Penemuan Manusia Purba di Trinil, Ngawi, Jawa Timur
Sebelum penemuannya di Trinil,
Eugene Dubois mengawali temuan Pithecantropus erectus di Desa
Kedungbrubus, sebuah desa terpencil di daerah Pilangkenceng, Madiun,
Jawa Timur. Desa itu berada tepat di tengah hutan jati di lereng selatan
Pegunungan Kendeng. Pada saat Dubois meneliti dua horizon/lapisan
berfosil di Kedungbrubus ditemukan sebuah fragmen rahang yang pendek dan
sangat kekar, dengan sebagian prageraham yang masih tersisa. Prageraham
itu menunjukkan ciri gigi manusia bukan gigi kera, sehingga diyakini
bahwa fragmen rahang bawah tersebut milik rahang hominid. Pithecantropus
itu kemudian dikenal dengan Pithecantropus A.
Trinil adalah
sebuah desa di pinggiran Bengawan Solo, masuk wilayah administrasi
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Tinggalan purbakala telah lebih dulu
ditemukan di daerah ini jauh sebelum von Koenigswald menemukan
Sangiran pada 1934. Ekskavasi yang dilakukan oleh Eugene Dubois di
Trinil telah membawa penemuan sisa-sisa manusia purba yang sangat berharga
bagi dunia pengetahuan. Penggalian Dubois dilakukan pada endapan
alluvial Bengawan Solo. Dari lapisan ini ditemukan atap tengkorak
Pithecanthropus erectus, dan beberapa buah tulang paha (utuh dan
fragmen) yang menunjukkan pemiliknya telah berjalan tegak.
Tengkorak
Pithecanthropus erectus dari Trinil sangat pendek tetapi memanjang ke
belakang. Volume otaknya sekitar 900 cc, di antara otak kera (600 cc)
dan otak manusia modern (1.200-1.400 cc). Tulang kening sangat menonjol
dan di bagian belakang mata, terdapat penyempitan yang sangat jelas,
menandakan otak yang belum berkembang. Pada bagian belakang kepala
terlihat bentuk yang meruncing yang diduga pemiliknya merupakan
perempuan. Berdasarkan kaburnya sambungan perekatan antartulang kepala,
ditafsirkan inividu ini telah mencapai usia dewasa.
Selain
tempat-tempat di atas, peninggalan manusia purba tipe ini juga ditemukan
di Perning, Mojokerto, Jawa Timur; Ngandong, Blora, Jawa Tengah; dan
Sambungmacan, Sragen, Jawa Tengah. Temuan berupa tengkorak anak-anak
berusia sekitar 5 tahun oleh penduduk yang sedang membantu penelitian
Koenigswald dan Duyfjes perlu untuk dipertimbangkan. Temuan itu menjadi
bahan diskusi yang menarik bagi para ilmuwan. Metode pengujian
penanggalan potasium-argon yang digunakan oleh Teuku Jakob dan Curtis
terhadap batu apung yang terdapat di sekitar fosil tengkorak itu
menunjukkan angka 1,9 atau kurang lebih 0,4 juta tahun. Pengujian juga
dilakukan dengan mengambil sampel endapan batu apung dari dalam
tengkorak dan menunjukkan angka 1,81 juta tahun. Hasil uji
penanggalan-penanggalan tersebut menjadi perdebatan para ahli dan perlu untuk dikaji
lebih lanjut. Bila penanggalan itu benar, maka tengkorak anak Homo
erectus dari Perning, Mojokerto ini merupakan individu Homo erectus
tertua di Indonesia. Adakah di antara kamu yang tertarik untuk melakukan
pengujian ini?
Temuan Homo erectus juga ditemukan di Ngandong,
yaitu sebuah desa di tepian Bengawan Solo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Tengkorak Homo erectus Ngandong berukuran besar dengan volume otak
rata-rata 1.100 cc. Ciri-ciri ini menunjukkan Homo erectus ini lebih
maju bila dibandingkan dengan Homo erectus yang ada di Sangiran. Manusia
Ngandong diperkirakan berumur antara 300.000-100.000 tahun.
0 komentar:
Post a Comment