Etika dan Agama
Apakah bukan agamalah yang paling tepat untuk memberikan orientasi moral itu? Memang, etika tidak dapat menggantikan agama. Orang yang percaya menemukan orientasi dasar kehidupan dalam agamnya. Akan tetapi agama sendiri memerlukan keterampilan etika agar dapat memberikan orientasi dan bukan sekedar indroktinasi (dari kata latin Indroctrinare: memasukkan suatu ajaran, adalah suatu cara mengajar dimana orang disuruh menelan saja apa yang diajarkan tanpa boleh berpikir sendiri). Hal ini dikarenakan empat alasan, yaitu:
1) Orang mengharapkan agar ajaran agamnya rasional. Ia tidak puas mendengar bahwa Tuhan memerintahkan sesuatu, ia juga ingin mengerti mengapa Tuhan memerintahkannya. Etika dapat membantu dalam penggali rasionalitas moralitas agama.
2) Seringkali ajaran moral yang termuat dalam wahyu mengijinkan interprestasi-interprestasi yang saling berbeda dan bahkan bertentangan.
3) Bagaimana agama-agama harus bersikap terhadap masalah- masalah dalam wahyu mereka (misalnya masalah bayi tabung)? Etika dapat membantu untuk menerapkan ajaran moral agama itu pada masalah moral baru tersebut.
4) Perbedaan antara etika dan ajaran moral agama ialah bahwa etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional. Oleh karena itu ajaran moral agama hanya terbuka pada mereka yang mengakui wahyunya. Mengingat setiap agama mempunyai wahyunya sendiri, ajaran moral agama tidak memungkinkan sebuah dialog moral antar agama. Padahal dialog itu sangat penting dalam rangka pembangunan suatu masyarakat yang adil dan makmur. Etika karena tidak berdasarkan wahyu, melainkan semata-mata berdasarkan pertimbangan nalar yang terbuka bagi setiap orang dari semua agama dan pandangan dunia. Dengan demikian Etika dapat merintis kerjasama antara mereka dalam usaha pembangunan masyarakat.
0 komentar:
Post a Comment