Kerajaan Islam di Jambi
Berdasarkan temuan-temuan arkeologis
kemungkinan kehadiran Islam di daerah Jambi diperkirakan dimulai sejak
abad ke-9 atau abad ke-10 sampai abad ke-13. Kemungkinan pada masa itu
proses Islamisasi masih terbatas pada perorangan. Karena proses
Islamisasi besar-besaran bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya
Kerajaan Islam Jambi sekitar 1500 M di bawah pemerintahan Orang Kayo
Hitam yang juga meluaskan “Bangsa XII” dari “Bangsa IX”, anak Datuk
Paduka Berhala. Konon menurut UndangUndang Jambi, Datuk Paduka Berhala
adalah orang dari Turki yang terdampar di Pulau Berhala yang kemudian
dikenal dengan sebutan Ahmad Salim. Ia menikah dengan Putri Salaro
Pinang Masak yang sudah Muslim, turunan raja-raja Pagarruyung yang
kemudian melahirkan Orang Kayo Hitam, Sultan Kerajaan Jambi yang
terkenal. Karena itu kemungkinan besar penyebaran Islam sudah terjadi
sejak sekitar tahun 1460 atau pertengahan abad ke-15.
Menurut
Sila-sila Keturunan Raja Jambi, dari pernikahan antara Datuk Paduka
Berhala dengan Putri Pinang Masak, melahirkan juga tiga saudaranya Orang
Kayo Hitam yaitu Orang Kayo Pingai, Orang Kayo Pedataran/Kedataran, dan
Orang Kayo Gemuk (seorang putri). Yang menjadi pengganti Datuk Paduka
Berhala ialah Orang Kayo Hitam yang beristri salah seorang putri dari
saudara ibunya ialah Putri Panjang Rambut. Pengganti Orang Kayo Hiam
ialah Panembahan Ilang di Aer yang setelah wafat dimakamkan di Rantau
Kapas sehingga terkenal pula dengan Panembahan Rantau Kapas. Masa
pemerintahan Datuk Paduka Berhala beserta Putri Pinang Masak
sekitar tahun 1460, Orang Kayo Pingai sekitar tahun 1480, Orang Kayo
Pedataran sekitar tahun 1490. Sedangkan masa pemerintahan Orang Kayo
Hitam sendiri sekitar tahun 1500, Panembahan Rantau Kapas sekitar antara
tahun 1500 hingga 1540, Panembahan Rengas Pandak cucu Orang Kayo Hitam
sekitar tahun 1540 M, Panembahan Bawah Sawoh cicit Orang Kayo Hitam
sekitar tahun 1565.
Setelah Panembahan Bawah Sawoh meninggal
dunia, pemerintahan digantikan oleh Panembahan Kota Baru sekitar tahun
1590, dan kemudian diganti lagi oleh Pangeran Keda yang bergelar Sultan
Abdul Kahar pada 1615. Sejak masa pemerintahan Kerajaan Islam Jambi di
bawah Sultan Abdul Kahar itulah orang-orang VOC mulai datang untuk
menjalin hubungan perdagangan. Mereka membeli hasilhasil Kerajaan Jambi
terutama lada. Dengan izin Sultan Jambi pada 1616, Kompeni Belanda (VOC)
mendirikan lojinya di Muara Kompeh. Tetapi beberapa tahun kemudian
ialah pada 1636 loji tersebut ditinggalkan karena rakyat Jambi tidak mau
menjual hasil-hasil buminya kepada VOC. Sejak itu hubungan Kerajaan
Jambi dengan VOC makin renggang, ditambah pada 1642 Gubernur Jenderal
VOC Antonio van Diemen menuduh Jambi bekerja sama dengan Mataram.
Pada
masa pemerintahan Sultan Sri Ingalogo (16651690) terjadi peperangan
antara Kerajaan Jambi dengan Kerajaan Johor di mana Kerajaan Jambi
mendapat bantuan VOC dan akhirnya menang. Meskipun demikian, sebagai
upah bantuan itu VOC berturut-turut menyodorkan perjanjian pada 12 Juli
1681, 20 Agustus 1681, 11 Agustus 1683, dan 20 Agustus 1683. Pada
hakikatnya perjanjian-perjanjian tersebut menguatkan monopoli pembelian
lada, dan sebaliknya VOC memaksakan untuk penjualan kain dan opium.
Beberapa tahun kemudian terjadi penyerangan kantor dagang VOC oleh
rakyat Jambi dan kepala pedagang VOC, Sybrandt Swart terbunuh pada 1690
dan Sultan Jambi dituduh terlibat. Oleh karena
itu, Sultan Sri Ingalogo ditangkap dan diasingkan mula-mula ke Batavia
dan akhirnya ke Pulau Banda. Sultan penggantinya ialah Pangeran Dipati
Cakraningrat yang bergelar Sultan Kiai Gede. Dengan demikian, Sultan
Ratu yang lebih berhak disingkirkan dan ia dengan sejumlah pengikutnya
pindah ke Muaratebo, membawa keris pusaka Sigenjei, keris lambang bagi
Raja-Raja Jambi yang mempunyai hak atas kerajaan. Sejak itulah
terus-menerus terjadi konflik yang memuncak dengan pemberontakan dan
perlawanan Sultan Thâhâ Sayf al-Dîn yang dipusatkan terutama di daerah
Batanghari Hulu. Di daerah inilah pada pertempuran yang sengit, Sultan
Thaha gugur pada 1 April 1904 dan ia dimakamkan di Muaratebo.
0 komentar:
Post a Comment