-->

Agribisnis

 Istilah agribisnis terkenal ketika terjadi krisis moneter dan ekonomi di Indonesia pada tahun 1997. Pada saat itu sektor pertanian, satu-satunya sektor yang tumbuh positif dibandingkan sektor yang lain. Davis dan Golberg (1957) merupakan ekonom pertama yang memperkenalkan istilah agribisnis. Mereka berpendapat agribisnis terdiri dari empat bagian (sub-sistem), yaitu sub-sistem input pertanian, produksi, pengolahan produk pertanian termasuk pemasarannya serta sub sektor penunjang lainnya. Karena memakai pendekatan sistem, maka pengembangan  keseluruhan  sub-sistemnya  saling  berhubungan,  bersifat koordinatif  dan  saling  terintegrasi.  Artinya  untuk  mengembangkan  agribisnis perlu mengembangkan berbagai sub-sistem tersebut secara sinergis dan seimbang. Apabila salah satu sub-sistem mengalami gangguan dan kelambatan, maka akan berdampak kepada hasil akhir yang kurang optimal (Purbayu, 2010).

Berikut penjelasan mengenai subsistem dalam agribisnis: 

1. Subsistem   agribisnis   hulu   (upstream   agribusiness)   yaitu   kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi pertama, industri agrohimir (industri pupuk, pestisida, obat-obatan) dan industri otomotif (industri mesin   pertanian,   industri   peralatan   pertanian,   industri   mesin   dan peralatan pengolahan pertanian).

2. Subsistem   agribisnis   primer   (on   farm   agribusiness)   atau   disebut pertanian dalam arti luas (production operation on the farm) yaitu pertanian tanaman pangan, tanaman holtikultura, tanaman obat-obatan, perkebunan, peternakan, perikanan laut dan air tawar serta kehutanan.

3. Subsistem  agribisnis  hilir  (downstream  agribusiness)  yaitu  kegiatan industri yang mengolah komoditas pertanian menjadi produk-produk olahan baik produk antara (intermediate product) maupun produk akhir (final product),   Meliputi pergudangan, pengolahan dan distribusi komoditas pertanian, serta berbagai produk yang dihasilkan dari komoditas pertanian.

4. Subsistem   jasa   penunjang   yaitu   kegiatan   yang   menghasilkan   dan menyediakan jasa yang dibutuhkan seperti pemasaran, transportasi, penelitian dan pengembangan, kebijakan pemerintah, penyuluhan, konsultasi, dan lain-lain.

Pada sub-sistem  produksi  pertanian diperlukan petani  yang cerdas  dan pandai   dalam   memakai   tekhnologi   pertanian.   Harapan   dari   pemanfaatan tekhnologi tersebut adalah peningkatan produktivitas. Untuk keperluan pemberdayaan “manusia agribisnis” keberadaan Petugas Penyuluh Lapangan yang berkualitas dan berdedikasi tinggi tak kalah penting. Kemudian, pada sub-sistem pengolahan produk pertanian, perlu ada wujud nyata operasi industri pedesaan yang saling menguntungkan antara pihak petani dan pengusaha agroindustri. Pendirian perusahaan jangan sampai menyebabkan petani kehilangan lahan, sebaliknya harus menyertakan petani dalam kepemilikan saham.

Berikut merupakan keterikatan antar subsistem dalam sistem Agribisnis seperti tertera dalam Gambar 2.3

Subsistem pertama yaitu pengadaan dan penyaluran sarana produksi selanjutnya faktor-faktor produksi tersebut di produksi. Dalam tahap produksi, produk yang dihasilkan adalah produk pertanian yang masih fresh. Selanjutnya, masuk ke tahap pengolahan atau Agroindustri yaitu mengolah produk pertanian yang fresh menjadi produk-produk olahan  yang memiliki value added produk yang lebih tinggi. Produk olahan yang sudah jadi dan sudah dikemas selanjutnya di distribusikan ke pasar yang ada. Proses sistem Agribisnis dari subsistem hulu ke   hilir   di   tunjang   juga   oleh   subsistem   penunjang   seperti   perbankan, penyimpanan, asuransi dan angkutan.

