-->

UU PPN: Sejarah Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia


Sejarah Singkat UU PPN 

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pungutan yang dikenakan dalam setiap proses produksi maupun distribusi. Pemungutan PPN ini diatur dalam Undang-Undang PPN (UU PPN).

Nama resmi UU PPN adalah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak            Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Dalam UU PPN ditetapkan, pihak yang menanggung beban pajak adalah konsumen akhir atau si pembeli. Oleh karena itu, sebagai bukti bahwa PPN merupakan kewajiban seorang pembeli, setiap melakukan transaksi pembelian suatu barang, penjual akan memberikan faktur pajak. Pembeli bisa menemukan nilai pajak yang dipotong penjual melalui faktur pajak tersebut.

Sebelum ditetapkan sebagai pajak pertambahan nilai, ternyata terdapat beberapa model          pemungutan pajak serupa dan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Nah, berikut ini perjalanan panjang pemungutan di Indonesia dari waktu ke waktu.

Pajak Pembangunan I 

Sebelum adanya PPN, pemerintah secara resmi mengadakan pemungutan Pajak Pembangunan I (PPb I) pada 1 Juli 1947. Pajak ini dikenakan atas usaha rumah makan, penginapan dan penyerahan jasa di rumah makan. Sebelumnya, PPb I berstatus pajak pusat, namun sejak tahun 1957 berubah menjadi pajak daerah.

Pajak Peredaran Tahun 1950 

Pengenaan pajak peredaran berdasarkan atas penyerahan barang dan jasa yang dilakukan di Indonesia. Pemungutan pajaknya dilakukan secara berjenjang pada setiap mata rantai  jalur produksi dan jalur distribusi. Pajak Peredaran berlaku sejak 1 Oktober 1951. 

Tarif yang digunakan untuk pajak peredaran adalah 2,5%. Undang-Undang yang mengatur           Pajak Peredaran adalah Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pajak           Peredaran. Namun, pemungutan pajak peredaran ini tidak berlangsung lama dan          tergantikan dengan pajak penjualan. 

Pajak Penjualan 

Seperti telah disebutkan pada poin sebelumnya, pajak peredaran yang diatur dalam Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1951 tentang Pajak Peredaran tidak berlangsung lama.
Selanjutnya, pajak peredaran digantikan dengan pajak penjualan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1953 tentang Penetapan “Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1951 tentang Pemungutan Pajak Penjualan” (Lembaran-Negara Nomor 94 Tahun 1951) Undang-Undanginilah yang kemudian menjadi dasar hukum pemungutan pajak penjualan yang dikenal dengan Pajak Penjualan 1951.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 

Pajak Penjualan 1951 akhirnya direformasi dengan munculnya Undang-Undang Nomor 8          Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.            Undang-Undang yang mengatur tentang PPN dan PPnBM tersebut akhirnya disahkan pada 1 April 1985.

Sejak Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 ditetapkan, hingga saat ini sudah ada tiga kali              perubahan UU PPN di Indonesia . Nah, berikut ini perubahan UU PPN kedua dan ketiga di                Indonesia.

Perubahan kedua:

Setelah perubahan pertama pada 1983, UU PPN mengalami perubahan kedua yang disebut            sebagai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Ada pun sasaran yang ingin diwujudkan dari perubahan kedua UU PPN tersebut adalah             menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, sederhana, dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat serta dapat mengamankan dan meningkatkan penerimaan negara.

Perubahan ketiga:

Perubahan UU PPN ketiga adalah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak            Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Hingga tahun 2018, undang-undang ini masih digunakan dan belum ada rencana untuk direvisi.

Tujuan dilakukannya perubahan ketiga UU PPN ini adalah untuk semakin meningkatkan           kepastian hukum dan keadilan, menciptakan sistem perpajakan yang lebih sederhana, serta           mengamankan penerimaan negara agar pembangunan nasional dapat dilaksanakan secara         mandiri. Copyright © 2018 OnlinePajak



Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Our Akuntansi


0 komentar:

Post a Comment