Menulis Kreatif Puisi
Pada pembelajaran terdahulu, kamu telah belajar menulis kreatif puisi tentang keindahan alam. Sudah mahirkah kamu menulis puisi? Agar puisi yang kita tulis indah dan bernilai seni tentu tidak mudah. Nah, kamu dapat berlatih kembali menulis puisi dengan tema yang lain agar kemampuan menulis puisimu semakin baik. Tujuan pembelajaran kali ini agar kamu dapat menulis kreatif puisi berkenaan dengan perstiwa yang pernah dialami. Menulis puisi dan memublikasikannya bagi pemula memang bukan persoalan mudah karena meskipun bentuknya sederhana, sebuah puisi yang baik tentu saja mengandung nilai filsafat kehidupan universal manusia. Sebelum menulis puisi, seseorang harus menguasai dan mempelajari hakikat sebuah puisi yang terdiri atas tema, nada, rasa, dan amanat serta metode puisi yang berupa pemilihan diksi, pemilihan majas, penguasaan daya bayang masalah, penggunaan kata-kata konkret(denotatif-konotatif), irama dan persajakan yang dipilih. Setelah hakikat dan metode puisi dikuasai dan dipahami, langkah penulisan puisi bisa dimulai dengan pergerakan berikut.
• Jika ingin terampil menulis puisi, berusahalah menulis puisi sebanyak-banyaknya. Ekspresikan apa yang terdapat dalam pikiran dan perasaan dalam bentuk puisi. Apa yang akan ditulis harus jelas bagi diri sendiri, sehingga orang lain juga bisa memahaminya. Pilihan kata harus tepat. Apakah ketika membandingkan seorang gadis cantik kita gunakan kata mawar atau melati, bergantung pada konteksnya. Yang jeias, kita perlu memperhitungkan logika atas pemilihan kata tersebut.
• Setiap puisi mengandung satu pokok persoalan yang hendak dikemukakan penyair. Penyampaiannya dapat secara nyata atau secara samar-samar (terselubung). Meskipun secara terselubung atau ditutup-tutupi, tetapi tetap ada sesuatu yang hendak dikemukakannya. Inilah yang disebut tema atau sense.
• Ketika membaca puisi mungkin kita dapat menangkap apa yang diungkapkan penyair, suara atau bunyi, dan sikap penyair terhadap apa yang diciptakannya. sikap penyair terhadap apa yang diciptakannya itulah yang disebut nada, sedangkan suasana adalah lingkungan yang dapat dilihat (benda-benda) atau didengar (bunyi-bunyi) atau dirasakan (dalam hati).
• Puisi adalah karya sastra yang terdiri atas larik-larik. Lariklarik dalam puisi yang mempunyai pertalian makna akan membentuk sebuah bait. Puisi dapat terdiri atas satu atau beberapa bait. Hal yang membedakan dengan prosa kepekatan bahasannya, iramanya, cakrawala makna kata-katanya, dan rancang bangunnya.
• Puisi yang telah ditulis harus disempurnakan dengan membaca kembali secara keseluruhan untuk memahami maknanya.
• Puisi dapat dikirimkan ke media massa yang memiliki kolom seni budaya. Perhatikan contoh puisi yang telah dipublikasikan berikut ini.
1. Bait dalam Puisi Bait merupakan satuan yang lebih besar dari baris yang ada dalam puisi. Bait merujuk pada kesatuan larik yang berada dalam rangka mendukung satu kesatuan pokok pikiran, terpisah dari kelompok larik (bait) lainnya. Dalam puisi, keberadaan bait sebagai kumpulan larik tidaklah mutlak. Peranan bait dalam puisi adalah untuk membentuk suatu kesatuan makna dalam rangka mewujudkan pokok pikiran tertentu yang berbeda dengan satuan makna dalam kelompok larik lainnya. Pada sisi lain, bait juga berperan menciptakan tipografi puisi. Selain itu, bait juga berperanan dalam menekankan atau mementingkan suatu gagasan serta menunjukkan adanya loncatanloncatan gagasan yang dituangkan penyairnya.
