Perkembangan Politik
politik di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan. Misalnya, Indonesia pernah menerapkan sistem demokrasi liberal, kemudian sistem itu diubah menjadi sistem demokrasi terpimpin. Perubahan-perubahan tersebut tentu saja membawa pengaruh terhadap perkembangan politik di Indonesia. Supaya kamu mengetahui perkembangan politik di Indonesia sejak awal Kemerdekaan
1. Perkembangan Politik pada Awal Kemerdekaan
a. Pembentukan Struktur Pemerintahan yang Lengkap
Saat Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia belum memiliki struktur pemerintahan yang lengkap karena Indonesia belum menentukan kepala pemerintahan dan belum menetapkan sistem administrasi wilayah yang jelas. Oleh karena itu, setelah Proklamasi Kemerdekaan, bangsa Indonesia segera membentuk kelengkapan pemerintahan, yaitu sebagai berikut.1). Pengesahan UUD 1945
UUD 1945 ditetapkan dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang diselenggarakan pada tanggal 18 Agustus 1945. Dengan ditetapkannya UUD 1945 pada rapat tersebut, Indonesia memiliki landasan dalam melaksanakan kehidupan bernegara.
2). Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
Pada rapat yang sama, dilakukan pemilihan presiden dan wakil presiden. 'DODP SHPLOLKDQ WHUVHEXW ,U 6RHNDUQR GDQ 'UV 0 +DWWD WHUSLOLK VHEDJDL presiden dan wakil presiden pertama Republik Indonesia.
3). Pembagian Wilayah Indonesia
Pada rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang diselenggarakan pada tanggal 19 Agustus 1945, diputuskan pembagian ZLOD\DK ,QGRQHVLD PHQMDGL GHODSDQ SURYLQVL GL VHOXUXK EHNDV MDMDKDQ +LQGLD Belanda. Kedelapan provinsi tersebut adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Borneo (Kalimantan), Maluku, Sulawesi, Sunda Kecil (Nusatenggara), Sumatra, dan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Surakarta.
4). Pembentukan Kementerian
Setelah pembagian wilayah Indonesia, rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dilanjutkan untuk membentuk kementerian. Dalam rapat ini, diputuskan pembentukan kementerian-kementerian, di antaranya adalah sebagai berikut.
a). Departemen Dalam Negeri
b). Departemen Luar Negeri
c). Departemen Kehakiman
d). Departemen Keuangan
e). Departemen Kemakmuran
f). Departemen Kesehatan
g). Departemen Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan
h). Departemen Sosial
i). Departemen Pertahanan
j). Departemen Perhubungan
k). Departemen Pekerjaan Umum
5). Pembentukan Komite Nasional Indonesia
Pada tanggal 22 Agustus 1945, PPKI kembali menyelenggarakan rapat pembentukan KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat).
6). Membentuk Kekuatan Pertahanan dan Keamanan
Pada tanggal 23 Agustus, Presiden Soekarno mengesahkan Badan Keamanan Rakyat (BKR) sebagai badan kepolisian yang bertugas menjaga keamanan. Selanjutnya, pada tanggal 5 Oktober, dibentuk tentara nasional yang disebut dengan TKR (Tentara Keamanan Rakyat).
93Ilmu Pengetahuan Sosial
b. Perubahan Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS)
Sejak merdeka, pemerintah Indonesia berupaya menjalankan pemerintahan sesuai dengan UUD 1945. Namun kenyataannya, hal-hal yang telah ditetapkan dalam UUD 1945 tidak dapat sepenuhnya dilaksanakan sebagaimana mestinya. Belanda mengakui RIS (Republik Indonesia Serikat) sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Akibatnya, Republik Indonesia hanya menjadi salah satu negara bagian saja dari RIS. Adapun wilayah RIS seperti berikut.1). Negara Bagian
Negara bagian meliputi Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatra, Negara Sumatra Timur, dan Republik Indonesia.
2). Satuan-Satuan Kenegaraan
Satuan kenegaraan meliputi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tenggara, Banjar, Dayak Besar, Bangka, Belitung, Riau, dan Jawa Tengah
3). Daerah Swapraja
Daerah Swapraja meliputi Kota Waringin, Sabang, dan Padang.
Perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat mengharuskan adanya penggantian UUD (Undang-Undang Dasar). Oleh karena itu, disusunlah naskah UUD Republik Indonesia Serikat yang diberi nama Konstitusi RIS. Selama berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945 tetap berlaku, tetapi hanya untuk negara bagian Republik Indonesia.
c. Indonesia Kembali Menjadi Negara Kesatuan
Keadaan Republik Indonesia yang hanya merupakan salah satu negara bagian di dalam RIS secara tidak langsung telah memperlemah posisi dan karena negara-negara bagian bentukan Belanda tentu lebih memberikan dukungan kepada Belanda sebagai pembentuknya daripada kepada Pemerintah Republik Indonesia. Dalam perkembangannya, rencana Belanda untuk tetap menanamkan pengaruhnya di Indonesia melalui pembentukan RIS justru mengalami rakyat Indonesia menghendaki bentuk negara kesatuan. Terbentuknya RIS benar-benar dianggap tidak sesuai dengan jiwa dan semangat Proklamasi 17 Agustus 1945. Pemerintahan RIS dinilai sebagai bentuk warisan penjajah yang dimaksudkan untuk dapat mempertahankan kekuasaannya di Indonesia. Tidak sampai 1 tahun setelah pembentukan RIS, muncul berbagai pergerakan di negara-negara bagian. Negara-negara ini hendak bergabung dengan RI untuk mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada awal bulan Mei 1950, terjadi penggabungan negara-negara bagian dalam negara RIS sehingga hanya tinggal tiga negara bagian, yaitu negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatra Timur. Perkembangan berikutnya adalah munculnya kesepakatan antara RIS yang mewakili Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatra Timur dengan Republik Indonesia untuk kembali ke bentuk negara kesatuan. Kesepakatan tersebut kemudian dituangkan dalam Piagam Persetujuan tanggal 19 Mei 1950. Untuk mengubah negara serikat menjadi negara kesatuan, diperlukan suatu UUD Negara Kesatuan. Oleh karena itu, dibentuklah UUDS 1950 (UndangUndang Dasar Sementara) sebagai pengganti Konstitusi RIS. Pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS resmi dibubarkan dan Indonesia kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).2. Perkembangan Politik pada Masa Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin
Pada masa masa Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin, keadaan politik di Indonesia juga mengalami banyak perubahan. Keadaan tersebut dapat diketahui dari dinamika politik yang terjadi. Misalnya, pergantian kabinet yang terjadi dalam waktu singkat dan diterbitkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.a. Keadaan Politik pada Masa Demokrasi Liberal
Setelah kembali menjadi negara kesatuan, Indonesia menganut sistem Demokrasi Liberal (1950–1959) dengan pemerintahan parlementer. Dalam sistem ini, pemerintahan dipimpin perdana menteri. Presiden berkedudukan sebagai kepala negara.Sistem politik pada masa Demokrasi Liberal mendorong berkembangnya partai-partai politik karena sistem Demokrasi Liberal menganut sistem multipartai. Adanya banyak partai politik yang ikut berkiprah dalam pemerintahan di Indonesia menyebabkan munculnya persaingan antarpartai. Partai-partai terkuat saling mengambil alih kekuasaan yang mengakibatkan seringnya terjadi pergantian kabinet. Pada masa Demokrasi Liberal ini, terjadi tujuh kali pergantian kabinet. Rata-rata masa kepemimpinan kabinet hanya berumur satu tahun. Kabinet-kabinet tersebut adalah sebagai berikut.
1). Kabinet Natsir (September 1950–Maret 1951).
2). Kabinet Sukiman (April 1951–Februari 1952).
3). Kabinet Wilopo (April 1952–Juni 1953).
4). Kabinet Ali Sastroamidjojo I ( Juli 1953–Juli 1955).
Meskipun terjadi banyak pergantian kabinet, pemerintah pada masa Demokrasi Liberal berhasil menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu) untuk pertama kali di Indonesia. Pemilu pertama ini dilaksanakan pada tahun 1955. Persiapan pelaksanaan pemilu dilakukan sejak masa Kabinet Ali Sastroamidjojo I. Pada masa kabinet ini, dibentuk Panitia Pemilihan Umum Pusat dan Daerah pada tanggal 31 Mei 1954. Panitia ini kemudian mengumumkan pelaksanaan pemilu untuk DPR, yaitu pada tanggal 29 September 1955. Adapun pemilu untuk memilih anggota konstituante akan dilaksanakan pada tanggal 15 Desember 1955. Namun, Kabinet Ali Sastroamidjojo I tidak bisa melaksanakan pemilu sebagaimana rencana. Kabinet ini jatuh dan mengembalikan mandatnya kepada Presiden pada tanggal 24 Juli 1955. Pemilu yang telah dipersiapkan sebelumnya dan tidak mengubah tanggal pelaksanaannya. Adapun tahap-tahap dalam pelaksanaan pemilu tahun 1955 adalah sebagai berikut.