Komoditas agribisnis atau yang berbasis sumberdaya alam lain umumnya memiliki karakteristik tertentu yang menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku agribisnis dan perumus kebijakan. Karakteristik yang bersifat alamiah memang cukup sulit untuk dipecahkan secara tiba-tiba tanpa upaya intervensi manusia dan pengembangan  teknologi,  yang  bisa  saja  amat  mahal  dan  sukar  terjangkau. Namun, karakteristik yang terbentuk karena kegagalan pasar seharusnya dapat dipecahkan dengan intervensi kebijakan dan perbaikan aransemen kelembagaan yang menjunjung tinggi mekanisme pasar dan aturan main, norma dan sistem nilai yang lebih adil dan beradab. Beberapa karakteristik penting komoditas pertanian dan basis sumberdaya alam lain diuraikan sebagai berikut:

1.   Musiman

Komoditas agribisnis dihasilkan melalui proses biologis yang sangat tergantung pada iklim dan alam. Karakteristik tersebut menyebabkan volume produksi berfluktuasi antarmusim, terutama antara musim panen dan   musim   tanam   (paceklik).   Pada   musim   panen,   suplai   produk melimpah, sehingga apabila permintaan konstan, maka harga akan turun. Sedangkan pada musim tanam atau paceklik, suplai produk pertanian amat  terbatas,  sehingga  pada tingkat  permintaan  yang konstan,  harga akan melambung tinggi. Fluktuasi harga yang disebabkan oleh fluktuasi produksi tersebut merupakan sumber risiko dan ketidakpastian dalam proses transaksi antarpartisipan dalam sistem agribisnis. Sub sistem penyimpanan dan pergudangan dalam agribisnis menjadi amat penting agar fluktuasi  harga tidak  terlalu  ekstrem,  sehingg risiko  dan  tingkat ketidakpastian dapat dikurangi.

2. Mudah rusak

Komoditas agribisnis umumnya dihasilkan dalam bentuk segar yang siap untuk dikonsumsi dan atau diolah lebih lanjut. Apabila tidak segera dikonsumsi,  maka  volume  dan  mutu  produk  cepat  menurun  seiring dengan bertambahnya waktu. Akibatnya, nilai ekonomi komoditas agribisnis cepat anjlok, bahkan tidak berharga sama sekali dan menjadi sumber kerugian terbesar bagi produsen (petani). Dalam agribisnis, subsistem pengolahan menjadi sangat penting dalam menjaga kualitas atau volume komoditas, yang sekaligus dapat berfungsi untuk meningkatkan nilai tambah komoditas tersebut.

3. Makan tempat

Komoditas Agribisnis umumnya bermassa besar dan makan tempat, walaupun mungkin bobotnya ringan. Subsistem pemasaran dalam agribisnis amat bergantung pada kepiawaian pelaku ekonomi dalam mengelola karakteristik ini. Dalam subsistem agribisnis, aktivitas transportasi dan penyimpan bahkan dapat menjadi amat krusial dalam menentukan  tingkat  kesejahteraan  seluruh  pelaku  agribisnis.  Apabila pelaku ekonomi tidak memiliki akses dan tidak mampu menggapai biaya- biaya dalam subsistem transportasi dan penyimpanan tersebut, maka aktivitas pemasaran menjadi tidak efisien dan tidak membawa manfaat bagi pengembangan agribisnis selanjutnya.

4. Amat beragam

Volume dan mutu komoditas agribisnis (di subsistem produksi) amat beragam antarwaktu dan antardaerah atau antarsentra produksi. Faktor genetik dan faktor lingkungan mungkin amat menonjol dalam keberagaman tersebut. Akan tetapi, faktor penguasaan tekhnologi juga turut   menentukan   tingkat   keberagaman   volume   dan   mutu   produk pertanian di beberapa tempat dan waktu tertentu. Karakteristik ini sangat menentukan  besarnya  biaya  transaksi  yang  meliputi  biaya  informasi, biaya negosiasi dan pengamanan kontrak. Semakin besar variabilitas dalam volume dan mutu produk, maka akan semakin rumitlah proses transaksi ekonomi yang menyertainya. Akibatnya, biaya transaksi yang ditimbulkan juga menjadi semakin mahal dan sukar terjangkau para pelaku  ekonomi.  harga  komoditas  agribisnis  di  tingkat  petani  juga menjadi beragam, sehingga tingkat keuntungan dan kesejahteraan petani produsen pasti beragam.

5. Tranmisi harga rendah

Komoditas agribisnis memiliki elastisitas transmisi harga yang rendah dan kadang searah. Kenaikan harga komoditas agribisnis di tingkat konsumen tidak serta merta dapat meningkatkan harga di tingkat petani produsen. Namun sebaliknya, penurunan harga di tingkat konsumen umumnya lebih cepat ditransmisikan kepada harga di tingkat petani produsen. Marjin harga antara tingkat konsumen dan tingkat produsen- yang biasanya terdiri dari biaya dan keuntungan pemasaran-umumnya dinikmati atau tersebar pada pelaku pemasaran yang bukan petani. Petani lebih banyak ditempatkan pada posisi yang hanya mengandalkan kehidupan ekonomi usahatani dengan nilai tambah yang amat kecil. Implikasinya adalah bahwa aktivitas subsistem pemasaran dalam agribisnis masih ditantang untuk dapat berkontribusi dalam memberikan tambahan kesejahteraan pada petani sebagai pelaku sentral di sektor agribisnis.

