-->

Asal-usul dan sejarah unggas

Asal mula unggas (ayam, itik, puyuh, dll) adalah berasal dari ayam hutan (itik atau puyuh) liar yang ditangkap dan dipelihara serta dapat bertelur cukup banyak. Dari tahun ke tahun unggas liar tersebut mengalami domestikasi  dan melakukan persilangan-persilangan dan seleksi sehingga menghasilkan jenis-jenis unggas yang dapat kita lihat sampai saat ini.  Ada jenis unggas yang cenderung menghasilkan telur, menghasilkan daging atau antara penghasil telur dan daging. 
Lebih dari 10.000 tahun yang lalu, keberadaan ayam dalam kehidupan manusia.  Pada saat itu masyarakat India  melakukan kegiatan pemeliharaan ayam. Masyarakat pada saat itu memelihara ayam  dengan cara domestikasi yaitu  mendomestikasi ayam hutan lokal. Ayam hutan lokal inilah yang merupakan  asal muasal ayam modern kita. Dari lembah Indus-India inilah kegiatan mendomestikasi gallusgallus  banyak dilakukan dan dipraktekkan  ke berbagai daerah di India. Sekitar 500 tahun SM ayam yang didomestikasi tersebut telah mencapai Korea di timur dan Mediterania di barat. Pada tahun 1000 M, ayam – ayam tersebut telah menyebar di peternakan di Islandia, Madagaskar, Bali, dan Jepang. 500 tahun kemudian, ayam hutan yang sederhana tersebut telah menaklukkan dunia. 
Semua ayam modern merupakan keturunan dari Gallus gallus dari India, tetapi pada tahapan awal beberapa keturunan dan verietas telah berkembang (semua ayam yang berasal dari keturunan yang sama memiliki bentuk yang sama tetapi varietas dalam keturunan berbeda dalam hal warna bulu ayam).

a) Sejarah Ayam  ras petelur ayam hutan dari wilayah dunia diseleksi secara ketat oleh para pakar. Arah seleksi ditujukan untuk produksi yang banyak. Ayam hutan dapat diperoleh dari telur dan dagingnya,  maka arah dari produksi yang banyak dalam seleksi tadi mulai spesifik. Ayam yang terseleksi untuk tujuan produksi daging dikenal dengan ayam broiler, sedangkan untuk produksi telur dikenal dengan ayam petelur. Selain itu, seleksi juga diarahkan pada warna kulit telur hingga kemudian dikenal ayam petelur putih dan ayam petelur cokelat. Persilangan dan seleksi itu dilakukan cukup lama hingga menghasilkan ayam petelur seperti yang ada sekarang ini. Dalam setiap kali persilangan, sifat jelek dibuang dan sifat baik dipertahankan (“terus dimurnikan”). Inilah yang kemudian dikenal dengan ayam petelur unggul.
Pada awal tahun 1900-an, masyarakat Indonesia baru mengenal  ayam liar. Kemudian memasuki periode 1940-an, orang mulai mengenal ayam lain selain ayam liar itu, dimana  orang sudah bisa membedakan antara ayam orang Belanda (karena pada sat itu Bangsa Belanda menjajah Indonesia) dengan ayam liar di Indonesia. Ayam liar ini kemudian dinamakan ayam lokal yang kemudian disebut ayam kampung karena keberadaan ayam itu memang di pedesaan. Sementara ayam orang Belanda disebut dengan ayam luar negeri yang kemudian lebih akrab dengan sebutan ayam negeri (pada saat itu masih merupakan ayam negeri galur murni). Ayam
semacam ini masih bisa dijumpai di tahun 1950-an yang dipelihara oleh beberapa orang penggemar ayam. 
Hingga akhir periode 1980-an, banyak orang Indonesia yang belum mengenal klasifikasi ayam. Ketika itu, sifat ayam dianggap seperti ayam kampung saja, apabila telurnya enak dimakan maka dagingnya juga enak dimakan. Namun, pendapat itu ternyata tidak benar.  Ayam negeri(panggilan untuk ayam ras petelur pada saat itu) ini ternyata bertelur banyak tetapi dagingnya tidak enak  dimakan.
Ayam yang pertama yang masuk dan mulai diternakkan pada periode  itu adalah ayam ras petelur white leghorn yang kurus dan umumnya setelah habis masa produktifnya, karena dagingnya tidak ada dan kurang enak/ liat. Antipati orang terhadap daging ayam ras cukup lama hingga menjelang akhir periode 1990-an. Ketika itu mulai merebak peternakan ayam broiler yang memang khusus untuk daging, sementara ayam petelur dwiguna/ayam petelur cokelat mulai menjamur pula. Disinilah masyarakat mulai sadar bahwa ayam ras mempunyai klasifikasi sebagai petelur handal dan pedaging yang enak. Mulai terjadi pula persaingan tajam antara telur dan daging ayam ras dengan telur dan daging ayam kampung. Sementara itu telur ayam ras cokelat mulai diatas angin, sedangkan telur ayam kampung mulai terpuruk pada penggunaan resep makanan tradisional saja. Persaingan inilah menandakan maraknya peternakan ayam petelur.