1). Tanggal 29 September 1955
Pada tanggal 29 September 1955, dilaksanakan pemilu untuk memilih anggota-anggota DPR yang berjumlah 272 orang. Pemilu ini ternyata dimenangkan oleh empat partai politik, yaitu PNI, Masyumi, NU, dan PKI. Berikut ini komposisi anggota DPR hasil pemilu tahun 1955. a). Masyumi memperoleh 60 wakil/kursi.
b). PNI memperoleh 58 wakil/kursi.
c). NU memperoleh 47 wakil/kursi.
d). PKI memperoleh 32 wakil/kursi.
e). Partai-partai lain hanya memperoleh kursi masing-masing kurang dari 12.
Anggota DPR hasil pemilu dilantik pada tanggal 20 Maret 1956.
2). Tanggal 15 Desember 1955
Pada tanggal 15 Desember 1955, dilaksanakan pemilu untuk memilih anggota dewan konstituante yang akan bertugas menyusun UUD yang tetap. Anggota dewan konstituante ditetapkan 520 orang. Anggota dewan ini dilantik pada tanggal 10 November 1956. Berikut ini adalah komposisi anggota Dewan Konstituante.
a). PNI memperoleh 119 kursi.
b). Masyumi memperoleh 112 kursi.
c). NU memperoleh 91 kursi.
d). PKI memperoleh 80 kursi.
e). Partai lainnya memperebutkan 118 kursi.
Pelaksanaan pemilu tahun 1955 berjalan lancar. pemilu ini dianggap sebagai pemilu yang paling demokratis dibandingkan dengan pemilu-pemilu tahun sesudahnya karena pada pemilu pertama ini, rakyat benar-benar bebas memilih sesuai pilihannya tanpa adanya tekanan dari pihak mana pun.
b. Keadaan Politik pada Masa Demokrasi Terpimpin
Pergantian kabinet dalam waktu singkat menjadikan keadaan politik menjadi tidak stabil dan membahayakan bagi kelangsungan pemerintahan Republik Indonesia. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, muncul gagasan melaksanakan model pemerintahan Demokrasi Terpimpin dengan cara kembali kepada UUD 1945. Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Adapun isi dari Dekrit Presiden tersebut adalah dibubarkannya Konstituante, berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950; dibentuknya MPRS dan DPAS. Berlakunya kembali UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 diterima baik oleh rakyat Indonesia, bahkan DPR menyatakan diri bersedia untuk bekerja atas dasar UUD 1945. Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, berakhirlah Demokrasi Liberal dan digantikan dengan Demokrasi Terpimpin. Demikian pula mulai saat itu, sistem Kabinet Parlementer ditinggalkan dan diganti menjadi Kabinet Presidensial. Pemerintahan Demokrasi Terpimpin bertujuan untuk menata kembali kehidupan politik dan pemerintahan yang tidak stabil pada masa Demokrasi Liberal berdasarkan UUD 1945. Namun pada perkembangannya, pada masa Demokrasi Terpimpin, justru terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap UUD 1945 dan pemerintah cenderung menjadi sentralistik karena terpusat pada Presiden saja. Kondisi tersebut menjadikan posisi Presiden sangat kuat dan berkuasa. Bentuk-bentuk pelanggaran terhadap UUD 1945 pada masa Demokrasi Terpimpin di antaranya adalah sebagai berikut.1). Prosedur pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) karena anggota MPRS diangkat oleh Presiden, seharusnya dipilih melalui pemilu.
99Ilmu Pengetahuan Sosial
2). Prosedur pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS), karena lembaga ini anggotanya ditunjuk oleh Presiden dan diketuai oleh Presiden. Padahal, tugas dari DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan memberi usulan kepada pemerintah.
3). Prosedur pembentukan Dewan Permusyawaratan Rakyat Gotong Royong (DPRGR), karena anggota DPRGR ditunjuk oleh Presiden dan DPR hasil pemilu 1955 justru dibubarkan oleh Presiden. Padahal, kedudukan DPR dan presiden adalah seimbang. Presiden tidak dapat membubarkan DPR, sebaliknya DPR tidak dapat memberhentikan Presiden.
Pada saat bersamaan, Indonesia menghadapi situasi ekonomi yang terus memburuk mengakibatkan harga-harga barang kebutuhan pokok melambung tinggi. Peristiwa G30S/PKI dan melambungnya harga-harga barang pokok memicu terjadinya demonstrasi dan kekacauan di berbagai tempat. Guna memulihkan keamanan negara, Presiden mengeluarkan surat perintah kepada Letjen Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu dalam rangka memulihkan keamanan dan kewibawaan pemerintah. Surat itu dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar).