6. Struktur pasar monopsonis

Komoditas agribisnis umumnya harus menghadapi struktur pasar yang monopsonis dan jauh dari prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat. Petani produsen senantiasa dihadapkan pada kekauatan pembeli, yang terdiri dari pedagang pengumpul dan pedagang besar, yang cukup besar dan membentuk satu kekuatan yang dapat “menentukan “ harga beli. Proses terciptanya kegagalan pasar tersebut amat berhubungan dengan faktor ekonomi dan faktor non-ekonomi yang menyertai seluruh proses pemasaran. Ketidakmampuan petani produsen dan kepiawaian pelaku pemasaran lain dalam menguasai aset dan akses ekonomi dalam proses produksi  dan  pemasaran  komoditas  agribisnis  merupakan  salah  satu faktor ekonomi yang terpenting. 

Konsep pembangunan agribisnis memang memiliki segi-segi manfaat dan risiko.  Maka  dari  itu,  penetapan  strategi  yang  memadai  untuk  mengeksekusi konsep tersebut menjadi sangat penting. Ketepatan strategi itu diantaranya harus memuat unsur kemandirian, berdaya saing, dan berbasis Ekonomi Kerakyatan. Dengan begitu harapan agribisnis dapat mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran.

Pengembangan Agribisnis diupayakan agar mempunyai daya saing yang tinggi dan sekaligus mempunyai keunggulan kompetitif untuk mampu bersaing di pasaran  internasional.  Pengembangan  Agribisnis  Indonesia  mempunyai  posisi yang strategis antara lain karena pertimbangan sebagai berikut:

1. Letak geografis Indonesia yang dekat dengan pasar dunia

2. Kondisi investasi untuk tujuan ekspor, baik di bidang pertanian maupun nonmigas lainnya, cukup mendukung

3. Masih  banyaknya  sumber  alam  khususnya  untuk  kegiatan  di  sektor pertanian yang belum dimanfaatkan seoptimal mungkin

4. Semakin  baiknya  nilai  tambah  dan  kualitas  produk  pertanian  yang mampu menerobos pasar dunia

5. Masih besarnya tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian.

Pada kenyataannya, pengembangan agribisnis yang ada masih belum optimal.  Banyak  petani  yang  tidak  melakukan  pengolahan  produk  pertanian karena terkendala beberapa masalah salah satunya modal. Terdapat banyak penyebab yang membuat mata rantai Agribisnis di Indonesia belum optimal sebagai berikut: 

1. Pola produksi pertanian sebagian besar tidak mengelompok dalam satu areal yang kompak sehingga asas efisiensi berdasarkan skala usaha tertentu belum atau sulit mencapai tingkat yang efisien.

2. Sarana dan prasarana ekonomi (di daerah tertentu misalnya di luar Jawa- Bali khususnya di daerah sentra produksi belum memadai).

3. Pola  Agroindustri  yang  cenderung  terpusat  di  daerah  perkotaan  dan bukan di daerah pedesaan atau daerah sentra produksi.

4. Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari kepulauan dan juga karena kondisi transportasi khususnya di luar Jawa-Bali yang belum memadai, sehingga biaya transportasi menjadi relatif mahal.

5. Sistem  kelembagaan  di  pedesaan,  baik  kelembagaan  keuangan,  pasar atau informasi pasar yang belum memadai.

Agribisnis akan menguntungkan bagi rakyat banyak, khusus bagi petani produsen jika pihak penentu kebijakan mempunyai kehendak politik (political will) yang sungguh-sungguh untuk mengembangkan agribisnis yang berbasis kerakyatan.

Hubungan pola kemitraan antara pihak petani dan para pengusaha hendaknya berada dalam pola kerjasama mutualis. Disinilah peran pengawasan pemerintah  penting  untuk  dimainkan.  Pengawasan  tersebut  sangat  diperlukan, agar tidak terjadi praktik kemitraan yang bersifat eksploratif. Pengolahan produk pertanian yang disebut agroindustri ini sangat vital karena bisa mendatangkan nilai   tambah  produk   pertanian.   Nilai   tambah   itu   yang   nantinya   dapat meningkatkan nilai jual produk pertanian.



Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Our Akuntansi


0 komentar:

Post a Comment