b) Sejarah  Ayam kampung petelur Ayam kampung merupakan hasil domestikasi ayam hutan merah selama berabad-abad. Ayam kampung yang ada di Indonesia morfologinya (bentuk fisik) sangat beragam, sulit sekali dibedakan dan dikelompokkan ke dalam klasifikasi tertentu. Ayam kampung ini
tidak memiliki ciri yang khusus dan tidak adanya ketentuan tujuan dan arah usaha peternakannya
Ayam kampung boleh dikatakan sebagai ayam asli Indonesia yang sudah dipelihara sejak jaman dahulu.  Ayam ini memiliki potensi yang sudah terbukti, mampu memberi kontribusi bagi pemenuhan kebutuhan keluarga, setidaknya sebagai penghasil daging dan telur. Kebanyakan ayam kampung dimanfaatkan atau diternakkan untuk diambil dagingnya atau untuk diambil telurnya, dan biasanya tergantung bagaimana tujuan peternak memelihara ayam kampung. Walau ayam kampung memang bertelur dan dagingnya dapat dimakan, tetapi tidak dapat diklasifikasikan sebagai ayam dwiguna secara komersial-unggul. Alasannya, dasar genetis antara ayam kampung dan ayam ras petelur dwiguna ini memang berbeda jauh. 
Ayam kampung dinamakan juga sebagai ayam buras (bukan ras),  hal ini dilakukan untuk membedakan dengan  ayam ras yaitu  ayam yang sudah jelas tujuan dan arah usahanya, misalnya khusus untuk menghasilkan telur disebut ayam ras petelur atau “layer” atau ayam yang khusus menghasilkan daging disebut sebagai ayam ras  pedaging atau “ broiler”
Pada umumnya Produksi telur ayam kampung  masih rendah. Pada umumnya ayam kampung dipelihara ala kadarnya tanpa memperhatikan kebutuhan pakan dan kesehatannya. Cara ini sering diistilahkan  sebagai pemeliharaan  secara ekstensif. Produksi yang dihasilkan tidak optimal yaitu sekitar 60 butir pe tahunnya. Namun dengan mulai berkembangnya budidaya ayam kampung sekarang orang sudah mulai melirik untuk dibudidayakan dengan benar untuk mencapai produksi yang optimal. Sistem pemeliharaan yang telah memperhatikan faktor bibit, pakan dan manajemen pemeliharaan  disebut sistem pemeliharaan secara intensif. Hasil
produksi cukup menggebirakan yaitu  sampai 100 butir per tahun. Berat ayam kampung juga tergolong rendah, dimana  berat badan ayam jantan dewasa tidak melebihi dari 2 kg. Apalagi  pada ayam betina dan ayam-ayam yang sudah tua maka berat badannya jauh lebih rendah lagi. 
Ada beberapa kelebihan yang dimiliki ayam kampung, seperti cita rasa telur maupun dagingnya lebih enak , mempunyai kemampuan beradaptasi yang lebih baik dan lebih mudah dalam pemeliharaannya.

