Manusia Liang Bua
Pengumuman tentang penemuan manusia
Homo floresiensis pada tahun 2004 menggemparkan dunia ilmu pengetahuan.
Sisasisa manusia ditemukan di sebuah gua Liang Bua oleh tim peneliti
gabungan Indonesia dan Australia. Sebuah gua permukiman di Flores. Liang
Bua bila diartikan secara harfiah merupakan sebuah gua yang dingin.
Sebuah gua yang sangat lebar dan tinggi dengan permukaan tanah yang
datar, merupakan tempat bermukim yang nyaman bagi manusia pada masa
praaksara. Hal itu bisa dilihat dari kondisi lingkungan sekitar gua yang
sangat indah, yang berada di sekitar bukit dengan kondisi tanah yang
datar di depannya. Liang Bua merupakan sebuah temuan manusia modern awal
dari akhir masa Pleistosen di Indonesia yang menakjubkan yang
diharapkan dapat menyibak asal usul manusia di Kepulauan Indonesia.
Manusia
Liang Bua ditemukan oleh Peter Brown dan Mike J. Morwood bersama-sama
dengan Tim dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional pada bulan September
2003 lalu. Temuan itu dianggap sebagai penemuan spesies baru yang
kemudian diberi nama Homo floresiensis, sesuai dengan tempat
ditemukannya fosil Manusia Liang Bua.
Pada
tahun 1950-an, sebenarnya Manusia Liang Bua telah memberikan data-data
tentang adanya kehidupan praaksara. Saat Th. Verhoeven lebih dahulu
menemukan beberapa fragmen tulang manusia di Liang Bua, ia menemukan
tulang iga yang berasosiasi dengan berbagai alat serpih dan gerabah.
Tahun 1965, ditemukan tujuh buah rangka manusia beserta beberapa bekal
kubur yang antara lain berupa beliung dan barang-barang gerabah.
Diperkirakan Liang Bua merupakan sebuah situs neolitik dan paleometalik.
Manusia Liang Bua mempunyai ciri tengkorak yang panjang dan rendah,
berukuran kecil, dengan volume otak 380 cc. Kapasitas kranial tersebut
berada jauh di bawah Homo erectus (1.000 cc), manusia modern Homo
sapiens (1.400 cc), dan bahkan berada di bawah volume otak simpanse (450
cc).
Pada tahun 1970, R.P Soejono dari Pusat Penelitian
Arkeologi Nasional melanjutkan penelitian beberapa kerangka manusia yang
ditemukan di lapisan atas, temuan itu sebanding dengan temuantemuan
rangka manusia sebelumnya. Hasil temuan itu menunjukkan bahwa Manusia
Liang Bua secara kronologis menunjukkan hunian dari fase zaman
Paleolitik, Mesolitik, Neolitik, dan Paleolitik.
Menurut
Teuku Jacob, Manusia Liang Bua secara kultural berada dalam konteks
zaman Mesolitik, dengan ciri Australomelanesid, yaitu bentuk tengkorak
yang memanjang. Tahun 2003 diadakan penggalian oleh R.P. Soejono dan
Mike J. Morwood, kerja sama antara Pusat Penelitian Arkeologi Nasional
dengan University of New England, Australia. Penggalian itu menghasilkan
temuan berupa sisa manusia tidak kurang dari enam individu yang
menunjukkan aspek morfologis dan postur yang sejenis dengan Liang Bua 1,
yang mempunyai kesamaan dengan alat-alat batu dan sisa-sisa binatang
komodo dan spesies kerdil gajah purba jenis stegodon. Temuan itu sempat
menjadi bahan perdebatan mengenai status taksonominua, benarkah Manusia
Liang Bua itu termasuk dalam spesies baru, yaitu Homo florensiensis,
atau sebagai satu jenis spesies yang telah ada di kalangan genus Homo?
Dalam
pengamatan yang lebih mendalam terhadap manusia Flores itu, ternyata
ada percampuran antara karakter kranial yang cukup menonjol antara
karakter Homo erectus dan Homo sapiens. Seluruh karakter kranio-fasial
dari Manusia Liang Bua 1 (LB1) dan Liang Bua 6 (LB6) menunjukkan
dominasi karakter arkaik yang sering ditemukan pada Homo erectus,
walaupun beberapa aspek modern Homo sapiens juga sangat terlihat jelas.
Namun demikian, karakter Homo sapiens hendaknya dilihat sebagai atribut
tingkatan evolusi dalam spesies ini. Bila dikaitkan dengan masa hidup
Manusia Liang Bua sekitar 18.000 tahun yang lalu, maka LB 1 dan LB 6
seharusnya dipandang sebagai satu dari variasi Homo sapiens.
0 komentar:
Post a Comment