2. Unsur Rima dan Irama dalam Puisi Jika berbicara tentang masalah bunyi dalam puisi, kita harus memahami konsep tentang hal-hal berikut.
a. Rima, menyangkut pengulangan bunyi yang berselang, baik di dalam larik puisi maupun pada akhir larik sajak yang berdekatan.
b. Irama, yakni paduan bunyi yang menimbulkan unsur musikalitas, baik berupa alunan keras-lunak, tinggi-rendah, panjang-pendek, dan kuat-lemah yang keseluruhannya mampu menumbuhkan kemerduan, kesan suasana, serta nuansa makna tertentu. Timbulnya irama itu, selain akibat penataan rima, juga akibat pemberian aksentuasi dan intonasi maupun tempo sewaktu melaksanakan pembacaan secara oral.
c. Ragam bunyi meliputi bunyi euphony, bunyi cacophony, dan onomatope Rima adalah bunyi yang berselang atau berulang, baik di dalam larik puisi maupun pada akhir larik-larik puisi. Contoh lain misalnya, dapat diamati pada puisi berjudul "Ibuku" karya Wahyudi berikut.
Aku akan berbakti kepadamu
Aku akan menurut kepadamu
Aku akan melindungi dirimu
Surga ada di telapak kaki ibu
Disebut rima sempurna jika pengulangan konsonan maupun vokal, seperti tampak pada bentuk "aku" dan "kepadamu", pada larik kesatu dan kedua. Kamu tentunya telah mengenal istilah euphony sebagai salah satu ragam bunyi yang mampu menuansakan suasana keriangan, vitalitas, maupun gerak. Bunyi euphony umumnya berupa bunyibunyi vokal.
Berbeda dengan bunyi euphony, bunyi cacophony adalah bunyi yang menuansakan suasana ketertekanan batin, kebekuan, kesepian ataupun kesedihan. Jika bunyi euphony umumnya terdapat dalam bentuk vokal, bunyi cacophony umumnya berupa bunyi-bunyi konsonan yang berada di akhir kata. Bunyi konsonan itu dapat berupa bunyi bilabial, seperti nampak pada larik-larik ketika tubuh kuyup dan pintu tertutup. Peranan bunyi dalam puisi meliputi hal-hal berikut:
- untuk menciptakan nilai keindahan lewat unsur musikalitas atau kemerduan;
- untuk menuansakan makna tertentu sebagai perwujudan rasa dan sikap penyairnya;
- untuk menciptakan suasana tertentu sebagai perwujudan suasana batin dan sikap penyairnya.
3. Gaya Bahasa dalam Puisi
Beberapa contoh gaya bahasa yang ada dalam puisi adalah sebagai berikut.
a. Metafora, yakni pengungkapan yang mengandung makna secara tersirat untuk mengungkapkan acuan makna yang lain se lain makna sebenarnya, misalnya, "cemara pun gugur daun" mengungkapkan makna "ketidakabadian kehidupan".
b. Metonimia, yakni pengungkapan dengan menggunakan suatu realitas tertentu, baik itu nama orang, benda, atau sesuatu yang lain untuk menampilkan makna-makna tertentu. Misalnya, "Hei! Jangan kaupatahkan kuntum bunga itu". "Kuntum bunga" di situ mewakili makna tentang remaja yang sedang tumbuh untuk mencapai cita-cita hidupnya.
c. Anafora, yakni pengulangan kata atau frase pada awal dua larik puisi secara berurutan untuk penekanan atau keefektifan bahasa. Misalnya, terdapat dalam salah satu puisi Sapardi Djoko Damono berikut.
Kita tinggalkan kota ini, ketika menyeberang sungai
terasa waktu masih mengalir
di luar diri kita. Awas, jangan menoleh,
tak ada yang memerlukan kita lagi
tak ada yang memanggil kembali.
d. Oksimoron, yaitu gaya bahasa yang menggunakan penggabungan kata yang sebenarnya acuan maknanya bertentangan. Misalnya, penggalan puisi sebagai berikut.
Jerit klakson bersahutan
Tapi aku menemukan sunyi yang mencekam
0 komentar:
Post a Comment