk pohon, tanaman semusim dan tumbuhan bawah atau gulma.
Nekromasa yaitu masa dari bagian pohon yang telah mati baik yang masih tegak, atau telah tumbang/tergeletak di permukaan tanah, tonggak atau ranting dan daun-daun gugur (seresah) yang belum terdekomposisi  atau terdekomposisi sebagian.
Bahan Organik tanah (BOT) adalah sisa makhluk hidup (tanaman, hewan dan manusia) yang telah terdekomposisi sebagian atau keseluruhan dan telah menyatu dengan tanah. Dalam praktek biasanya BOT dipisahkan dari bahan organik (BO) berdasarkan ukurannya, BOT memiliki ukuran < 2 mm sedang BO berukuran > 2 mm.

d) Mengapa agroforestri penting untuk cadangan C? 

Potensi ekosistem daratan dalam mengurangi CO2 di udara tergantung dari macam ekosistem, komposisi spesies, struktur dan distribusi umur tanaman (terutama untuk hutan). Faktor lain yang cukup mempengaruhi adalah  kondisi setempat seperti iklim, kondisi tanah, adanya gangguan alam dan macam pengelolaan lahan.
Sebagai dampak dari adanya penebangan, kebakaran dan gangguan lainnya, di dalam ekosistem muda setiap tahun terjadi penyerapan CO2 dari atmosfer, misalnya hutan
industri atau hutan regenerasi (hutan sekunder). Sedang pada hutan tua di daerah tropika basah akumulasi biomasa  terus berlangsung sehingga diperoleh akumulasi biomasa yang sangat tinggi. Dengan demikian disimpulkan bahwa hutan umumnya dapat mengurangi emisi gas CO2 di atmosfer. Hal ini benar terjadi bila hanya diperhatikan pada tingkat pohon, tetapi tidak pada skala sistem hutan karena tingkat dekomposisi bahan organik di hutan kurang lebih kurang sama dengan tingkat penyerapan CO2 . Perkecualian terjadi pada hutan gambut di mana akumulasi CO2 justru terjadi di dalam lapisan organik tanah dan proses dekomposisi bahan organik tanah berlangsung sangat lambat.
Banyak hasil penelitian telah dilaporkan bahwa alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian menurunkan cadangan C.

Penurunan tersebut antara lain disebabkan oleh:
a) Hilangnya atau berkurangnya jumlah tegakan pohon per luasan;
b) Perbedaan komponen penyusun sistem penggunaan lahan yang baru;  
c) Pengelolaan residu panen.



Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Our Akuntansi


0 komentar:

Post a Comment