-->

Menerapkan Pencegahan Polusi Lingkungan Laut (Bagian 3)

PENCEMARAN & POLUSI DI LAUT

Pencemaran laut mengandung pengertian dimasukkannya oleh manusia, langsung atau tidak langsung, suatu bahan atau energi ke dalam lingkungan laut yang menghasilkan efek berbahaya bagi kesehatan manusia serta mengganggu aktivitas di laut

Contohnya: berbagai jenis sampah yang sampai ke laut seperti pestisida dan plastik, merupakan jenis sampah buatan manusia, sebagai zat asing yang muncul dan tidak ada di alam secara alami. Berbeda dengan beberapa bahan berikut ini memang ada dan disediakan di alam secara alami:
a. Bahan organik yang bisa terdegradasi;
b. Logam dari pengikisan batuan;
c. Minyak dari rekahan alam;
d. Bahan tersuspensi dari erosi;
e. Air panas dari sumber air panas; dan
f. Radioaktif dari alam

Sedangkan untuk kata “polusi” biasa digunakan untuk memberi arti khusus pada kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh sampah yang dibuang ke laut. Sehingga Polusi Laut (Marine Pollution) sering diartikan sebagai  kerusakan lingkungan laut akibat masuknya berbagai jenis “sampah” buatan manusia yang tidak ada di alam sehingga menghasilkan efek berbahaya bagi ekologi manusia maupun bagi ekologi di laut itu sendiri.  

Sebagian besar sumber pencemaran laut berasal dari daratan, baik tertiup angin, terhanyut maupun melalui tumpahan. Berikut beberapa sumber polutan yang masuk ke laut.

a. Buangan Kapal 
Kapal dapat mencemari sungai dan samudera dalam banyak cara. Antara lain melalui tumpahan minyak, air penyaring dan residu bahan bakar. Polusi dari kapal dapat mencemari pelabuhan, sungai dan lautan. Kapal juga membuat polusi suara yang mengganggu kehidupan liar alam, dan air dari balast tank dapat menyebarkan ganggang/alga berbahaya dan spesies asing yang dapat mempengaruhi ekosistem lokal.
Salah satu kasus terburuk dari satu spesies invasif menyebabkan kerugian bagi suatu ekosistem, yang tampaknya tidak berbahaya salah satunya adalah ubur-ubur. Mnemiopsis leidyi, suatu spesies ubur-ubur yang tersebar, sehingga sekarang mendiami muara di banyak bagian dunia.
Pertama kali ditemukan pada tahun 1982, dan diduga telah dibawa ke Laut Hitam dalam air pemberat kapal (air balast). Populasi ubur-ubur melonjak secara eksponensial dan pada tahun 1988, hal tersebut mendatangkan malapetaka atas industri perikanan lokal.

b. Plastik 
Plastik telah menjadi masalah global. Sampah plastik yang dibuang, terapung dan terendap di lautan. 80% (delapan puluh persen) dari sampah di laut adalah plastik, sebuah komponen yang telah dengan cepat terakumulasi sejak akhir Perang Dunia II. Massa plastik di lautan diperkirakan yang menumpuk hingga seratus juta metrik ton.
Plastik dan turunan lain dari limbah plastik yang terdapat di laut berbahaya untuk satwa liar dan perikanan. Organisme perairan dapat terancam akibat terbelit, sesak napas, maupun termakan.
Jaring ikan yang terbuat dari bahan plastik, kadang dibiarkan atau hilang di laut. Jaring ini dikenal sebagai hantu jala sangat membahayakan lumbalumba, penyu, hiu, dugong, burung laut, kepiting, dan makhluk lainnya. Plastik yang membelit membatasi gerakan, menyebabkan luka dan infeksi, dan menghalangi hewan yang perlu untuk kembali ke permukaan untuk bernapas.

c. Racun 
Selain plastik, ada masalah-masalah tertentu dengan racun yang tidak hancur dengan cepat di lingkungan laut. Terbagi dua, pertama kelompok racun yang sifatnya cenderung masuk terus menerus seperti pestisida, furan, dioksin dan fenol. Terdapat pula logam berat, suatu unsur kimia metalik yang memiliki kepadatan yang relatif tinggi dan bersifat racun atau beracun pada konsentrasi rendah. Contoh logam berat yang sering mencemari adalah air raksa, timah, nikel, arsenik dan kadmium.
Ketika pestisida masuk ke dalam ekosistem laut, mereka segera diserap ke dalam jaring makanan di laut. Dalam jaringmakanan, pestisida ini dapat menyebabkan mutasi, serta penyakit, yang dapat berbahaya bagi hewan laut, seluruh penyusun rantai makanan termasuk manusia.
Racun semacam itu dapat terakumulasi dalam jaringan berbagai jenis kehidupan air dalam proses yang disebut bioakumulasi. Racun ini juga diketahui terakumulasi dalam dasar perairan, seperti muara dan teluk berlumpur. Bahan-bahan ini dapat menyebabkan mutasi keturunan dari organisme yang tercemar serta penyakit dan kematian secara massal seperti yang terjadi pada kasus yang terjadi di Teluk Minamata.