3. Perkembangan Politik pada Masa Orde Baru
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto yang menggantikan Presiden Soekarno di Indonesia. Lahirnya Orde Baru diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar). Masa Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga tahun 1998. Dalam rentang waktu tersebut, politik di Indonesia mengalami berbagai perubahan.a. Penataan Stabilitas Politik dengan Membubarkan PKI dan Organisasi Massanya
Berdasarkan Surat Perintah Sebelas Maret, Letjen Soeharto mengambil beberapa tindakan untuk menjamin keamanan dan stabilitas pemerintahan. Pada tanggal 12 Maret 1966, ia mengeluarkan surat keputusan yang berisi pembubaran dan larangan bagi PKI serta ormas-ormas yang bernaung dan berlindung atau senada dengannya untuk beraktivitas di wilayah Indonesia. Keputusan ini kemudian diperkuat dengan Keputusan Presiden/Pangti ABRI/ Mandataris MPRS No.1/3/1966 tanggal 12 Maret 1966.
b. Penyederhanaan Partai Politik
Penggabungan partai-partai politik tersebut tidak didasarkan pada kesamaan ideologi, tetapi lebih atas persamaan program. Tiga kekuatan sosial politik itu adalah sebagai berikut.
1). Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan dari NU, Parmusi, PSII, dan PERTI
2). Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo
3). Golongan Karya
Penyederhanaan partai-partai politik ini dilakukan oleh pemerintah Orde Baru bertujuan untuk menciptakan stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara.
c. Pemilihan Umum
Selama masa Orde Baru, pemerintah berhasil melaksanakan enam kali pemilihan umum, yaitu tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Dalam setiap Pemilu yang diselenggarakan selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu memperoleh mayoritas suara dan memenangkan Pemilu. Pemilu 1997 merupakan pemilu terakhir masa pemerintahan Orde Baru.
d. Peran Ganda (Dwifungsi) ABRI
4. Perkembangan Politik pada masa Reformasi
Pada tahun 1998, masa pemerintahan Orde Baru berakhir ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto dari jabatan Presiden Republik Indonesia. Kedaulatan rakyat dengan langkah sebagai berikut.1). Anggota DPR harus benar-benar dipilih dalam pemilu yang jurdil.
2). Perlu diadakan perubahan tata tertib DPR yang menghambat kinerja DPR.
3). Memberdayakan MPR.
4). Perlu pemisahan jabatan ketua MPR DPR.
5). Menghapus kewenangan khusus presiden yang berbentuk keputusan presiden dan instruksi presiden.
6). Menyusun kode etik kepresidenan.
7). Pembaharuan kehidupan politik, yaitu memberdayakan partai politik untuk menegakkan kedaulatan rakyat dengan mengembangkan sistem multipartai yang demokratis tanpa intervensi pemerintah.
8). Penyelenggaraan pemilu.
9). ABRI dalam MPR jumlahnya sudah dikurangi dari 75 orang menjadi 38 orang. ABRI yang semula terdiri atas empat angkatan yang termasuk Polri, mulai tanggal 5 Mei 1999, Kepolisian RI memisahkan diri menjadi Kepolisian Negara RI. Istilah ABRI berubah menjadi TNI, yaitu angkatan darat, laut, dan udara.
10). Sistem pemerintah daerah dengan sasaran memberdayakan otonomi daerah dengan asas desentralisasi.
Pada tahun 2004, Indonesia menyelenggarakan pemilu pertama yang memungkinkan rakyat untuk memilih presiden secara langsung dan cara pemilihannya benar-benar berbeda dari pemilu sebelumnya.
Pemilu tahun 2004 dibagi menjadi maksimal tiga tahap dan minimal dua tahap. Rinciannya adalah sebagai berikut.
a. Tahap pertama: Pemilu legislatif anggotanya untuk dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD, dan DPD. Tahap pertama ini telah dilaksanakan pada tanggal 5 April 2004.
b. Tahap kedua: Pemilu presiden putaran pertama
Pemilu presiden putaran pertama untuk memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden secara langsung. Tahap kedua ini telah dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 2004.
c. Tahap ketiga: Pemilu presiden putaran kedua
Pemilu presiden putaran kedua adalah pemilu babak terakhir yang dilaksanakan hanya apabila pada tahap kedua belum ada pasangan calon presiden yang mendapatkan paling tidak 50% pada putaran pertama. Tahap ketiga ini telah dilaksanakan pada tanggal 20 September 2004. Pemilu presiden tahun 2004 diikuti oleh lima pasang calon presiden.
Pada tahun 2009, pemilu kembali diselenggarakan. Selanjutnya, pada tanggal 8 Juli 2009, diselenggarakan pemilu presiden yang diikuti oleh tiga pasang calon presiden. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung dengan memperoleh 60,80% dari total suara.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Our Akuntansi
0 komentar:
Post a Comment