Penghitungan Penghasilan Neto dan Pajak Terutang
Penghasilan Neto dapat dihitung dengan dua cara yaitu dengan dasar Norma Penghitungan (pencatatan) dan pembukuan. Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan. Wajib pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan.
1. Penghitungan Penghasilan Neto dengan Norma Penghitungan
Penghitungan Penghasilan neto dan pajak terutang dengan Norma Penghitungan Pengahasilan Neto adalah dengan cara mengalikan besarnya peredaran bruto dengan Persentase Norma Penghitungan. Wajib pajak Orang Pribadi diperkenankan menggunakan pencatatan dengan syarata. Peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
b. Memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
Contoh:
Tn. Andi seorang dokter di Yogyakarta dengan status kawin dan mempunyai anak 1 dengan penghasilan bruto setahun Rp240.000.000,00. Dia mempunyai usaha/industri minuman ringan dengan peredaran bruto setahun Rp3.000.000.000,00. Diketahui Norma Penghasilan Neto untuk dokter di Yogyakarta 42,5% dan industri minuman ringan 14,5%.
2. Penghitungan Penghasilan Neto dengan Pembukuan
Bagi wajib pajak dalam negeri dan BUT besarnya Penghasilan Kena Pajak (menggunakan pembukuan), ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
1. biaya pembelian bahan;
2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
3. bunga, sewa, dan royalti;
4. biaya perjalanan;
5. biaya pengolahan limbah;
6. premi asuransi;
7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
8. biaya administrasi; dan
9. pajak kecuali Pajak Penghasilan;
b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A;
c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
e. kerugian selisih kurs mata uang asing;
f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2. wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan
m. sumbangan dalam rangka pembinaan olah raga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
n. pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi
3. Pengurangan yang Tidak Diperkenankan
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
1). Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
2). Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3). Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
4. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
5. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
6. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib pajak yang bersangkutan;
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan MenteriKeuangan;
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;
h. Pajak Penghasilan;
i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
4. Kompensasi Kerugian
Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan tersebut ternyata didapat kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.5. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Bagi Wajib pajak Orang Pribadi dalam negeri, besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) dihitung dengan cara penghasilan neto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun diberikan paling sedikit sebesar:a. Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib pajak orang pribadi;
b. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib pajak yang kawin;
c. Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan
d. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
6. Tarif Pajak
Besarnya pajak terutang dihitung dengan menerapkan tarif PPh pasal 17 terhadap Penghasilan Kena Pajak (PKP), untuk keperluan penerapan tarif pajaksebagaimana jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh. Adapun tarif pajak menurut UU No 36 Tahun 2008 adalah:
a. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri
Tarif tertinggi tersebut di atas dapat diturunkan menjadi paling rendah 25% (dua puluh lima persen) yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
b. Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen)..
Tarif tersebut menjadi 25% (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.
c. Wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya, dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
d. Tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada Wajib pajak orang pribadi dalam negeri paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan bersifat final.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Our Akuntansi
0 komentar:
Post a Comment