d. Eutrofikasi 
Peristiwa Eutrofikasi adalah kejadian peningkatan/pengkayaan nutrisi, biasanya senyawa yang mengandung nitrogen atau fosfor, dalam ekosistem. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan produktivitas primer (ditandai peningkatan pertumbuhan tanaman yang berlebihan dan cenderung cepat membusuk). Efek lebih lanjut termasuk penurunan kadar oksigen, penurunan kualitas air, serta tentunya menganggu kestabilan populasi organisme lain.
Muara merupakan wilayah yang paling rentan mengalami eutrofikasi karena nutrisi yang diturunkan dari tanah akan terkonsentrasi. Nutrisi ini kemudian dibawa oleh air hujan masuk ke lingkungan laut , dan cendrung menumpuk di muara.
The World Resources Institute telah mengidentifikasi 375 hipoksia (kekurangan oksigen) wilayah pesisir di seluruh dunia. Laporan ini menyebutkan kejadian ini terkonsentrasi di wilayah pesisir di Eropa Barat, Timur dan pantai Selatan Amerika Serikat, dan Asia Timur, terutama di Jepang. Salah satu contohnya adalah meningkatnya alga merah secara signifikan (red tide) yang membunuh ikan dan mamalia laut serta menyebabkan masalah pernapasan pada manusia dan beberapa hewan domestik. Umumnya terjadi saat organisme mendekati ke arah pantai.

e. Peningkatan Keasaman 
Lautan biasanya menyerap karbon dioksida dari atmosfer. Karena kadar karbon dioksida atmosfer meningkat, lautan menjadi lebih asam. Potensi peningkatan keasaman laut dapat mempengaruhi kemampuan karang dan hewan bercangkang lainnya untuk membentuk cangkang atau rangka.

f. Polusi Kebisingan 
Kehidupan laut dapat rentan terhadap pencemaran kebisingan atau suara dari sumber seperti kapal yang lewat, survei seismik eksplorasi minyak, dan frekuensi sonar angkatan laut. Perjalanan suara lebih cepat di laut daripada di udara.
Hewan laut, seperti paus, cenderung memiliki penglihatan lemah, dan hidup di dunia yang sebagian besar ditentukan oleh informasi akustik. Hal ini berlaku juga untuk banyak ikan laut yang hidup lebih dalam di dunia kegelapan. Dilaporkan bahwa antara tahun 1950 dan 1975, ambien kebisingan di laut naik sekitar sepuluh desibel (telah meningkat sepuluh kali lipat).
Jelas sekarang bahwa sumber pencemaran sangat bervariasi. Tidak hanya dari hal-hal yang menurut kita hanya bisa dilakukan oleh industri besar, namun juga bisa disebabkan oleh aktiftas harian kita.
Kesehatan ekosistem laut di dunia semakin memburuk bahkan lebih cepat dari yang diduga sebelumnya. Sebuah ulasan dari International Programme on the State of the Ocean (IPSO) memperingatkan bahwa lautan kini berhadapan dengan berbagai jenis ancaman.
Lautan kian menghangat karena perubahan iklim, polusi, dan penangkapan ikan berlebih (overfishing). Selain itu, sifat basa air laut juga kian terkikis karena terus menyerap karbondioksida.
Laporan itu menyatakan, "Kita selalu memanfaatkan laut apa adanya. (Padahal) laut telah melindungi kita dari dampak terburuk percepatan perubahan iklim dengan menyerap kelebihan karbondioksida dari atmosfer."
"Sementara peningkatan suhu bumi mungkin mengalami perlambatan, laut terus menghangat. Untuk sebagian besar, bagaimanapun, masyarakat dan pembuat kebijakan gagal untuk mengenali —atau memilih untuk mengabaikan— parahnya situasi ini."
Laporan ini juga menyatakan, jika dibiarkan, kondisi ini dapat memicu kepunahan massal yang pernah menimpa lautan di masa lalu.Terumbu karang, misalnya, kini harus bertahan pada suhu laut yang lebih tinggi dan efek pengasaman. Sementara di lain sisi, dia juga dilemahkan oleh praktikpraktik buruk penangkapan ikan, polusi, endapan, dan ganggang beracun.
 
g. Tindakan Pencegahan 

IPSO, yang didanai oleh yayasan amal, mempublikasikan lima makalah berdasarkan lokakarya tahun 2011 dan 2012. Laporan tersebut menyerukan kepada para pemerintah di dunia untuk menghentikan peningkatan CO2 pada 450 ppm. Lebih tinggi dari itu, mereka mengatakan, akan menyebabkan pengasaman besar karena sebagian besar karbondioksida diserap ke laut.
Mereka mendesak dibuatnya manajemen perikanan yang lebih terfokus, dan penyusunan daftar prioritas untuk mengatasi pencemaran laut oleh bahan kimia. Mereka ingin pemerintah menegosiasikan kesepakatan untuk perikanan yang berkelanjutan di lautan yang diawasi oleh sebuah lembaga pengawas global. Profesor Dan Laffoley dari IUCN mengatakan, "Apa yang tertulis dalam laporan terbaru ini jelas menunjukan bahwa: penundaan tindakan (pencegahan) akan meningkatkan biaya di masa depan dan menyebabkan kerugian yang lebih besar yang tidak bisa dibalikkan lagi."
"Laporan iklim PBB menegaskan bahwa laut tengah menanggung beban perubahan yang disebabkan oleh manusia. Temuan ini memberi kita alasan lebih untuk waspada, tetapi ini bisa juga digunakan untuk landasan rencana ke depan. Kita harus menggunakannya."



Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Our Akuntansi


0 komentar:

Post a Comment