c) Itik Petelur Itik atau lebih dikenal dengan istilah Bebek (bhs.Jawa), adalah salah satu jenis unggas yang nenek moyangnya  berasal dari Amerika Utara.  Itik yang ada saat ini berasal dari  jenis  itik liar (Anas moscha) atau Wild mallard. Kemudian secara terus menerus melalui domestikasi dan persilangan-persilangan secara alam, akhirnya  jadilah itik yang diperlihara sekarang yang disebut Anas domesticus (ternak itik).
penyebaran itik tergolong sangat luas dibandingkan dengan jenis unggas lain, karena itik dapat hidup normal  baik di daerah subtropis maupun daerah tropis.  Oleh karena itu,  tidak mengherankan bila itik liar bisa berimigrasi sampai ke Afrika Utara dan Asia seperti Indonesia, Malaysia, Filipina dan Vietnam.
Sejak jaman kerajaan, itik sudah beredar dalam sejarah perdagangan dan pertanian di Indonesia. Masuknya itik impor ke tanah air terjadi pada masa pemerintahan kolonial Belanda.  Itik pertama kali diperkenalkan  oleh orang-orang India pada  abat ke VII terutama di wilayah pulau Jawa. Orang-orang India tersebut merupakan ahli
bangunan yang sengaja didatangkan oleh Raja Syailendra untuk membangun candi-candi Hindu dan Budha di Indonesia. Ada yang mengatakan bahwa motivasi ritual keagamaan yang mendorong mereka mengembangakan itik di Indonesia. Berbagai upacara keagamaan  seperti saat ini yang masih ada di Bali,  itik dijadikan sebagai salah satu bahan pelengkan sesaji.
Dalam pustaka sejarah, tercatat bahwa penyebaran ternak itik sangat pesat, terutama pada jaman keemasan Majapahit yang kemudian menjadi awal permulaan penyebaran dan pengembangan ternak itik di wilayah lain Indonesia seperti Kalimantan Selatan, Sumatera, Sulawesi dan Bali. Selain angsa India, pemerintah kolonial Belanda juga tercatat memiliki andil dalam penyebaran itik di Indonesia yakni melalui kuli-kuli kontrak yang mereka mukimkan di Sumatera pada tahun 1920, khususnya di Daerah Deli dan Lampung. 
 Budaya menggembalakan itik juga tercatat pada masa pemerintahan raja Anak Wungsu 1049-1077 yang berkuasa di Kerajaan Bali. Prasasti Pucangan -salah satu prasasti yang dibuat Anak Wungsu  juga menyebutkan soal itik.  Dalam bagian prasasti Pucangan yang ada di Kabupaten Bangil, tertulis raja mengabulkan permohonan penduduk dengan diperbolehkan memelihara anjing dan itik serta melakukan perniagaan ke desa lain.  Saat itu beternak sudah menjadi kebiasaaan masyarakat Bali.
Jenis itik yang ada di Indonesia  pada umumnya  adalah tipe petelur.  Jenis itik ini banyak dipelihara oleh masyarakat pantai,  danau, atau persawahan. Hal ini disebabkan karena  itik suka hidup  di air. Sumber makanan seperti biji-bijian, cacing, keong, ikan kecil yang merupakan makanan itik sehari-hari terdapat di daerah pantai, danau atau persawahan. Daerah-daerah tersebut merupakan 
sumber bahan makanan yang  melimpah dan sudah dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat kita.   
Di Indonesia selama ini jenis itik yang dikhususkan sebagi itik pedaging adalah itik manila, yang lebih populer dengan nama entog. Jenis itik ini dalam waktu sepuluh minggu bisa mencapai bobot sampai 3 Kg. Seiiring dengan meningkatnya permintaan akan daging itik, sejak beberapa tahun yang lalu di Indonesia mulai dikembangkan peternakan itik pedaging dari berbagai jenis seperti itik peking, itik serati, dan lain-lain.  

d) Puyuh Puyuh merupakan jenis burung dari species atau sub species  dari genus Coturnix yang tersebar di seluruh darata  dunia. Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, berkaki pendek dan dapat diadu. Burung puyuh disebut juga Gemak (Bhs. Jawa-Indonesia). Bahasa asingnya disebut “Quail”, merupakan bangsa burung (liar) yang pertama kali diternakan di Amerika Syarikat, tahun 1870 dan  terus dikembangkan ke penjuru dunia.
Seperti halnya dengan ternak unggas pada umumnya, maka puyuh pun dibudidayakan sebagai penghasil telur dan penghasil daging.
Pada tahun 1907-1941 puyuh banyak diternakkan oleh masyarakat Jepang.  Kemudian  pada akhir tahun 1971 puyuh mulai banyak dikenal dan dibudidayakan  oleh masyarakat Indonesia. Jenis puyuh  yang banyak diternakkan di dataran Asia  termasuk Indonesia adalah sebagai puyuh petelur, sedangkan yang banyak diternakkan sebagai puyuh pedaging adalah di negara-negara Eropa.  Jenis 
puyuh yang banyak dipelihara di Indonesia adalah jenis Coturnix japonica  yang merupakan jenis puyuh  penghasil telur.



Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Our Akuntansi

2 komentar

avatar
UnknownFebruary 27, 2018 at 5:01 PM

Hi Selamat Siang mas masku
teman kamu pada menang puluhan juta
ayo giliran kamu! menangkan sekarang juga
Pilih Agen Poker & DominoQQ Yang Terpercaya?
PIN BB : D61E3506
👉 Whatsapp : +85598249684
👉 L ine : Sinidominoa
dewa poker

avatar
FANNY LIMDecember 12, 2020 at 10:55 AM

Bonus Spesial Judi Online 100% !

• Sabung Ayam
• Sv388
• S128
• Linkaja

Pendaftaran Hubungi Kontak WA Kami Dibawah ini (Online 24 Jam Setiap Hari) :
» Nomor WhatsApp : 0812–2222–995