Transisi TV analog ke TV digital
Transisi dari pesawat televisi analog menjadi pesawat televisi digital
membutuhkan penggantian perangkat pemancar televisi dan penerima
siaran televisi. Agar dapat menerima penyiaran digital, diperlukan pesawat
TV digital.
Namun, jika ingin tetap menggunakan pesawat penerima televisi analog,
penyiaran digital dapat ditangkap dengan alat tambahan yang disebut
rangkaian konverter (Set Top Box). Sinyal siaran digital diubah oleh
rangkaian konverter menjadi sinyal analog, dengan demikian pengguna
pesawat penerima televisi analog tetap bisa menikmati siaran televisi digital.
Dengan cara ini secara perlahan-lahan akan beralih ke teknologi siaran TV
digital tanpa terputus layanan siaran yang digunakan selama ini.
Proses transisi yang berjalan secara perlahan dapat meminimalkan risiko
kerugian terutama yang dihadapi oleh operator televisi dan masyarakat.
Resiko tersebut antara lain berupa informasi mengenai program siaran dan
perangkat tambahan yang harus dipasang tersebut. Sebelum masyarakat
mampu mengganti televisi analognya menjadi televisi digital, masyarakat
menerima siaran analog dari pemancar televisi yang menyiarkan siaran
televisi digital.
Bagi operator televisi, risiko kerugian berasal dari biaya membangun
infrastruktur televisi digital terestrial yang relatif jauh lebih mahal
dibandingkan dengan membangun infrastruktur televisi analog.
Operator
televisi dapat memanfaatkan infrastruktur penyiaran yang telah dibangunnya
selama ini seperti studio, bangunan, sumber daya manusia dan lain
sebagainya.
Apabila operator televisi dapat menerapkan pola kerja dengan calon
penyelenggara TV digital. Penerapan pola kerja dengan calon penyelenggara digital pada akhirnya menyebabkan operator televisi tidak
dihadapkan pada risiko yang berlebihan. Di kemudian hari, penyelenggara
penyiaran televisi digital dapat dibedakan ke dalam dua posisi yaitu menjadi
penyedia jaringan, serta penyedia isi.
Televisi set dengan hanya tuner analog tidak bisa decode transmisi digital.
Ketika penyiaran analog melalui udara berhenti, pengguna set dengan
analog-hanya tuner dapat menggunakan sumber pemrograman (misalnya
kabel, perekam) atau dapat membeli set-top box konverter untuk
mendengarkan sinyal digital.
Di Amerika Serikat, kupon yang disponsori
pemerintah yang tersedia untuk meringankan biaya sebuah kotak konverter
eksternal. Switch off-analog (penuh daya stasiun) berlangsung pada tanggal
12 Juni 2009 di Amerika Serikat, 24 Juli 2011 di Jepang, 31 Agustus 2011 di
Kanada, 13 Februari 2012 di Negara-negara Arab, dan dijadwalkan untuk 24
Oktober 2012 di Inggris dan Irlandia, pada tahun 2013 di Australia, pada
tahun 2015 di Filipina dan Uruguay, pada 2017 di Kosta Rika dan pada 2018
di Indonesia.
Industri televisi Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1962 dimulai dengan
pengiriman teleks dari Presiden Soekarno yang berada di Wina kepada
Menteri Penerangan Maladi pada 23 Oktober 1961. Presiden Soekarno
memerintah Maladi untuk segera mempersiapkan proyek televisi. TVRI
adalah stasiun televisi pertama yang berdiri di Indonesia.
TVRI melakukan siaran percobaan pada 17 Agustus 1962 dengan pemancar
cadangan berkekuatan 100 watt. TVRI mengudara untuk pertama kali
tanggal 24 Agustus 1962 dalam acara siaran langsung upacara pembukaan
Asian Games IV dari Stadion Utama Gelora Bung Karno. Sejak saat itu
dirintis pembangunan stasiun televisi daerah pada akhir tahun 1964.
Kemudian dibentuk stasiun-stasiun produksi keliling (SPK) tahun 1977
sebagai bagian produksi dan merekam paket acara untuk dikirim dan
disiarkan melalui stasiun pusat TVRI Jakarta di beberapa ibu kota provinsi.
Konsep SPK diadopsi oleh beberapa stasiun televisi swasta berjaringan
tahun 1990-an.
Televisi swasta menggunakan kanal frekuensi ultra tinggi
(UHF) dengan lebar pita untuk satu program siaran sebesar 8 MHz. Migrasi dari sistem penyiaran analog ke digital menjadi tuntutan teknologi
secara internasional. Aplikasi teknologi digital pada sistem penyiaran televisi
mulai dikembangkan di pertengahan tahun 1990-an. Uji coba penyiaran
televisi digital dilakukan pada tahun 2000 dengan pengoperasian sistem
digital dilakukan bersamaan dengan siaran analog sebagai masa transisi.
Tahun 2006, beberapa pelaku bisnis pertelevisian Indonesia melakukan uji
coba siaran televisi digital. PT Super Save Elektronik melakukan uji coba
siaran digital bulan April-Mei 2006 di saluran 27 UHF dengan format DMB-T
(Cina) sementara TVRI/RCTI melakukan uji coba siaran digital bulan JuliOktober 2006 di saluran 34 UHF dengan format DVB-T. Peraturan Menteri
Komunikasi dan Informatika Nomor:07/P/M.KOMINFO/3/2007 tanggal 21
Maret 2007 tentang Standar Penyiaran Digital Terestrial untuk Televisi Tidak
Bergerak di Indonesia menetapkan DVB-T ditetapkan sebagai standar
penyiaran televisi digital teresterial tidak bergerak.
Stasiun-stasiun televisi swasta memanfaatkan teknologi digital pada sistem
penyiaran terutama pada sistem perangkat studio untuk memproduksi,
mengedit, merekam, dan menyimpan program. Sementara itu
penyelenggara televisi digital memanfaatkan spektrum dalam jumlah besar,
dimana menggunakan lebih dari satu kanal transmisi. Penyelenggara
berperan sebagai operator jaringan dengan mentransmisikan program
stasiun televisi lain secara terestrial menjadi satu paket layanan. Pengiriman
sinyal gambar, suara, dan data oleh penyelenggara televisi digital memakai
sistem transmisi digital dengan satelit atau yang biasa disebut sebagai
siaran TV berlangganan.
TVRI telah melakukan peluncuran siaran televisi digital pertama kali di
Indonesia pada 13 Agustus 2008.
Pelaksanaan dalam skala yang lebih luas
dan melibatkan televisi swasta dapat dilakukan di bulan Maret 2009 dan
dipancarkan dari salah satu menara pemancar televisi di Joglo, Jakarta
Barat. Sistem penyiaran digital di Indonesia mengadopsi sistem penyiaran
video digital standar internasional (DVB) yang dikompresi memakai MPEG-2
dan dipancarkan secara terestrial (DVB-T) pada kanal UHF (di Jakarta di
kanal 40, 42, 44 dan 46 UHF) serta berkonsep gratis untuk mengudara.
Penerimaan sinyal digital mengharuskan pengguna di rumah untuk menambah kotak konverter hingga pada nantinya berlangsung produksi
massal TV digital yang bisa menangkap siaran DVB-T tanpa perlu tambahan
kotak konverter.
Selain siaran DVB-T untuk pengguna rumah, dilakukan uji coba siaran video
digital berperangkat genggam (DVB-H). Siaran DVB-H menggunakan kanal
24 dan 26 UHF dan dapat diterima oleh perangkat genggam berupa telepon
seluler khusus. Keutamaan DVB-H adalah sifat siaran yang kompatibel
dengan layar telepon seluler, berteknologi khusus untuk menghemat baterai,
dan tahan terhadap gangguan selama perangkat sedang bergerak. Jaringan
DVB-H di Indonesia dipercayakan kepada jaringan Nokia-Siemens.
Departemen Komunikasi dan Informasi merencakan untuk mengeluarkan
lisensi penyiaran digital pada akhir tahun 2009 bersamaan dengan
penghentian pemberian izin untuk siaran televisi analog secara bertahap.
Pemerintah telah menetapkan peserta yang mendapat izin frekuensi
sementara untuk menyelenggarakan uji coba DVB-T dan DVB-H di Jakarta
yaitu :
- Untuk DVB-T (Lembaga Penyiaran Publik TVRI, Konsorsium TV Digital Indonesia /KTDI seperti SCTV, ANTV, TransTV, Trans7, TV One, Metro TV)
- Untuk DVB-H (Telkom Tbk /Telkomsel dan TELKOMVision, STC, Mobily didukung oleh TV grup Emtek seperti SCTV, Indosiar, O Channel, Mobile-8 Telecom Tbk didukung oleh TV grup MNC: RCTI, Global, TPI)
0 komentar:
Post a Comment